“Tuhanku yang Maha Kaya akan menyiapkan untuk saya seorang pria yang bersih, suci, masih perjaka dan mencintai saya bukan karena fisik saya. Karena saya wanita baik-baik maka jodoh saya adalah pria baik-baik, bukan pezina. Heiiiish, tak berhenti-berhentinya dia menyindirku? Cih!” seru Reiko sambil menatap pintu yang baru ditutup olehnya.
“Dasar wanita alim. Jadi sekarang kamu ingin menyindirku dengan bawa-bawa nama Tuhan? Memang kau pikir kamu wanita suci?”
Ya percuma Aida mengoceh juga di luar. Walaupun mendengar, Reiko juga tidak mau menimpalinya dia malah mencebik, mengoceh sendiri sambil melihat pintu yang sudah ditutup rapat dan kini bibirnya pun manyun menatap ke arah pembalut di pinggir wastafel.
Alif: Pak Reiko, saya sudah ada di luar apartemen. Tapi tadi saya bunyikan bel dua kali tidak terdengar sepertinya.Reiko: Oh, maaf. Tadi saya di kamar mandi. Sebentar saya keluar dokter Alif."Kan aku udah minta dibatalin."Ekor mata Reiko kembali melirik pada Aida yang membuat langkah kakinya yang mau keluar jadi terhenti."Ya kalau aku batalin kamu ketemu dokter sekarang, lukamu makin parah," ucap Reiko menunjuk ke kaki Aida."Itu akan busuk dan kakimu harus diamputasi. Apa itu yang kamu harapkan?""Eeh eng--""Apa kamu berharap dengan begitu kamu bisa mengikatku selamanya untuk menjadi suamimu, memanfaatkan kebaikan hatiku begitu, hmmm? Menyiksaku harus mencucikan pembalutmu setiap bulan karena kamu gak mampu ngapa-ngapain, membiarkanmu tinggal di sini karena semua rasa bersalahku tak bisa menceraikanmu dan membuatmu jadi duri dalam daging untuk hubunganku dengan Brigita seumur hidupku?" "Lah, saya nggak ada niat sama sekali kayak gitu Pak."Aida tak tahu atas dasar apa Reiko bisa
“Orang itu bicara mulutnya tajam sekali. Apa dia tidak pikir kalau apa yang dia katakan itu bisa merusak mental orang lain kalau orang itu gampang jatuh mental dan punya masalah mental?”Aida sampai geleng-geleng kepala ketika melihat Reiko memang sudah keluar dari kamarnya menuju ke pintu depan untuk menyambut dokter yang tadi dia panggil.Tapi ini tidak menutup pikiran Aida untuk memaki dalam benaknya."Untung saja aku punya iman. Aku tidak percaya begitu saja dengan apa yang dia katakan. Aku tahu Tuhanku pasti punya alasan sendiri membuat aku punya penyakit ini. Dan Dia punya alasan kenapa aku harus seperti ini dan ada satu keuntungan lagi aku tidak menggoda pria dengan bagian tubuh itu, kan. Berarti ini akan mengurangi hisabku nanti di akhirat."Jujur Aida memang kesal dan apa yang dikatakan Reiko ini juga menggores hatinya. Tapi dengan keimanan yang lebih besar di dalam jiwanya, Aida mencoba tetap positif, membesarkan hatinya."Lagi pula nanti kita lihat saja Pak siapa yang lebih
Oh Ya Tuhan, terima kasih sesuai dugaanku, dokter ini cukup baik dan sangat pengertian denganku. dan Engkau mengabulkan permohonanku, Tuhan, bisik Aida di dalam hatinya merasa lega ketika Silvy memang hanya mengecek menggunakan jalur yang diberikan oleh Aida. Dia tak membuka kancing lainnya."Perutmu kembung juga ya? Apa kamu punya penyakit maag?""Aida tidak makan semalaman karena saya pergi dokter Silvy. Saya baru sampai tadi pagi dan dia tidak minta tolong pada siapapun untuk mengambilkan makanan di dapur atau menghubungi siapapun.""Ah, pantas perutnya kembung Pak Reiko. Nanti kasih makan yang lembut dulu ya sebelum makan berat."Dokter itu bicara ramah dengan Reiko dan dia tidak membedakan antara Aida dan Reiko tutur katanya."Iya, baik dokter Silvy."Jawaban yang lagi-lagi membuat Aida mengumpat dalam hatinya.Bisa-bisanya dia seramah itu? Memang orang ini pintar sekali ya buat berperan sandiwara. Harusnya dia mendapatkan nominasi award, sindir di hati Aida melihat Reiko yang men
"Saya rasa sudah cukup jelas, dokter."Tapi sepertinya bukan Aida sasaran yang ingin diajak bicara oleh Silvy. Terbukti dari Silvy yang tersenyum pada pria yang masih berdiri sekitar dua meter dari posisi duduknya."Terima kasih sudah mengingatkan, dokter Silvy."Heish, dokter ini usil sekali dia. Tak tahukah nyawaku sudah di ujung tanduk kalau dia menyinggung Masako? Sungguh keisengan Silvy ini bagai mendorong Aida ketepian jurang, menurut pikiran Aida. Terbayang sudah keributan seperti apan nanti dengan Reiko.Mana aku belum makan lagi, lelah sekali. Aida berbisik lirih dan memilih tak merespon lagi.Untung saja Silvy tidak bicara macam-macam lagi. Dia hanya menanyakan hal-hal standar seperti apakah terasa sakit dan bagaimana nanti Aida harus merawat luka-lukanya itu."Nah, sudah selesai."Akhirnya setelah 2 jam kedua dokter itu berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka. Ini agak lama karena memang serpihannya halus dan mereka memang berhati-hati sekali. Terutama Alif, dia juga harus
Habislah aku. Saat dia kembali nanti dia pasti akan mengomel padaku kan? keluh Aida di dalam hatinya sambil dia meringis pelan"Mana aku laper lagi, haduuuh, dari kemarin aku juga belum makan. Bahkan dari hari sebelumnya aku belum makan. Apa dia lupa pecelku dimakan olehnya?"Aida bicara sambil menggerakkan tangan kanannya yang sudah bisa digerakkan perlahan-lahan jarinya karena anestesinya sudah mau habis.Tapi tangan kiri dan kaki kanannya masih belum merespon apapun. Dan Aida baru bener-bener bisa merasakan lapar itu sekarang.Tadi malam dia demam dan malam sebelumnya dia sudah kelelahan karena harus merapikan rumah."Dan ke mana dia? Apa dia meninggalkanku lagi di apartemen ini sendirian? Ya ampun kalau begitu aku harus menunggu sampai anastesi ini hilang baru bisa ambil makan."Posisi Aida sekarang juga masih ada di tengah tempat tidur. Tidak dipinggir kanan dan kiri karena tadi untuk memudahkan Alif dan Silvy mengobatinya."Dan aku belum minum obat pereda nyeri. Kalau begini cer
"Mulutmu itu, selalu saja bikin gatel telingaku.""Hehehe ... canda, Masako, atau MasRoy, singkatan dari Mas Royco?Hahaha."Saat itu pula Reiko menaruh sendok di mangkuk bubur dan matanya mendelik pada Aida yang tadi bisik-bisik padanya dan sekarang tertawa geli."Mau membuat masalah baru denganku, hmm? Belum puas sakit dan tanganmu dalam kondisi seperti ini?"Tapi tampaknya Reiko tak sedang ingin bercanda."Iya, iya Pak MasRoy.""Pak."
"Buka mulutmu dan jangan banyak pertanyaan lagi!"Bukannya menjawab Reiko yang tadi matanya menatap ke arah mangkuk ini justru sudah menyiapkan satu suapan lagi untuk masuk ke dalam mulut Aida.Membuat Aida tentu saja mencibir padanya sebelum membuka mulut."Dia yang buat peraturan, dia sendiri yang cerita-cerita," protes Aida sambil mengunyah makanannya.Aida tahu kalau lagi makan tidak boleh sambil ngomong. Tapi sangking gemasnya ya sudah, dirinya mengoceh saja."Tapi kalau kamu sampai mengadu macam-macam pada dokter Silvy awas kamu ya!" tegas Reiko yang kini menaruh sendok lagi ke mangkuknya.Dia tidak memperhatikan Aida dengan pandangan yang berlebihan. Hanya sekedar menyuapi saja, mata mereka bertautan itu pun sekejap."Justru kalau Bapak kasih tahu kedua dokter itu bisa-bisa mereka juga akan menyebar ke mana-mana dan nanti aku pula yang dituduh," keluh Aida, tanpa dia menceritakan apapun obrolannya tadi dengan Silvy."Itu urusanku.""Pak kedua dokter itu kenal nggak sama ratu le
Reiko: Kakek mau ke sini? Bukannya ada rapatAh beneran Romo Adiwijaya mau ke sini?Kaget juga Aida ketika melihat bagaimana paniknya wajah Reiko dan alasannya.Haduh, gimana nih? Gawat! Kondisiku sekarang --? Aida juga jadi kepikiran, di saat telinga Reiko masih mendengar penjelasan kakeknya.Adiwijaya: Ya iyalah. Mosok cucu mantuku sakit aku gak nengokin? Mumpung kakekmu ini ada di Jakarta. Reiko: Rapatnya kek?Adiwijaya: Wes rampung. Wes, kamu ndak usah kepikiran macem-macem urusan kantor. Tunggu saja, setengah jam paling lama kakek sampai di sana. Mati aku. Sssh, makin repot.Dan hanya itu kata-kata yang ada dalam benak Reiko ketika Adiwijaya sudah mematikan teleponnya. Dipikir Reiko dia bisa beristirahat sebentar dulu setelah house keeping pulang. Tapi ternyata tidak. Malah tambah ribet urusannya sekarang."Romo Adiwijaya mau ke sini bukan?"Lagi-lagi pertanyaan yang tidak dibutuhkan oleh Reiko."Kamu sudah tahu tak perlu banyak tanya," sinis Reiko yang terlihat jelas galau di