Jangan pikir … aku akan membiarkannya melihat temanku terus! sinis hati Reiko yang mengekang pinggang itu makin dekat dengannya.Suka kau dengan temanku? Awas kau nanti! Hukumanmu akan berat sekali karena tidak bisa mengkondisikan matamu!Lagi senang-senang Aida memperhatikan sesuatu, malah sekarang ada tangan yang merengkuhnya membuat bad mood, tapi Aida masih tetap harus tersenyum.Mau disuruh minggir sulit karena status yang sudah digaungkan Reiko, Aida adalah istrinya.Tapi kalau tidak disuruh menyingkir, Aida juga risih! Jadi serba salah.Bukan sebuah pilihan yang menyenangkan untuknya.Dan Kenapa juga dia terus saja memegang tanganku?Selepas makan bukannya melepaskan tangan Aida, Reiko justru menggenggamnya sangat erat sekali.Risih Aida. Andaikan tangan pria itu memegangnya di bawah meja, dia masih bisa menyentil atau melakukan sesuatu agar dia bisa menjauh.Sayang kenyataannya tidak seperti itu.Tangannya dipegang di atas meja dan jelaslah sulit untuk Aida melepaskannya.Bukan
"Eish, jangan menyusahkanlah, Bang." Sulit untuk negosiasi juga Reiko."Aku tidak bisa, Bang. Lagian juga aku dan Brigita baru melakukan dan aku ehm, mandi itu loh Bang,hmmm, belum maksudku. Aku juga sudah lupa bacaannya dan gak pernah baca.""Berapa kali aku harus istighfar sekarang Reiko melihatmu yang seperti ini?"Ibra tak mau berpikir panjang soal ini karena dia memang ingin membantu temannya.Karena itulah …."Soalan gampang. Ayo cepat kita ke ruanganku dan di sana kau kalau mau mandi bisa kok. Aku juga sering ke masjid kadang-kadang. Buru-buru pulang dari kantor, Jadi aku mandi di masjid aja biar ga ketinggalan jamaah. Ada handuk bersih juga. Rinse shower aja ya."Lagi-lagi Ibra menyeret tangannya dan membuat Reiko bingung juga saat mereka tidak langsung ke aula masjid tempat orang-orang melakukan ibadah."Ini masjid apa rumahmu, Bang?"Senyum-senyum Ibra ketika mendengar komplain sahabatnya saat dibawa ke basement dan di sana ada ruangan yang begitu comfort."Masjid ini didirik
"Suka-suka aku. Sekarang yang butuh aku atau kau? Terserah kau saja sih."Ibra tak peduli tapi senyumnya sudah terurai sambil bicara begitu."Heish, Abang nih, sengaja bukan memanfaatkan kondisiku yang terdesak?""Memangnya kau tidak pernah seperti itu? Hahaha." Ibra tak mau peduli dengan protesnya Reiko."Jangan lupa, sebelum jam lima besok."Dan itu reminder dari Ibra sebelum tangannya membuka pintu rumahnya."Assalamualaikum."Sesaat Ibra memberikan salam istrinya pun sudah menjawab dan ada satu suara wanita lagi yang terdengar memberikan jawaban yang sama."Abiiiiii."Tiga anak Ibra yang SD sudah pulang.Mereka baru sampai rumah sekitar lima menitan Ibra meninggalkan rumah untuk ke masjid. Dan saat mendengar suara Ibra mereka sudah berlarian mendekat pada ayahnya."Abi tadi aku bisa loh ikut latihan pramukanya. Nih aku bikin tali ini.""Abi lihat. Aku juga udah ada dapet lambang ini nih dari kakak pembina.""Aku tadi latihan bikin tandu pakai tongkat pramukaku."Anak-anak itu berce
"Ingat, besok kita ada perubahan jadwal. Setiap pagi kamu mengerjakan soal yang aku berikan padamu dan itu selesai sarapan pagi. Siang aku akan memberikan lagi soal untukmu. Dan kita akan berangkat ke rumah Ibra jam setengah empat sore. Untuk antisipasi macet jam pulang kantor jadi satu setengah jam lebih cepat."Bukan menjawab pertanyaan yang dibutuhkan oleh Aida, malah kata-kata itu yang terurai dari bibir Reiko."Tapi kan aku nggak nanyain itu."Makanya Aida protes seperti ini."Kamu tanya apa? Aku ngomong sama Ibra kamu istriku dan itu yang mau kamu tanyain, hmmm?”Jelas Reiko sudah mendengar."Sekarang kamu pikirin aja pakai logika dan otakmu yang dangkal itu. Kalau aku yang cuma punya dua adik perempuan dan dua-duanya juga sudah dikenal oleh Ibra. Bahkan dia juga sudah pernah ketemu dengan adik-adikku dulu, apa mungkin aku minta dia untuk menolong seseorang yang tidak ada hubungannya denganku?"Sampai di situ Reiko menarik napas sejenak tapi dia tidak membiarkan Aida bicara."Aku
"Saya turun dulu, Pak." Aida menunjukkan kemarahannya yang tertahan. "Jangan lupa solat Ashar.""Heiiiiish. Dia kesal padaku makanya dia bilang begitu, bukan? Sholat Ashar."Setelah lima detik Aida turun dari dalam mobilnya, Reiko mendengus seperti ini.Heish, tapi kenapa saat aku ada di dekatnya, aku jadi semakin sulit untuk mengendalikan diri? resah di hati Reiko.Aku juga tidak mau mengecupnya tadi. Tapi rasa-rasanya aku tidak mau pergi kalau aku belum mendapatkan itu.Reiko jadi gila sendiri dengan pikirannya ini dan sudah senyum-senyum sendiri.Tapi wajar bukan, kalau aku mendapatkan itu? Hari ini aku sudah bersusah payah untuk menolongnya. Bahkan aku harus melakukan sesuatu dipaksa-paksa. Anggap saja itu adalah hukuman untuknya.Reiko setelah memikirkan ini dia sudah bergegas untuk meninggalkan apartemennya dengan satu bayangan seseorang yang membuat dirinya menggerutu."Ibra, ini gara-gara kau. Lihat apa yang dikatakannya. Jangan lupa solat Ashar?"Apa salah pesan yang dikatakan
Haissssh, apa-apaan sih dia. Aida gusar.Sesaat setelah Aida keluar dari mobil Reiko, tujuannya adalah berjalan cepat menuju ke lift.Lagi-lagi dia mengambil kesempatan dariku, bukan? Mau apa dia? Dan ini tidak ada apa pun alibinya. Tapi, kenapa dia malah mengecupku dan bicara jangan terlalu dipikirkan?Bagaimana bisa Aida tidak memikirkan itu, sedangkan dia merasakan sendiri kecupan di dahinya itu.Merindinglah tubuhnya saat ini, ketika dia membayangkannya.Menjijikan. Aku tidak boleh terus-terusan teringat soal itu.Aida mengingatkan jauh dalam lubuk hatinya saat dirinya keluar dan menuju ke arah pintu apartemen.Tenang, di sini ada CCTV jadi jangan sampai dia memperhatikanmu melakukan tindakan aneh-aneh yang membuatnya merasa senang.Aida ingat sesuatu yang penting, makanya dia kini berjalan cepat menuju ke kamarnya."Aaaakh."CCTV tidak bisa merekam suara, bukan?Ini pula yang membuat dirinya memekik sekencang mungkin lalu membuka kerudungnya dan bergegas berlari menuju kamar mandi
"Kenapa menatapku begitu? Jangan pikir macam-macam. Kepalaku memang benar-benar pusing sekarang."Memang betul apa yang dikatakan oleh Reiko, kalau Aida saat ini curiga padanya.Bahkan wanita itu juga sudah memicingkan matanya. Aida ingin menolak permintaan Reiko.Tapi, karena dia memang melihat dari tadi Reiko bilang pening, sekarang juga wajahnya terlihat menahan sakit, akhirnya rasa kasihan itulah yang membuat dirinya terpaksa lagi membantu pria berstatus suaminya itu."Wah kenapa bisa gini sih, Pak? Ini merah sekali, Pak!"Saat Aida mulai mengerokinya bisa dilihat jelas kalau Reiko tidak pura-pura sakit. Sebentar saja sudah merah sekali."Sudah kubilang kepalaku pening. Tadi aku sudah mandi pakai air hangat, sudah makan juga, tapi masih belum hilang-hilang, malah tambah sakit badanku!""Masuk angin ini, Pak. Kecapean juga.""Kali ya? Mungkin banyak pikiran juga?""Emang ada masalah Pak, dikerjaannya?""Hmm, menurutmu apa mungkin ada orang yang mencurangiku?""Hihi, kalau lihat kebi
"Kenapa keluar dari ruang kerjaku nggak bilang-bilang?"Bukan menjawab pertanyaan Aida, malah tanya ini duluan yang dilontarkan oleh seseorang yang baru juga membuka matanya karena mereka memiliki jam biologis yang sama."Oh itu, Pak? Ya soalnya kan saya udah selesai kerjaannya, ngerikin sama mijitin Bapak. Terus saya mau ngapain lagi di sana? Ya udah saya selimutin Bapak, terus saya turun ke kamar saya."Aida akhirnya menjelaskan, meski degup jantungnya tak tenang dalam posisi sedekat ini dengan Reiko."Terus, Bapak ngapain masuk kamar saya? Kan Bapak udah tidur di sana, sih?"Namun bukan Aida namanya kalau dia berani bertanya balik dan masih bersikeras ingin tahu apa alasan pria itu bisa muncul di kamarnya.Ini juga yang membuat dirinya kesal.Kenapa dia juga tidak mengunci kamarnya?Tapi meski dikunci juga, bukankah dia bisa tetap membuka pintu kamarku?Ya Aida tak lagi menyalahkan dirinya sendiri. Dia hanya bersungut menunggu jawaban dari pria yang masih menatapnya itu."Harusnya