"Kami pakai dua laptop."Orang yang ada bersamanya tidak bisa mendengarnya karena memang Aida tidak menggunakan jaket apa pun lagi, begitupun dengan lawan bicaranya. Jadi mereka bicara seperti manusia sewajarnya."Kau ingin mengambil laptopmu dulu?""Tak perlu. Kau bisa tunjukkan apa yang ingin kau tahu, nanti aku bisa menjawabnya. Karena kalau aku sudah masuk kamar, aku malas keluar lagi.""Baiklah kalau begitu. Bantu aku jelaskan ini!"Satu persatu pertanyaan diberikan oleh Reizo dan setiap pertanyaan itu pun dijawab Aida dengan sangat memuaskan.Ini yang membuat pria itu yakin kalau Aida memang mengerti tentang bisnis Reiko.Reizo tak bodoh, dia sebetulnya tidak perlu bertanya pada Aida untuk permasalahan bisnis perusahaan Adiwijaya. Dia sudah diberikan data lengkap oleh Seno. Cukup mempelajari history perusahaan Reizo yang memang sudah lama berkecimpung dalam dunia bisnis pasti paham.Dia tak membohongiku. Dia memang dipercaya oleh Reiko dan kurasa dia memiliki hak lebih banyak ket
"Keluarganya yang kumaksud adalah keluarga besarnya, yaitu keluarga Adiwijaya." Aida sebetulnya yakin dia tidak perlu memperjelas ini.Tapi sayangnya, orang yang ada di hadapannya sepertinya belum paham ke mana arah pembicaraan mereka."Dan untuk diriku sendiri, kau jangan khawatir! Aku juga tak menginginkan siapa pun menjadi pengganti suamiku dan aku sudah berjanji padanya, kalau aku tidak akan pernah menggantikannya dengan lelaki mana pun. Kau mengerti? Sudah paham? Dan sekarang aku bisa pergi, kan?" Aida ingin kembali ke dalam kamarnya dan menghentikan pembicaraan yang sudah tidak lagi terarah ini."Oh, ya. Ada satu hal lagi!"Tapi sebelum dia membalikkan badan Reizo kembali menghentikan langkahnya."Apa?""Soal restoranmu, aku akan mengembalikannya padamu supaya kau bisa mengurusnya.""Ah, kurasa kau tidak perlu mengembalikannya padaku. Aku tidak mungkin bisa mengurusnya lagi.""Apa maksudmu?""Maksudku, aku tidak mungkin lagi mengurusnya. Itu artinya, aku tidak mungkin lagi menga
Dia benar. Seharusnya aku tidak merasa terganggu. Toh aku juga sudah biasa di-bully olehnya. Tapi kenapa sekarang aku malah mendatanginya hanya untuk mengatakan kalau aku tidak punya perasaan apa pun pada wanita itu?"Hei, kenapa kau membuka jaketnya? Kau tidak mau aku mendengar apa yang kau katakan di hatimu, tapi kan aku masih punya tangan untuk menyentuhmu jika aku mau tahu apa yang kau pikirkan!"Reizo memang sudah membuka jaket yang digunakannya sesaat setelah Alan menyindirnya tadi. Jadi apa yang dia katakan dalam benaknya ini memang tidak terdengar oleh siapa pun. Dan makin senanglah Alan mem-bully-nya meski dia sendiri tak menyentuh Reizo."Hei, ayolah jujur padaku! Kau merasakan sesuatu yang aneh padanya, bukan?""Bukan sebuah rasa seperti yang kau pikirkan seperti rasa yang kau miliki antara dirimu dengan istrimu. Tidak yang seperti itu. Dia hanya seperti wanita yang sangat aneh.""Hmm, minum?"Temannya sudah duduk di kursi dan Alan mengambilkan satu bir dingin untuk Reizo.
"Ah, baiklah. Aku akan menurut padamu. Aku akan sehat dan aku ingin melihat bayi-bayi itu. Ya ampuuuun, anakku akan punya anak kembar tiga? Aku sangat beruntung sekali jika bisa memeluk mereka. Dan pasti Reiko juga istrinya senang, bukan? Aku masih ingat wajahnya dulu yang selalu bahagia setiap menceritakan tentang istrinya."Mommy, kau dari dulu selalu saja memperhatikannya dan selalu menyayanginya lebih dariku. Padahal yang ada di sisimu setiap hari itu aku. Tapi yang kau tanyakan pasti dia terus. Dan kau selalu sangat bahagia sekali setiap cerita padaku, kau bicara dengannya. Kau bilang dia sangat manis dan baik. Kau sangat menyukai cara dia bicara dan masih banyak lagi. Tapi apa kau tahu, dia begitu lemah dan bodoh? Sampai akhirnya dia mati karena kebodohannya sendiri. Lalu kenapa aku selalu saja iri setiap kali kau merindukan anakmu yang itu?Reizo melihat kegembiraan Aifah dengan informasi yang dia bawa sendiri. Rasa hatinya begitu kesal sekali. Padahal tidak ada yang salah dari
"Ya Tuhan, lagi-lagi kau ke-GR-an. Siapa juga yang menyukaimu? Aku melihatmu karena aku ingin menanyakan padamu siapa yang mengajarimu soal air tadi. Dan kapan kau mandi dengan gayung? Memangnya kau terlalu sulit hidupnya sampai kau tidak pakai shower di rumahmu?""Aku dibesarkan di negara komunis. Di mana semua kebutuhan saat itu sangat mahal. Aku dibesarkan di satu asrama sekolah dan di sana kami mandi dengan gayung. Kami tidak boleh menggunakan air terlalu banyak. Dan kami diajarkan seperti itu."Ya ampun. Aku sempat berpikir kalau dia ini menerapkan hadist Rasulullah dan mempelajari Islam. Ternyata dia tinggal di tempat komunis dan di sana memang semuanya serba terbatas.Aida menggerutu sendiri dalam hatinya karena memang dia sudah berpikir terlalu jauh. Konsep menggunakan air tidak berlebihan memang itu yang diajarkan dalam agamanya."Ehem, sebelum kau berangkat makan dulu. Aku sudah siapkan makanan." Aida mencoba mengalihkan pembicaraan."Dan jangan berpikir kalau aku menyukaimu.
Sementara itu beberapa jam sebelumnya ....[Rafael, kita sergap sekarang?][Hmm. Lakukanlah, Jo!]Rafael memerintahkan dengan komando dari dalam hatinya karena memang dia tidak ada di satu tempat bersama dengan Jo dan Leo yang kini sedang menyerang satu rumah dan baru saja mendobrak masuk."Daddyyyyyy!"Tapi sayangnya, saat kedua teman Rafael masuk ke dalam ruangan itu kondisinya tidak seperti yang mereka harapkan."Huuuh, si—siapa kalian? Apa kalian juga akan membunuh ayahku?"Dua orang yang ditanya langsung diam. Dan wanita itu memang tadi menangis histeris. Terlihat air mata membasahi pipinya dan memang belum lama ini terjadi serangannya."Tadi aku lihat ayahmu baik-baik saja saat masuk ke sini.""Aku juga tidak tahu. Aku ingin bicara dengan ayahku, tapi tiba-tiba ada seseorang masuk ke sini dan menghujani tubuh ayahku dengan pisau. Dan sekarang ayahku sudah tidak lagi bernyawa."Tadi saat mereka masuk, pria itu masih bernapas, tapi dengan pisau sebanyak itu, tentu saja dia tidak a
[Kembali ke markas!]Tak pikir panjang setelah ada serangan fosfor dan orang yang ingin dilindungi Rafael juga terluka terkena tusukan,maka saat itu dia memberikan komando untuk kembali ke markas tanpa mengejar Alexander dulu.Dalam kondisi tak fokus dan mereka juga tidak tahu ke mana perginya Alexander, ini akan berbahaya untuk mereka.Rafael tentu saja tidak akan pernah membahayakan kondisi teman-temannya. Cuma, dia dan seseorang yang ditolongnya sampai lebih dulu ke laboratorium, makanya Aida sempat kaget melihat siapa yang dibawanya. Barulah beberapa detik kemudian Jo dan Leo menyusul."Kau ada di sini?""Fuuuh! Rafael! Aku pikir kau tidak akan sampai ke sini! Untung saja kau tidak kenapa-napa!"Aida belum menjawab pertanyaan itu, tapi ada dua orang lagi yang baru saja sampai dan langsung mendekat pada Rafael dan terlihat lega. Mereka memang seharusnya saling melindungi dan kembali ke portal bersamaan. Tapi Rafael tak sempat untuk memegang tangan mereka. Yang penting terhindar dulu
"Tentu kita tidak akan melakukan hal itu, Dokter Juna. Tapi aku rasa, kita punya teknologi baru yang bisa kita gunakan seperti alat untuk mengangkat kanker yang banyak dilakukan oleh rumah sakit-rumah sakit di Jepang mulai dari beberapa tahun lalu.""Ah, robot itu yang kau maksud, Aida?""Iya, benar." Aida antusias."Jadi begini, zat ini kan sebenarnya tidak berbahaya ada di kepalanya dan kita bisa menyayatnya tipis tanpa mengenai lapisan otaknya. Mungkin kita bisa meninggalkan sisa tipis dari lapisan ini sekitar 0,1 mili supaya tidak merusak otaknya. Dan nanti kita observasi lagi apakah zat tersebut berbahaya atau tidak setelah ditinggalkan. Yang pasti tidak seberat ini dan akan menekan otak di bawahnya karena ini yang mengganggu dan membuat Archie terus-terusan ada pendarahan dari hidungnya dan dia juga sering mengalami pusing dan ketidakseimbangan. Kalau ini dibiarkan akan,semakin mengganggu fungsi saraf yang tertindih ini.""Kau benar, Aida. Kita tidak bisa membiarkan ini terus ad