"Kenapa menatapku begitu? Jangan pikir macam-macam. Kepalaku memang benar-benar pusing sekarang."Memang betul apa yang dikatakan oleh Reiko, kalau Aida saat ini curiga padanya.Bahkan wanita itu juga sudah memicingkan matanya. Aida ingin menolak permintaan Reiko.Tapi, karena dia memang melihat dari tadi Reiko bilang pening, sekarang juga wajahnya terlihat menahan sakit, akhirnya rasa kasihan itulah yang membuat dirinya terpaksa lagi membantu pria berstatus suaminya itu."Wah kenapa bisa gini sih, Pak? Ini merah sekali, Pak!"Saat Aida mulai mengerokinya bisa dilihat jelas kalau Reiko tidak pura-pura sakit. Sebentar saja sudah merah sekali."Sudah kubilang kepalaku pening. Tadi aku sudah mandi pakai air hangat, sudah makan juga, tapi masih belum hilang-hilang, malah tambah sakit badanku!""Masuk angin ini, Pak. Kecapean juga.""Kali ya? Mungkin banyak pikiran juga?""Emang ada masalah Pak, dikerjaannya?""Hmm, menurutmu apa mungkin ada orang yang mencurangiku?""Hihi, kalau lihat kebi
"Kenapa keluar dari ruang kerjaku nggak bilang-bilang?"Bukan menjawab pertanyaan Aida, malah tanya ini duluan yang dilontarkan oleh seseorang yang baru juga membuka matanya karena mereka memiliki jam biologis yang sama."Oh itu, Pak? Ya soalnya kan saya udah selesai kerjaannya, ngerikin sama mijitin Bapak. Terus saya mau ngapain lagi di sana? Ya udah saya selimutin Bapak, terus saya turun ke kamar saya."Aida akhirnya menjelaskan, meski degup jantungnya tak tenang dalam posisi sedekat ini dengan Reiko."Terus, Bapak ngapain masuk kamar saya? Kan Bapak udah tidur di sana, sih?"Namun bukan Aida namanya kalau dia berani bertanya balik dan masih bersikeras ingin tahu apa alasan pria itu bisa muncul di kamarnya.Ini juga yang membuat dirinya kesal.Kenapa dia juga tidak mengunci kamarnya?Tapi meski dikunci juga, bukankah dia bisa tetap membuka pintu kamarku?Ya Aida tak lagi menyalahkan dirinya sendiri. Dia hanya bersungut menunggu jawaban dari pria yang masih menatapnya itu."Harusnya
"Apa maksudmu tadi bilang jangan?"Reiko tak paham.Bukankah seharusnya Aida senang kalau dia memberanikan diri bicara dengan Brigita soal perasaannya ini? Reiko berani menanggung resikonya kalaupun Brigita marah, dia akan berusaha untuk menjelaskan apa yang terjadi. Dan dia memang harus menerima ini.Salahnya sendiri yang tidak jelas perasaannya. Tapi Kenapa Aida harus melarangnya?"Mas Reiko!""Kamu ….""Iya, saya akan memanggil Bapak Reiko Byakta Adiwijaya dengan sebutan Mas Reiko mulai saat ini juga, asalkan Bapak tidak membicarakan masalah ini sama Ratu Lebah. Semua kejadian ini. Semua hubungan kita dan dari mana awal ini semua bisa terjadi, saya mau ini dirahasiakan Mas Reiko!""Apa maksudmu?"Reiko masih tak paham dengan apa yang diinginkan oleh Aida. Telinganya yang salah dengar, kah? Atau anak itu memang otaknya makin bodoh?Reiko masih menyorot mata wanita yang terlihat sembab itu dan meminta penjelasan lebih."Jangan jadikan saya orang ketiga dalam hubungan Mas Reiko dengan
"Kenapa bukannya menjawab malah memeluk saya, Mas Reiko?""Memelukku bukan memeluk saya! Kamu gak lagi ngomong sama atasanmu, Ai!"Reiko membenarkan ucapan Aida di saat dirinya memang tidak berniat untuk menjawab pertanyaan terakhir dari Aida barusan.Tangan kirinya malah menyambar tubuh wanita itu dan membuatnya berada dalam cangkumannya kembali."Iyalah, Mas Reiko. Kan aku masih harus adaptasi dulu. Dari pembantu jadi simpanan majikan, gitu?""Ssshhh! Mulutmu ini kalau bicara ngegatelin. Jelas kamu bukan simpanan, tapi istriku!"Lagi-lagi dia mengecup kepalaku!Reiko baru selesai bicara dan memberikan kecupan lagi di dahi Aida yang masih didekapnya erat, membuat wanita itu menggerutu."Aku benar-benar nggak nyangka kalau hidupku akan kayak gini!" Lalu Reiko malah bicara seperti ini membuat Aida menahan tawa."Lah, memangnya Mas Reiko pikir aku juga bakalan menyangka kalau hidupku akan seperti ini? Nikah sama laki-laki yang aku sangka baik padahal baj ….""Kamu malah bercanda padaku?
"Itu soalan lain!" Aida mau membela dirinya."Ssssh, jangan berdebat denganku!" Tapi Reiko langsung menggertaknya."Coba aku tanya padamu soal-soal yang tadi malam kamu kerjakan itu. Berapa persen kamu yakin benar, hmmm?""Heheehehe!"Ditanya seperti ini , Aida malah terkekeh."Mas Reiko bisa menyingkir dulu, ndak?"Tak tahu lagi harus bagaimana menjawabnya, Aida malah meminta ini."Badannya Mas Re
"Ehem, aku belum ada niatan untuk melakukannya lagi."Tanpa rasa bersalah, Reiko jujur bicara sesuai dengan isi hatinya. Bahkan dia juga menyematkan senyum di bibirnya pada Aida."Tapi, aku berjanji padamu suatu saat kalau waktunya tiba, aku pasti akan melakukannya nanti denganmu. Tapi tidak sekarang.""Hihihi!" Jawaban yang membuat Aida terkekeh pelan."Apa yang lucu?" Makanya Reiko menimpali lagi. Dirinya kadang tak suka kalau melihat Aida sudah ketawa seperti itu."Nggak ada! Cuma aku bingung aja, Mas Reiko tadi bilang saat yang tepat! Hihihi, bahkan kit
"Ya, melanjutkan permainan ini! Sesuai dengan harga yang sudah kubayar!"Mereka sudah melakukannya kemarin dan hari ini pun mereka melakukannya juga.Tak ada di antara mereka yang keluar kamar, bahkan Brigita sendiri sudah melarang temannya untuk datang ke kamarnya.Sean memang sudah punya perjanjian dengan Brigita."Aku akan pulang ke London dua hari lagi. Jadi aku ingin benar-benar menikmati yang sudah kubayar!""Tapi, kau harus melepaskanku besok, karena aku ada presentasi!""Hanya beberapa jam, bukan?"
Ternyata hanya satu orang yang bisa membujuknya untuk pergi sholat yaitu Bang Ibra! Hahaha!Aida hanya terkekeh pelan saja, ketika Reiko sudah keluar dari ruangannya dan dia pun melanjutkan rencana sholatnya.Lagi pula tadi dia nothing to lose saja yang dilakukannya. Kalau Reiko mau syukur. Kalau masih tetap menolak sholat, ya sudah intinya Aida hanya mengajak, bukan memaksa.Tapi pria itu menolak dan kini Aida juga sudah berusaha fokus pada ibadahnya. Meski sulit.Tuhan … apa salahkah yang kulakukan? Aku memang mencintainya dan aku menjadikan kesempatan ini untuk membuatku tidak terlalu merindukannya seperti beberap