"Hahaha, dari mana Anda bisa seyakin itu sih, Pak?"Aida tahu dia tadi baru saja mendapat hinaan dari Reiko dan pria itu sangat pede sekali mengatakan semua hipotesa barusan padanya.Tapi tak berpengaruh pada gadis itu.Aida masih cukup berani untuk menantang Reiko dengan gelak tawanya."Karena aku laki-lakilah," jawab Reiko santai, tak peduli dengan Aida yang masih cekikikan.Mata itu masih menyorot pada Aida meskipun saat ini kondisi tubuh Reiko sudah berdiri dan dia melipat kedua tangannya memperhatikan Aida yang tak berhenti tertawa.Jawabannya tadi, justru membuat Aida makin tergelak. "Kamu sedih sampe ketawa karena ga bisa nangis lagi?""Bukan Pak. Tapi karena bapak lucu. Hahaha." dengan keyakinan yang ada dalam dirinya Aida memang serius menertawai Reiko. "Kamu nggak percaya sama yang aku bilang?" "Memang bapak Tuhan makanya saya harus percaya?""Hei aku bicara serius ini," protes Reiko yang memang sebenarnya tidak bisa terima kalau ditertawai."Hmm." Dan Aida mengangguk pela
“Tuhanku yang Maha Kaya akan menyiapkan untuk saya seorang pria yang bersih, suci, masih perjaka dan mencintai saya bukan karena fisik saya. Karena saya wanita baik-baik maka jodoh saya adalah pria baik-baik, bukan pezina. Heiiiish, tak berhenti-berhentinya dia menyindirku? Cih!” seru Reiko sambil menatap pintu yang baru ditutup olehnya. “Dasar wanita alim. Jadi sekarang kamu ingin menyindirku dengan bawa-bawa nama Tuhan? Memang kau pikir kamu wanita suci?” Ya percuma Aida mengoceh juga di luar. Walaupun mendengar, Reiko juga tidak mau menimpalinya dia malah mencebik, mengoceh sendiri sambil melihat pintu yang sudah ditutup rapat dan kini bibirnya pun manyun menatap ke arah pembalut di pinggir wastafel.
Alif: Pak Reiko, saya sudah ada di luar apartemen. Tapi tadi saya bunyikan bel dua kali tidak terdengar sepertinya.Reiko: Oh, maaf. Tadi saya di kamar mandi. Sebentar saya keluar dokter Alif."Kan aku udah minta dibatalin."Ekor mata Reiko kembali melirik pada Aida yang membuat langkah kakinya yang mau keluar jadi terhenti."Ya kalau aku batalin kamu ketemu dokter sekarang, lukamu makin parah," ucap Reiko menunjuk ke kaki Aida."Itu akan busuk dan kakimu harus diamputasi. Apa itu yang kamu harapkan?""Eeh eng--""Apa kamu berharap dengan begitu kamu bisa mengikatku selamanya untuk menjadi suamimu, memanfaatkan kebaikan hatiku begitu, hmmm? Menyiksaku harus mencucikan pembalutmu setiap bulan karena kamu gak mampu ngapa-ngapain, membiarkanmu tinggal di sini karena semua rasa bersalahku tak bisa menceraikanmu dan membuatmu jadi duri dalam daging untuk hubunganku dengan Brigita seumur hidupku?" "Lah, saya nggak ada niat sama sekali kayak gitu Pak."Aida tak tahu atas dasar apa Reiko bisa
“Orang itu bicara mulutnya tajam sekali. Apa dia tidak pikir kalau apa yang dia katakan itu bisa merusak mental orang lain kalau orang itu gampang jatuh mental dan punya masalah mental?”Aida sampai geleng-geleng kepala ketika melihat Reiko memang sudah keluar dari kamarnya menuju ke pintu depan untuk menyambut dokter yang tadi dia panggil.Tapi ini tidak menutup pikiran Aida untuk memaki dalam benaknya."Untung saja aku punya iman. Aku tidak percaya begitu saja dengan apa yang dia katakan. Aku tahu Tuhanku pasti punya alasan sendiri membuat aku punya penyakit ini. Dan Dia punya alasan kenapa aku harus seperti ini dan ada satu keuntungan lagi aku tidak menggoda pria dengan bagian tubuh itu, kan. Berarti ini akan mengurangi hisabku nanti di akhirat."Jujur Aida memang kesal dan apa yang dikatakan Reiko ini juga menggores hatinya. Tapi dengan keimanan yang lebih besar di dalam jiwanya, Aida mencoba tetap positif, membesarkan hatinya."Lagi pula nanti kita lihat saja Pak siapa yang lebih
Oh Ya Tuhan, terima kasih sesuai dugaanku, dokter ini cukup baik dan sangat pengertian denganku. dan Engkau mengabulkan permohonanku, Tuhan, bisik Aida di dalam hatinya merasa lega ketika Silvy memang hanya mengecek menggunakan jalur yang diberikan oleh Aida. Dia tak membuka kancing lainnya."Perutmu kembung juga ya? Apa kamu punya penyakit maag?""Aida tidak makan semalaman karena saya pergi dokter Silvy. Saya baru sampai tadi pagi dan dia tidak minta tolong pada siapapun untuk mengambilkan makanan di dapur atau menghubungi siapapun.""Ah, pantas perutnya kembung Pak Reiko. Nanti kasih makan yang lembut dulu ya sebelum makan berat."Dokter itu bicara ramah dengan Reiko dan dia tidak membedakan antara Aida dan Reiko tutur katanya."Iya, baik dokter Silvy."Jawaban yang lagi-lagi membuat Aida mengumpat dalam hatinya.Bisa-bisanya dia seramah itu? Memang orang ini pintar sekali ya buat berperan sandiwara. Harusnya dia mendapatkan nominasi award, sindir di hati Aida melihat Reiko yang men
"Saya rasa sudah cukup jelas, dokter."Tapi sepertinya bukan Aida sasaran yang ingin diajak bicara oleh Silvy. Terbukti dari Silvy yang tersenyum pada pria yang masih berdiri sekitar dua meter dari posisi duduknya."Terima kasih sudah mengingatkan, dokter Silvy."Heish, dokter ini usil sekali dia. Tak tahukah nyawaku sudah di ujung tanduk kalau dia menyinggung Masako? Sungguh keisengan Silvy ini bagai mendorong Aida ketepian jurang, menurut pikiran Aida. Terbayang sudah keributan seperti apan nanti dengan Reiko.Mana aku belum makan lagi, lelah sekali. Aida berbisik lirih dan memilih tak merespon lagi.Untung saja Silvy tidak bicara macam-macam lagi. Dia hanya menanyakan hal-hal standar seperti apakah terasa sakit dan bagaimana nanti Aida harus merawat luka-lukanya itu."Nah, sudah selesai."Akhirnya setelah 2 jam kedua dokter itu berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka. Ini agak lama karena memang serpihannya halus dan mereka memang berhati-hati sekali. Terutama Alif, dia juga harus
Habislah aku. Saat dia kembali nanti dia pasti akan mengomel padaku kan? keluh Aida di dalam hatinya sambil dia meringis pelan"Mana aku laper lagi, haduuuh, dari kemarin aku juga belum makan. Bahkan dari hari sebelumnya aku belum makan. Apa dia lupa pecelku dimakan olehnya?"Aida bicara sambil menggerakkan tangan kanannya yang sudah bisa digerakkan perlahan-lahan jarinya karena anestesinya sudah mau habis.Tapi tangan kiri dan kaki kanannya masih belum merespon apapun. Dan Aida baru bener-bener bisa merasakan lapar itu sekarang.Tadi malam dia demam dan malam sebelumnya dia sudah kelelahan karena harus merapikan rumah."Dan ke mana dia? Apa dia meninggalkanku lagi di apartemen ini sendirian? Ya ampun kalau begitu aku harus menunggu sampai anastesi ini hilang baru bisa ambil makan."Posisi Aida sekarang juga masih ada di tengah tempat tidur. Tidak dipinggir kanan dan kiri karena tadi untuk memudahkan Alif dan Silvy mengobatinya."Dan aku belum minum obat pereda nyeri. Kalau begini cer
"Mulutmu itu, selalu saja bikin gatel telingaku.""Hehehe ... canda, Masako, atau MasRoy, singkatan dari Mas Royco?Hahaha."Saat itu pula Reiko menaruh sendok di mangkuk bubur dan matanya mendelik pada Aida yang tadi bisik-bisik padanya dan sekarang tertawa geli."Mau membuat masalah baru denganku, hmm? Belum puas sakit dan tanganmu dalam kondisi seperti ini?"Tapi tampaknya Reiko tak sedang ingin bercanda."Iya, iya Pak MasRoy.""Pak."
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku