"Bukan Mama. Aku sama sekali tidak pernah melakukan yang begitu dengannya dan Aku sangat setia dengan Brigita,"
Tanya yang membuat Reiko menggelengkan kepalanya dari arah dapur. Dia juga menatap ke Rika.
"Aku nanya soalnya kan Aku mesti ngebantuin Rukma, Ma."
Mata Rika langsung mengarah pada Rukma di saat Reiko juga melanjutkan bicara….
"Dia kan nggak mungkin jalan dengan kondisi kayak gitu. Aku pasti ngegendong Dia dong ke parkiran."
"Oh iya iya!"
Rika tersenyum simpul
"Kalau Rukma tinggal di apartemen Mas Reiko, Aku juga mau tinggal sama Mas Reiko!"Pasti Rukma sengaja pengen tinggal di sini, supaya Dia bisa deket sama Didi! Itu kan yang direncanain? Biar pas Didi dateng ada Dia.Reti yang memang kesal dan sudah menduga-duga langsung nyeletuk sedetik setelah Rukma bicara."Dih, jumlah kamar di apartemen Mas Reiko cuma cukup untuk menampungku saja!""Si wanita kampung itu kan bisa ditempatin di kamar pembantu, jadi pas ada dua kamar," Reti berkelit."HEI, SUDAH DIAM! TAK ADA YANG TINGGAL BERSAMAKU!"
Apa-apaan tadi Dia menggendongku di depan keluarganya?Sesampainya di dalam kamar, ketika Aida baru saja mengunci kamarnya, Dia mengingat lagi kejadian tadi. Untuk mencegah Aida menginjak beling, Pria berstatus suaminya itu mengangkatnya dan ini membuat Aida mencebik."Apa maunya Dia, sih?"Tanya Aida pada dirinya sendiri sambil membuka kerudungnya sembarang saja, melempar di tempat tidur. Namun karena gerakan Aida yang cukup kencang membuka kerudung, membuat bagian wajahnya terasa sakit."Ssssh, pipiku!"Aida bersungut sambil menatap ke a
"Ah, merepotkan saja! Sssh, ini karena tadi Saya kecapean jadi Saya langsung tidur dan lupa, Pak!"Aida kembali bersungut lemas. Sudah terbayang bagaimana lelahnya harus mencuci sprei yang berat itu.Aida lupa kalau tadi hanya memakai pembalut day use sedangkan Aida sudah lebih dari enam jam belum ganti. Posisinya juga tiduran. Tentu saja mengalir ke belakang cairannya. Apalagi Dia tidur cukup lama dari sejak Reiko menyuruhnya masuk ke dalam kamar sampai Pria itu datang membawakan makanan untuknya ini sudah hampir lima jam, belum tadi Dia di dapur. Jelas saja cairan merah itu sudah tak tertampung lagi dan mengotori sprei. Apalagi ini adalah hari pertamanya dan ini pas lagi banyak-banyaknya Aida dapat haid."Sudah-su
"Hah, Bapak nih! Tentu saja janji Tuhan Saya itu yang paling benar Pak! Kalau Saya tidak mungkin jodoh sama Bapak! Karena wanita baik-baik tidak akan bersama dengan laki-laki pezina!"Mantap sekali Aida menjawabnya Bahkan dia menyempilkan senyum di bibirnya dan sudah tidak menangis lagi tentunya."Malah Saya khawatir sama Bapak, kalau nanti ujungnya Bapak yang malah pengen sama Saya. Padahal tidak mungkin seorang pezina itu bisa bersama dengan wanita baik-baik Pak.""Hmmm, kalau begitu Kamu pikirin aja hati Kamu sendiri nggak perlu mikirin Aku. Karena sudah jelas Aku nggak mungkin jatuh cinta pada wanita lain kecuali Brigita.""Iyalah,
CUP!"Aku berikan kecup di dahimu saja, Kamu sudah keringat dingin begini! Apalagi kalau Aku melakukan yang lainnya?""Dih! Bapak ngerjain Saya, bukan?"Reiko sudah duduk di samping Aida dan ekor matanya melirik pada Aida, sambil Dia melemparkan handuknya sembarang saja, karena memang Dia tidak suka tidur pakai apa-apa seperti yang selalu Dia katakan pada Aida. Dan Aida pun juga tidak berkomentar karena percuma! Sudah seperti itu kebiasaannya."Memang Kamu pikir, Aku tertarik padamu? Lagian Kamu sedang haid! Memang Aku bisa ngelakuin apa?""Bapak ni, kalau
"Udah malam begini, Kamu kok energinya nggak habis-habis sih? Ngoceh aja!"Tapi Aida tadi malah penasaran sesuatu yang membuat Reiko melirik lagi padanya sambil bicara seperti tadi."Saya tanya kok bukannya dijawab, Pak!""Daripada Kamu mikirin pepesan kosong nggak guna kayak gitu, mending Kamu tidur! Karena kalau Kamu nggak tidur, mukamu ini akan lebih lama sembuhnya! Kamu butuh istirahat yang cukup! Obat itu ampuh dan seharusnya dengan obat itu dua hari cukup untuk membuat semua memar itu hilang.""Saya kan cuma tany….""Jangan salahkan Aku kalau n
"Bukan begitu, Pak Raditya, Saya….""Kau se….""Raditya, tadi Aida sudah memanggil Pak Reiko sebentar, kenapa Kau masih saja mengajaknya bicara?""Beruntung Kau, Istriku sudah memanggilmu!" keluh Radit membuat Reiko sedikit meringis."Maafkan Saya Pak Raditya, tapi Saya janji, Saya akan membawa Aida ke sini seminggu sekali saat Saya luang dan dia tak sedang belajar."Sudah kubilang padanya, supaya tidak bicara macam-macam dan memberikan alasan yang masuk akal sedikit! Tapi tetap saja, Dia membuat alasan tidak masuk akal! Ya jelaslah Dia cu
"Eeeh, i-iya Mas Dimas. Salam kenal. Mas Dimas temennya Mbak Mutia atau Mas Farhan?"Tak mempedulikan lagi Tuan rumahnya, Dimas, sudah menggeser kursi dan duduk berhadapan dengan Aida yang memang di seberang mejanya itu kursi kosong. Dan tentu saja, Dimas juga tidak mempedulikan orang lain di samping Aida dan semua yang ada di sana, ini juga membuat Radit menaruh sendoknya sambil Dia mengunyah sisa makanan yang ada di dalam mulutnya.Apa yang dimaksud? Dari mana Dia kenal gadis ini? Apa Aku menyebut namanya saat Aku mabuk? Sepertinya iya. Atau, nanti Aku harus bertanya ke Sandi? bisik hati Radit. Melihat agak aneh tingkah temannya ini.Ya itu karena ada satu hal yang dilupakan olehnya. Sandi tentu sudah ber
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku