"Jadi Kakekmu bilang begitukah?"
Tak mau berspekulasi apapun di dalam benaknya makanya Rika langsung bertanya lagi, mencecar.
"Iya Mama!" Reiko mengangguk.
"Makanya, Aku gak mau buat masalah sama Kakek dulu kalau Dia luka-luka."
"Apa waktu Kakekmu datang, Dia dalam kondisi terluka atau membuatmu kena marah dengan Kakekmu waktu itu?" Rika mulai cemas saat Reiko meringis dan mengangguk pelan.
"Ya Mama. Makanya Aku gak mau cari masalah dulu kataku tadi." Reiko menimpali dengan kalimat sama lagi, sambil otaknya juga bekerja memikirkan sesuatu.
"Iya Mama!" Reti antusias.Gadis itu langsung melesat menuju ke dapur dengan perasaan sangat riang."Lalu Aku gimana, Mama?"Rukma cemberut dan tidak suka dengan posisinya sekarang. Dia berbisik pada Mamanya."Kamu kan lagi sakit kakinya. Kamu diam di sini!" bisik Rika pada anak bungsunya.Aih, cowok itu tampan banget! Masa ya Aku hanya duduk di sini! Dan sepertinya, Dia memang akan dijodohkan ke Kak Reti deh ama Mama. Ah, gila sih! Gak bisa dibiarin!Rukma sebenarnya
"Oh, iya enak sih!"Jawab Didi sekenanya saja saat ditanya oleh Rika yang tadi melihat Didi tidak berkomentar apapun.Ini kan daun yang tadi Aku anterin juga! Heish, ginilah Aku tidak sukanya dengan orang kaya. Terlalu munafik! Terlalu banyak berpura-pura! bisik di dalam hati Didi, sejujurnya Dia sudah empet banget.Kalau bukan karena menjaga nama baik Padri, mungkin saat ini Didi lebih memilih untuk pergi menunggu di luar.Keluarga busuk! Kakaknya nyeleweng di belakang Istrinya sendiri sama pembantu. Adiknya nyebut masakan pembantunya masakan Dia. Ibunya juga kasih jalan kebohongan anaknya. Beginilah, kenapa Aku nggak sukanya sama orang kaya! Seperti Kak Nada, demi
"Wah, ternyata di sini rajin-rajin ya buat cemilannya? Sampai pisang ijo buat sendiri." Padri menimpali duluan sebelum Reiko komentar."Kebenaran saja sedang berkunjung ke apartemen anak Saya, Pak. Jadi ya sedikit ingin memanjakannya."Lagi-lagi Reiko diam ketika Rika sudah menaruh makanannya di meja makan dan tentu saja karena tidak enak Padri juga mendekat ke sana."Nak Reiko beruntung memiliki keluarga yang sangat menyayangi Nak Reiko, bahkan Mama Nak Reiko sendiri capek-capek ke sini cuma untuk membuatkan masakan kesukaan Nak Reiko," puji Padri, membuat Reiko tersenyum."Silakan dicoba dulu es pisang ijonya."
Hahah, keselek kan karena itu adalah masakan dari selingkuhannya? Cih!Didi lagi-lagi berbisik seperti ini di saat Reti terpaksa harus ke dapur lagi.Lagi pula, Aku juga tidak percaya adiknya memang pandai memasak! Kalau orang menyiapkan makanan untuk tamu seharusnya Dia juga menyiapkan minumnya! Lihat aja, Dia cuman bawain makanannya dan lupa membawakan air minum! Dasar bodoh!Didi bukan orang yang memiliki ekonomi bagus keluarganya dan dulu Dia juga melihat sendiri bagaimana mendiang Ibunya menyiapkan makanan untuk keluarganya.Kalau ingin makan bersama, selain ada makanan di meja, Ibunya juga pasti
"Oh iya."Didi hanya menjawab begitu saja menimpali saran Rika di saat yang bersamaan…."Reti berikan nomor teleponmu, mungkin nanti bisa saling bertukar nomor?" saran Rika."Mungkin Mbaknya bisa kirimin nomornya ke Saya. Nanti Saya akan telepon balik!" Didi cepat-cepat berinisiatif soalan yang ini."Nah itu lebih bagus! Biar nanti Mas Didi yang menghubungimu, Reti." Rika tentu saja tidak menolak, karena Didi sudah memutuskan seperti itu.Telepon balik? Hahaha disimpan juga, Aku males kok! bisik hati Didi yang memang memasukkan nomor itu ke
"Mama, tadi seharusnya Aku juga menyimpan nomor teleponnya, kenapa hanya Dia yang menyimpan nomor teleponku?"Baru juga Reiko menutup pintu apartemennya, Dia sudah mendengar Reti protes pada Rika di belakangnya."Aku cuma takut aja, Didi lupa ngubungin Aku jadinya Dia tidak jadi telepon. Aku, maksudku nanti gimana kalau Dia malu-malu hubungin Akunya?"Reti gelisah. Ini masalah besar baginya dan Dia tidak mau kalau sampai Didi tidak menelepon balik padanya."Sebagai wanita, tunggu saja dulu, Dia yang menghubungimu. Dan Dia pasti akan menghubungimu nanti. Dia sudah katakan, Dia akan menghubungimu. Lagi pula, Dia tahu siapa dirimu dan Dia
"Bukan Mama. Aku sama sekali tidak pernah melakukan yang begitu dengannya dan Aku sangat setia dengan Brigita,"Tanya yang membuat Reiko menggelengkan kepalanya dari arah dapur. Dia juga menatap ke Rika."Aku nanya soalnya kan Aku mesti ngebantuin Rukma, Ma."Mata Rika langsung mengarah pada Rukma di saat Reiko juga melanjutkan bicara…."Dia kan nggak mungkin jalan dengan kondisi kayak gitu. Aku pasti ngegendong Dia dong ke parkiran.""Oh iya iya!"Rika tersenyum simpul
"Kalau Rukma tinggal di apartemen Mas Reiko, Aku juga mau tinggal sama Mas Reiko!"Pasti Rukma sengaja pengen tinggal di sini, supaya Dia bisa deket sama Didi! Itu kan yang direncanain? Biar pas Didi dateng ada Dia.Reti yang memang kesal dan sudah menduga-duga langsung nyeletuk sedetik setelah Rukma bicara."Dih, jumlah kamar di apartemen Mas Reiko cuma cukup untuk menampungku saja!""Si wanita kampung itu kan bisa ditempatin di kamar pembantu, jadi pas ada dua kamar," Reti berkelit."HEI, SUDAH DIAM! TAK ADA YANG TINGGAL BERSAMAKU!"
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku