"Eh, apa?"Tak sangka dengan penjelasan dari Aida barusan, maka empat orang pria yang berada di sekitarnya pun langsung menatap Aida."Mas Reiko pernah mengeluh hal yang sama padaku. Sakit kepala, tapi dia sebenarnya tidak biasa sakit kepala dan dia juga sempat cerita kalau dia pernah mimisan juga. Dan bukannya memang biasanya kalau ada masalah di kepala itu hal yang tidak biasa? Karena kalau sudah membuat seseorang sampai pendarahan, kurasa itu tidaklah baik.”Kurasa dugaanku benar tentangnya. Dia memang sangat cocok sekali bekerja di sini dan mungkin ada sesuatu yang bisa kutahu lebih dari kemampuannya yang secerdas Dokter Juna!Sampai Rafael mengambil kesimpulan seperti itu dan dia melirik pada Dokter Juna yang pas sekali menatap Rafael sambil mengangguk."Akan saya siapkan, Tuan Rafael.""Eh, tunggu! Aku kenapa disamakan dengan Reiko? Apa permasalahan denganku? Aku tidak pernah dapat suntikan apapun dari Android. Maksudku, aku tak punya masalah seperti itu. Yang kurasain hanya sak
"Maaf Archie. Tapi ya ... dari kerak cairan itu aku melihat memang bukan sesuatu yang berasal dari dalam tubuhmu. Ehm, mungkin itu sesuatu yang sudah lama berada di sana?" Dokter Juna juga bingung bagaimana harus menjelaskannya pada Rafael, tapi kini dia memang menatap kakaknya Archie itu dengan perasaan agak rumit.“Kita harus mengeluarkan cairan itu sesegera mungkin. Aku tidak akan membiarkan adikku jadi Android!""Eh, apa aku sampai seburuk itu bisa sampai menjadi Android?"Archie itu kan memang tipe plegmatis. Jadi saat dia kaget itu yang terlihat bukan sesuatu yang menakutkan seperti sikap Rafael, tapi membuat orang jadi kasihan sendiri dan mimik wajahnya yang tampak kebingungan yang membuat Aida juga mengingat sesuatu.Mas Reiko, sikap Archie ini sangat mirip sekali denganmu. Dan apakah kebingunganmu saat itu lebih parah dari dirinya dan tidak ada orang yang membantu sampai ehm .... Hati Aida kembali mencelos ketika dia mengingat tentang suaminya dan membayangkan tentang Archie.
"Hihi, terima kasih, Alan. Tapi aku datang ke sini bukan untuk bergabung dengan club ini. Aku hanya ingin mencari tahu apa yang menyebabkan Mas Reiko meninggal. Setelah itu, aku juga ingin melakukan satu buah misi lainnya. Sesuatu yang tadi aku ceritakan padamu.”"Pengaruh cairan di kepala Reiko pada janinmu dan melihat bagaimana kondisi janinmu?”Aida mengangguk dengan anggukan malu-malu dan pelan."Apa yang kau inginkan soal itu?" Archie lebih penasaran lagi dengan janin yang dimaksud oleh Aida. Makanya dia yang sangat sensitif terhadap anak kecil dan keluarga kembali bertanya."Dokter mengatakan padaku kalau aku tidak bisa mempertahankan janinku lebih dari enam bulan sehabis keguguran pertamaku. Karena saat itu, aku pasti akan drop dan janinku bisa keluar. Itu yang Mas Reiko ceritakan detailnya seminggu lalu. Tapi aku ingin anakku hidup. Lalu yang kedua, aku ingin tahu apa yang membuat mereka tetap kuat di dalam rahimku dan apa pengaruh dari obat yang diminum oleh suamiku juga cair
"Jadi kau ingin tetap di sini dan membiarkan Reizo tahu apa yang sedang kau lakukan?""Tidak, kurasa. Tapi, aku mungkin membutuhkan bantuan supaya apa yang sedang kuteliti ini bisa diteruskan dulu. Tanggung, soalnya."Aida memang masih dalam tahap menemukan sesuatu dan karena dia juga tidak ingin hal ini diketahui oleh Reizo, bingung sendiri jadinya."Tuh, suruh sepupumu, Dokter Juna! Biar dia tidak terus-terusan memikirkan tentang Denada Aprilia!""Eh, apa?" Aida mendengar satu nama yang membuat dirinya teringat sesuatu dan kembali menatap Dokter Juna."Eish, jangan dengarkan Alan! Kau membuat gosip saja.""Eh, tapi benar kan, kau all about Denada Aprilia? Wanita terbaikmu. Tapi kini jadi istrinya Raditya Prayoga, pemilik Aurora Corporation, kan?""Shhh, Alan, kau ini bercanda saja!" Dokter Juna tidak mau memperpanjangnya dan dia sudah menatap Aida."Apa yang bisa kubantu?""Kau, yang suka makan nasi goreng di pinggir jalan sama Mbak Nada?"Semua orang diam melihat reaksi Dokter Juna
"Eh, kenapa?"Aida yang tidak tahu alasannya, jelas saja bingung dan kini mengalihkan pandangannya pada Rafael yang wajahnya memang tidak lagi seramah tadi."Aida, kurasa kita harus berangkat sekarang."Alan tak suka dengan wajah sahabatnya yang sudah tak bersahabat dan bahkan tadi tidak mau menjawabnya. Jadi cara terbaik adalah pergi secepat mungkin sebelum dia kena getah kemarahan Rafael."Alan, cari tahu siapa yang dia tiduri itu! Dan kau tahu bagaimana cara memisahkan kepala dengan tubuhnya, lalu alat vitalnya dengan tubuhnya, kan?"Namun, sebelum Aida merespon Alan, jawaban Rafael sudah membuat dirinya merinding."Eh, kurasa tidak perlu seekstrim itu. Pasti aku aja yang salah dengar. Iya, pastinya. Bukan di payudaranya, tapi tahi lalat itu di bawahnya payudara. Maaf ya, aku agak sensitif dengan sesuatu yang berhubungan soal itu karena aku sudah tidak lagi punya itu. Ingatanku agak buruk."Bodoh! Apa dia pikir Rafael akan percaya? Kalau sudah sekali terucap begitu, maka itulah yan
"Mungkin saja, Aida." Dokter Juna mengkoreksi pernyataan Aida. “Iya, sebenarnya mungkin hanya saja luka yang ditimbulkannya aku tidak jamin aman dan tak merusak saraf!”"Kalau begitu, coba kau cari tahu dulu, Dokter Juna!"Rafael memotong dan kini mata Rafael mengarah pada Aida."Kau boleh kembali. Besok kau bisa datang lagi kemari.”"Terima kasih, Tuan Rafael."Aida mengerti dan dia bersiap pergi bersama dengan Alan yang memang tidak mengenakan jaketnya. Dia hanya memegang jaket itu dan memegang lengan baju Aida, lalu memencet satu tombol di jaket itu yang membuat dirinya bisa sampai lagi ke Indonesia."Apa keberadaannya sangat membantu, Tuan Rafael?""Iya, Daniel. Sangat membantu.”Selepas Aida pergi, Rafael kembali menyerahkan berkas itu pada Daniel."Dokter Juna, Aida itu sepupumu. Jadi dia pasti mengenal ayahmu, kan?" Berbarengan dengan pertanyaan ini didengarnya juga."Ya. Ayahku adalah kakak dari ibunya. Kenapa, Archie?""Apa kau tidak berniat untuk memberitahukan pada ayahmu,
"Alan, terima kasih atas bantuanmu!"Sesaat setelah Alan dan Aida sampai di Indonesia, kata-kata itu terlontar dari bibir Aida yang merasa sangat terbantu sekali."Ya! Aku juga sangat berterima kasih padamu, karena kau mau bergabung dengan tim kami. Dan jangan khawatir,Rafael pasti akan memberikan bayaran untukmu.”"Eh, aku tidak ingin bayaran itu. Aku cuma mau urusanku Mas Reiko bisa clear. Aku hanya ingin tenang dan menyelesaikan semua yang belum diselesaikan oleh Mas Reiko."Sebuah ucapan yang sulit. Sesuatu yang membuat Alan memperhatikan Aida serius."Aku tahu kau sangat mencintai suamimu. Tapi dia sudah tidak ada. Mungkin sebaiknya kau tidak memikirkan terlalu berlebihan karena kasihan bayimu. Dan hidup ini bukannya kita harus terus move on, bukan?""Aku tahu apa yang harus kulakukan. Terima kasih, Alan. Tapi yang pasti, aku tidak akan melakukan sesuatu yang buruk yang bisa membahayakan anak-anakku.”"Nah, itu lebih baik." Alan menunjuk ke sebuah mobil."Itu mobilku. Ini rumah k
"Almarhum? Mbak Aida ngomong apa, sih?" Inggrid pikir Aida bercanda.Jujur saja Inggrid kaget, tapi Seno memang tidak bisa berkata-kata dan hanya diam menunggu jawaban dari Aida."Aku tidak bisa menjelaskan detailnya."Mereka tak bicara, karena memang melihat mata Aida yang memerah."Kita tunggu saja nanti. Dia akan menjelaskan semuanya.”"Mbak Aida ini nggak lagi nge-prank kita, kan?" Jujur saja Inggrid tak bisa percaya."Ya ampun, apa yang kemarin itu ternyata pertanda, ya?"Tapi beda Inggrid dan ini beda juga pada Seno penerimaan terhadap informasi ini. Dia memang hampir tidak mempercayai ucapan Aida. Cuma, sesuatu yang kemarin itu membuat dirinya yakin kalau yang dikatakan Aida ini tidak bohong. Apalagi dia melihat sendiri air mata Aida."Pertanda, maksudnya Mas Seno apa?" Bingung sebetulnya Aida."Oh, ini. Kemarin Mas Reiko terlihat khawatir sekali dan dia memintaku untuk memindahkan semua aset-aset miliknya itu atas nama Mbak Aida!""Astagfirulloh!" Mata Aida kembali berair. Dia