Sementara itu di tempat tinggal Adiwijaya."Aida, ayo habiskan makananmu!""Eh, iya, Kakek! Aku memang mau menghabiskannya, cuma perutku agak kekenyangan dan kepalaku agak sedikit pusing. Mungkin karena aku kebanyakan makan seblak?" Alasan di bibir Aida, tapi tentu saja mereka tidak bisa membaca apa yang ada di dalam hati Aida.Mereka tidak mengizinkan aku mendengar apa pun yang mereka katakan. Aku yakin sekali mereka melakukan sesuatu yang lumayan kejam. Ya ampun! Tapi sudahlah, aku bisa apa? Aku yang penting sudah berlepas diri dari semua yang mereka lakukan. Aku sudah mengingatkan kalau mereka tidak boleh kejam. Dan mudah-mudahan apa yang mereka lakukan tidak akan pernah memberatkan Mas Reiko.Kepergian Alan dan Reizo Sudah beberapa jam berlalu dan bahkan Aida juga sudah menghabiskan seblaknya. Lalu, dia juga sudah mengobrol dengan anggota keluarga Adiwijaya yang lain seperti Vanessa, adik-adiknya dan Inggrid.Hubungan Aida dengan Vanessa membaik. Semua keributan kala itu sudah dim
"Oh iya, kamu benar, Endra. Maaf, yo! Kakekmu ini jadi terus saja bertanya padamu. Sekarang makanlah makananmu! Nanti keburu dingin, Le.""Terima kasih!"Untung saja Endra bicara kalau tidak, Reizo pasti tidak akan lepas dari Adiwijaya yang akan terus menginterogasinya."Nah, kalian yang sudah selesai makan kalau mau meninggalkan meja ini silakan!" seru Adiwijaya sambil menatap mereka yang muda-muda. "Mungkin ada yang mau kalian obrolkan, silakan! Atau kalian mau beristirahat juga? Silakan!""Aku mau ngajakin Dharma berenang dulu di indoor swimming pool-nya Kakek! Boleh, kan?""Ya boleh, lah, Vanessa. Sana kalau kamu mau berenang silakan juga!""Terima kasih, Kakek!"Vanessa memang seperti anak kecil. Usianya yang masih muda memang membuatnya masih sangat suka sekali dengan kehidupan wanita seusia dirinya dan kini pandangan matanya mengarah pada adik-adik Aida."Ayo Arum, Inggrid, Lestari! Kita berenang, yuk!" Vanessa sudah bersemangat sekali mengajak mereka."Ayo deh!"Karena mereka
"Romo benar. Aku tentu saja tidak akan melupakan semua hak-hak cucuku." Endra kini menatap Aida dengan wajah yang sulit diartikan, tapi lebih menunjukkan kesedihannya. "Dan Romo juga benar lagi, kalau aku memang harus meminta maaf padamu, Aida. Untuk semua yang sudah kulakukan padamu yang sudah menyakitimu sampai membuat dirimu—""Tidak perlu dilanjutkan, Papa! Aku sudah memaafkan semuanya sebelum Papa menjelaskan. Aku sudah tidak memikirkan masalah itu lagi, apalagi Mas Reiko juga pernah menceritakan padaku tentang dukungan Papa untuk hubungan kami.""Dia bilang begitu?""Ya, sepulang dari Maroko, Mas Reiko mengatakannya padaku." Aida menceritakan sedikit apa saja yang diceritakan oleh suaminya kala itu.Suasana agak sedikit adem dan melow dibuat Aida. Menimbulkan perasaan bersalah yang semakin besar dalam hati Endra.Aifah, dia memang mirip sekali dengan dirimu. Sosok seorang wanita yang bisa membuat laki-laki sepertiku dan seperti putraku menjadi tegar, bahagia dan menikmati cinta
"Kau sengaja mengosongkan pikiranmu?"Sementara itu setelah Aida dan Reizo pamit meninggalkan kediaman Adiwijaya, keduanya langsung melaju dengan mobil menuju kediaman Reiko. Semua untuk terlihat normal.Tapi sayangnya selama perjalanan, Aida tidak bicara apa pun dan pria itu tidak bisa mendengar satu kata pun dalam benak Aida sehingga dia juga penasaran Apa yang sedang dipikirkan oleh wanita yang duduk di sampingnya itu. "Oh, jadi penting untuk tahu apa yang ada di pikiranku, tapi tidak penting untuk menjawabnya, begitu?"Sebenarnya ini bukanlah sebuah pertanyaan, tapi sebuah sindiran yang diberikan Aida pada orang di sampingnya. Selama mereka berada di rumah Adiwijaya, Aida sering sekali mengajaknya bicara. Hanya untuk berdiskusi apa yang baik atau yang seharusnya tidak dikatakan. Tapi dia tidak pernah mendapat respon apa pun.Makanya, Aida berpikir kalau rasanya tidak perlu dia memikirkan apa pun selama dia masih memakai rompi itu. Aida tak sangka saja kalau aksi yang dibuatnya s
"Kami pakai dua laptop."Orang yang ada bersamanya tidak bisa mendengarnya karena memang Aida tidak menggunakan jaket apa pun lagi, begitupun dengan lawan bicaranya. Jadi mereka bicara seperti manusia sewajarnya."Kau ingin mengambil laptopmu dulu?""Tak perlu. Kau bisa tunjukkan apa yang ingin kau tahu, nanti aku bisa menjawabnya. Karena kalau aku sudah masuk kamar, aku malas keluar lagi.""Baiklah kalau begitu. Bantu aku jelaskan ini!"Satu persatu pertanyaan diberikan oleh Reizo dan setiap pertanyaan itu pun dijawab Aida dengan sangat memuaskan.Ini yang membuat pria itu yakin kalau Aida memang mengerti tentang bisnis Reiko.Reizo tak bodoh, dia sebetulnya tidak perlu bertanya pada Aida untuk permasalahan bisnis perusahaan Adiwijaya. Dia sudah diberikan data lengkap oleh Seno. Cukup mempelajari history perusahaan Reizo yang memang sudah lama berkecimpung dalam dunia bisnis pasti paham.Dia tak membohongiku. Dia memang dipercaya oleh Reiko dan kurasa dia memiliki hak lebih banyak ket
"Keluarganya yang kumaksud adalah keluarga besarnya, yaitu keluarga Adiwijaya." Aida sebetulnya yakin dia tidak perlu memperjelas ini.Tapi sayangnya, orang yang ada di hadapannya sepertinya belum paham ke mana arah pembicaraan mereka."Dan untuk diriku sendiri, kau jangan khawatir! Aku juga tak menginginkan siapa pun menjadi pengganti suamiku dan aku sudah berjanji padanya, kalau aku tidak akan pernah menggantikannya dengan lelaki mana pun. Kau mengerti? Sudah paham? Dan sekarang aku bisa pergi, kan?" Aida ingin kembali ke dalam kamarnya dan menghentikan pembicaraan yang sudah tidak lagi terarah ini."Oh, ya. Ada satu hal lagi!"Tapi sebelum dia membalikkan badan Reizo kembali menghentikan langkahnya."Apa?""Soal restoranmu, aku akan mengembalikannya padamu supaya kau bisa mengurusnya.""Ah, kurasa kau tidak perlu mengembalikannya padaku. Aku tidak mungkin bisa mengurusnya lagi.""Apa maksudmu?""Maksudku, aku tidak mungkin lagi mengurusnya. Itu artinya, aku tidak mungkin lagi menga
Dia benar. Seharusnya aku tidak merasa terganggu. Toh aku juga sudah biasa di-bully olehnya. Tapi kenapa sekarang aku malah mendatanginya hanya untuk mengatakan kalau aku tidak punya perasaan apa pun pada wanita itu?"Hei, kenapa kau membuka jaketnya? Kau tidak mau aku mendengar apa yang kau katakan di hatimu, tapi kan aku masih punya tangan untuk menyentuhmu jika aku mau tahu apa yang kau pikirkan!"Reizo memang sudah membuka jaket yang digunakannya sesaat setelah Alan menyindirnya tadi. Jadi apa yang dia katakan dalam benaknya ini memang tidak terdengar oleh siapa pun. Dan makin senanglah Alan mem-bully-nya meski dia sendiri tak menyentuh Reizo."Hei, ayolah jujur padaku! Kau merasakan sesuatu yang aneh padanya, bukan?""Bukan sebuah rasa seperti yang kau pikirkan seperti rasa yang kau miliki antara dirimu dengan istrimu. Tidak yang seperti itu. Dia hanya seperti wanita yang sangat aneh.""Hmm, minum?"Temannya sudah duduk di kursi dan Alan mengambilkan satu bir dingin untuk Reizo.
"Ah, baiklah. Aku akan menurut padamu. Aku akan sehat dan aku ingin melihat bayi-bayi itu. Ya ampuuuun, anakku akan punya anak kembar tiga? Aku sangat beruntung sekali jika bisa memeluk mereka. Dan pasti Reiko juga istrinya senang, bukan? Aku masih ingat wajahnya dulu yang selalu bahagia setiap menceritakan tentang istrinya."Mommy, kau dari dulu selalu saja memperhatikannya dan selalu menyayanginya lebih dariku. Padahal yang ada di sisimu setiap hari itu aku. Tapi yang kau tanyakan pasti dia terus. Dan kau selalu sangat bahagia sekali setiap cerita padaku, kau bicara dengannya. Kau bilang dia sangat manis dan baik. Kau sangat menyukai cara dia bicara dan masih banyak lagi. Tapi apa kau tahu, dia begitu lemah dan bodoh? Sampai akhirnya dia mati karena kebodohannya sendiri. Lalu kenapa aku selalu saja iri setiap kali kau merindukan anakmu yang itu?Reizo melihat kegembiraan Aifah dengan informasi yang dia bawa sendiri. Rasa hatinya begitu kesal sekali. Padahal tidak ada yang salah dari