"Ingat, besok kita ada perubahan jadwal. Setiap pagi kamu mengerjakan soal yang aku berikan padamu dan itu selesai sarapan pagi. Siang aku akan memberikan lagi soal untukmu. Dan kita akan berangkat ke rumah Ibra jam setengah empat sore. Untuk antisipasi macet jam pulang kantor jadi satu setengah jam lebih cepat."Bukan menjawab pertanyaan yang dibutuhkan oleh Aida, malah kata-kata itu yang terurai dari bibir Reiko."Tapi kan aku nggak nanyain itu."Makanya Aida protes seperti ini."Kamu tanya apa? Aku ngomong sama Ibra kamu istriku dan itu yang mau kamu tanyain, hmmm?”Jelas Reiko sudah mendengar."Sekarang kamu pikirin aja pakai logika dan otakmu yang dangkal itu. Kalau aku yang cuma punya dua adik perempuan dan dua-duanya juga sudah dikenal oleh Ibra. Bahkan dia juga sudah pernah ketemu dengan adik-adikku dulu, apa mungkin aku minta dia untuk menolong seseorang yang tidak ada hubungannya denganku?"Sampai di situ Reiko menarik napas sejenak tapi dia tidak membiarkan Aida bicara."Aku
"Saya turun dulu, Pak." Aida menunjukkan kemarahannya yang tertahan. "Jangan lupa solat Ashar.""Heiiiiish. Dia kesal padaku makanya dia bilang begitu, bukan? Sholat Ashar."Setelah lima detik Aida turun dari dalam mobilnya, Reiko mendengus seperti ini.Heish, tapi kenapa saat aku ada di dekatnya, aku jadi semakin sulit untuk mengendalikan diri? resah di hati Reiko.Aku juga tidak mau mengecupnya tadi. Tapi rasa-rasanya aku tidak mau pergi kalau aku belum mendapatkan itu.Reiko jadi gila sendiri dengan pikirannya ini dan sudah senyum-senyum sendiri.Tapi wajar bukan, kalau aku mendapatkan itu? Hari ini aku sudah bersusah payah untuk menolongnya. Bahkan aku harus melakukan sesuatu dipaksa-paksa. Anggap saja itu adalah hukuman untuknya.Reiko setelah memikirkan ini dia sudah bergegas untuk meninggalkan apartemennya dengan satu bayangan seseorang yang membuat dirinya menggerutu."Ibra, ini gara-gara kau. Lihat apa yang dikatakannya. Jangan lupa solat Ashar?"Apa salah pesan yang dikatakan
Haissssh, apa-apaan sih dia. Aida gusar.Sesaat setelah Aida keluar dari mobil Reiko, tujuannya adalah berjalan cepat menuju ke lift.Lagi-lagi dia mengambil kesempatan dariku, bukan? Mau apa dia? Dan ini tidak ada apa pun alibinya. Tapi, kenapa dia malah mengecupku dan bicara jangan terlalu dipikirkan?Bagaimana bisa Aida tidak memikirkan itu, sedangkan dia merasakan sendiri kecupan di dahinya itu.Merindinglah tubuhnya saat ini, ketika dia membayangkannya.Menjijikan. Aku tidak boleh terus-terusan teringat soal itu.Aida mengingatkan jauh dalam lubuk hatinya saat dirinya keluar dan menuju ke arah pintu apartemen.Tenang, di sini ada CCTV jadi jangan sampai dia memperhatikanmu melakukan tindakan aneh-aneh yang membuatnya merasa senang.Aida ingat sesuatu yang penting, makanya dia kini berjalan cepat menuju ke kamarnya."Aaaakh."CCTV tidak bisa merekam suara, bukan?Ini pula yang membuat dirinya memekik sekencang mungkin lalu membuka kerudungnya dan bergegas berlari menuju kamar mandi
"Kenapa menatapku begitu? Jangan pikir macam-macam. Kepalaku memang benar-benar pusing sekarang."Memang betul apa yang dikatakan oleh Reiko, kalau Aida saat ini curiga padanya.Bahkan wanita itu juga sudah memicingkan matanya. Aida ingin menolak permintaan Reiko.Tapi, karena dia memang melihat dari tadi Reiko bilang pening, sekarang juga wajahnya terlihat menahan sakit, akhirnya rasa kasihan itulah yang membuat dirinya terpaksa lagi membantu pria berstatus suaminya itu."Wah kenapa bisa gini sih, Pak? Ini merah sekali, Pak!"Saat Aida mulai mengerokinya bisa dilihat jelas kalau Reiko tidak pura-pura sakit. Sebentar saja sudah merah sekali."Sudah kubilang kepalaku pening. Tadi aku sudah mandi pakai air hangat, sudah makan juga, tapi masih belum hilang-hilang, malah tambah sakit badanku!""Masuk angin ini, Pak. Kecapean juga.""Kali ya? Mungkin banyak pikiran juga?""Emang ada masalah Pak, dikerjaannya?""Hmm, menurutmu apa mungkin ada orang yang mencurangiku?""Hihi, kalau lihat kebi
"Kenapa keluar dari ruang kerjaku nggak bilang-bilang?"Bukan menjawab pertanyaan Aida, malah tanya ini duluan yang dilontarkan oleh seseorang yang baru juga membuka matanya karena mereka memiliki jam biologis yang sama."Oh itu, Pak? Ya soalnya kan saya udah selesai kerjaannya, ngerikin sama mijitin Bapak. Terus saya mau ngapain lagi di sana? Ya udah saya selimutin Bapak, terus saya turun ke kamar saya."Aida akhirnya menjelaskan, meski degup jantungnya tak tenang dalam posisi sedekat ini dengan Reiko."Terus, Bapak ngapain masuk kamar saya? Kan Bapak udah tidur di sana, sih?"Namun bukan Aida namanya kalau dia berani bertanya balik dan masih bersikeras ingin tahu apa alasan pria itu bisa muncul di kamarnya.Ini juga yang membuat dirinya kesal.Kenapa dia juga tidak mengunci kamarnya?Tapi meski dikunci juga, bukankah dia bisa tetap membuka pintu kamarku?Ya Aida tak lagi menyalahkan dirinya sendiri. Dia hanya bersungut menunggu jawaban dari pria yang masih menatapnya itu."Harusnya
"Apa maksudmu tadi bilang jangan?"Reiko tak paham.Bukankah seharusnya Aida senang kalau dia memberanikan diri bicara dengan Brigita soal perasaannya ini? Reiko berani menanggung resikonya kalaupun Brigita marah, dia akan berusaha untuk menjelaskan apa yang terjadi. Dan dia memang harus menerima ini.Salahnya sendiri yang tidak jelas perasaannya. Tapi Kenapa Aida harus melarangnya?"Mas Reiko!""Kamu ….""Iya, saya akan memanggil Bapak Reiko Byakta Adiwijaya dengan sebutan Mas Reiko mulai saat ini juga, asalkan Bapak tidak membicarakan masalah ini sama Ratu Lebah. Semua kejadian ini. Semua hubungan kita dan dari mana awal ini semua bisa terjadi, saya mau ini dirahasiakan Mas Reiko!""Apa maksudmu?"Reiko masih tak paham dengan apa yang diinginkan oleh Aida. Telinganya yang salah dengar, kah? Atau anak itu memang otaknya makin bodoh?Reiko masih menyorot mata wanita yang terlihat sembab itu dan meminta penjelasan lebih."Jangan jadikan saya orang ketiga dalam hubungan Mas Reiko dengan
"Kenapa bukannya menjawab malah memeluk saya, Mas Reiko?""Memelukku bukan memeluk saya! Kamu gak lagi ngomong sama atasanmu, Ai!"Reiko membenarkan ucapan Aida di saat dirinya memang tidak berniat untuk menjawab pertanyaan terakhir dari Aida barusan.Tangan kirinya malah menyambar tubuh wanita itu dan membuatnya berada dalam cangkumannya kembali."Iyalah, Mas Reiko. Kan aku masih harus adaptasi dulu. Dari pembantu jadi simpanan majikan, gitu?""Ssshhh! Mulutmu ini kalau bicara ngegatelin. Jelas kamu bukan simpanan, tapi istriku!"Lagi-lagi dia mengecup kepalaku!Reiko baru selesai bicara dan memberikan kecupan lagi di dahi Aida yang masih didekapnya erat, membuat wanita itu menggerutu."Aku benar-benar nggak nyangka kalau hidupku akan kayak gini!" Lalu Reiko malah bicara seperti ini membuat Aida menahan tawa."Lah, memangnya Mas Reiko pikir aku juga bakalan menyangka kalau hidupku akan seperti ini? Nikah sama laki-laki yang aku sangka baik padahal baj ….""Kamu malah bercanda padaku?
"Itu soalan lain!" Aida mau membela dirinya."Ssssh, jangan berdebat denganku!" Tapi Reiko langsung menggertaknya."Coba aku tanya padamu soal-soal yang tadi malam kamu kerjakan itu. Berapa persen kamu yakin benar, hmmm?""Heheehehe!"Ditanya seperti ini , Aida malah terkekeh."Mas Reiko bisa menyingkir dulu, ndak?"Tak tahu lagi harus bagaimana menjawabnya, Aida malah meminta ini."Badannya Mas Re