"Eeeh, i-iya Mas Dimas. Salam kenal. Mas Dimas temennya Mbak Mutia atau Mas Farhan?"
Tak mempedulikan lagi Tuan rumahnya, Dimas, sudah menggeser kursi dan duduk berhadapan dengan Aida yang memang di seberang mejanya itu kursi kosong. Dan tentu saja, Dimas juga tidak mempedulikan orang lain di samping Aida dan semua yang ada di sana, ini juga membuat Radit menaruh sendoknya sambil Dia mengunyah sisa makanan yang ada di dalam mulutnya.
Apa yang dimaksud? Dari mana Dia kenal gadis ini? Apa Aku menyebut namanya saat Aku mabuk? Sepertinya iya. Atau, nanti Aku harus bertanya ke Sandi? bisik hati Radit. Melihat agak aneh tingkah temannya ini.
Ya itu karena ada satu hal yang dilupakan olehnya. Sandi tentu sudah ber
"Apa yang ingin Kau sampaikan padaku, manis?"Sesaat setelah mereka berada di ruangan lain di rumah Radit, Dimas pun berceloteh.Ini jauh dari lokasi meja makan dan jelas suara mereka tak terdengar.Dimas memang bisa masuk ke rumah Radit ke manapun Dia mau.Larangannya tentu saja hanya kamar utama Radit. Dan Dia bebas melakukan apapun di rumah itu sebetulnya. Radit memang tak ada batasan dengan sahabat-sahabatnya ini."Eh, Mas Dimas, maaf sebelumnya. Tapi yang pertama, yang Saya ingin bilang pada Mas Dimas sebetulnya, Saya sangat risih sekali mendengar pang
"Waduh, Aku minta maaf ya Aida, Aku tidak tahu kalau Kau ada jadwal."Yang begitu saja tidak tahukah Kau, kalau Dia hanya berpura-pura, Denada?Jujur saja mendengar yang dikatakan Aida, Radit tidak percaya. Dari penilaiannya terhadap Aida, gadis itu memang bukan tipikal orang yang mudah melupakan janji dan hal-hal penting.Dia yakin sekali ada intrik yang sedang dimainkan oleh Aida di sini dan ini semua adalah skenario dari Reiko.Tapi tentu saja setiap orang punya kelemahan. Sama seperti Aida yang tadi Dia lupa tentang janjinya pada Reiko untuk membuat excuse pulang dalam waktu tiga jam.
BRUUUUUUUMHuuuuh, Dia bawa mobil udah kayak orang kesetanan, bisik di dalam hati Aida yang tak berani mengatakan satu katapun.Ingin menyapa Reiko, tapi caranya bagaimana juga Aida tidak tahu.Saat sudah keluar dari rumah Radit, sudah keluar dari kompleksnya dan saat itulah Reiko mulai beraksi.Dia mempercepat laju mobilnya.TIIINMain klakson.Reiko tak biasanya urakan di jalan. Tapi lih
Aku rasa, tidak mungkin Aku bicara dengannya sekarang. Kekasihnya mau datang dan Dia juga masih kesal padaku. Lagian kami juga sudah sampai di apartemen.Aida menyadari, kalau suasana sekarang tidak terlalu baik untuknya bicara, apalagi melihat Reiko yang juga tidak menegurnya ketika sudah menutup telepon.Itulah kenapa Aida memilih tetap diam.Apalagi melihat mobil Reiko yang sudah masuk ke gerbang apartemen, tetap tidak membuat Reiko ingin mengatakan satu kata pun padanya.Bukankah lebih baik Aida diam dulu, daripada Dia menyulut dan membuat suasana jadi semakin buruk untuk dirinya sendiri.
Ratna: Kamu masih inget itu?Aida: Ya iyalah Bu, masih ingat! Orang Aku sama Ibu kan yang bikin nagasarinya? Ayah melarang kita untuk beli, karena Ayah khawatir gulanya bukan gula asli. Ayah lebih memilih memberikan Kakek Nagasari buatan sendiri.Sebuah kenangan keluarga. Tentu saja, Aida tidak bisa melupakan ini, walaupun Dia memendamnya dalam hati saat dirinya mendengar Reiko menceritakan tentang makanan kesukaannya itu.Ratna: Ya Nagasari itu memang suka dibikin sama Kakekmu. Dan Kakekmu itu bukan orang yang suka jajan. Jadi semua makanan yang Dia pengen makan, ya Dia harus buat sendiri. Dia tak suka buang-buang uang. Kamu tahu kan, gimana Kakekmu mendidik Ayahmu juga?
"Bahkan Saya yang justru kaget karena sapaan dari Nyonya barusan," ujar Aida dengan perasaan malas, karena Dia harus menghadap ke belakang dan melihat pasangan yang memang tidak mau dilihat olehnya.Tapi Aida sangat pandai dan pintar bermain cantik.Dia tidak menunjukkan ekspresi berlebihan di wajahnya bahkan seperti tidak terjadi sesuatu apapun yang mengusiknya dan harus membuatnya merasa jengah."Lalu, apa yang sedang Kau lakukan malam-malam begini berkeliaran di luar?""Oh, Saya mau mengambil cemilan di dapur Nyonya. Cemilan Saya habis. Permisi Nyonya, ya."
"KAU!""Nyonya, melakukan tindakan kekerasan seperti ini adalah melanggar hukum." Aida membela dirinya."Dan saya bisa saja melaporkan Anda ke kantor polisi. Kecuali, kalau Anda mau mencoba untuk membunuh saya sekarang, maka saya tidak mungkin bisa ke kantor polisi kalau mati. Saya ingatkan, Anda juga tidak mungkin bisa membuat saya tetap berada di apartemen ini, karena Anda tidak dua puluh empat jam memperhatikan saya. Bagaimana kalau saya kabur dengan luka memar di wajah saya dan saya melaporkan apa yang Anda lakukan ini pada pihak berwajib? Apa ini akan memberikan keuntungan bagi Anda?"Aida memegang tangan Brigita sambil bertanya,"
"Apa yang salah dengan rasa sesak ini?"Pintu kamarnya sudah ditutup! Aida juga sudah menguncinya. Dan saat itulah, linangan cairan bening keluar dari sudut matanya yang tak lagi bisa ditahan oleh Aida."Kenapa rasanya perih?"Aida tak tahu kenapa rasanya hatinya begitu panas! Seharusnya dia senang, karena dia sudah bisa memukul mundur Brigita sehingga tidak lagi mengganggunya dan membiarkannya masuk ke dalam kamar tanpa membuat masalah lagi.Tapi kenapa hatinya sakit? Kenapa perasaannya sangat terluka? Aida bukan orang bodoh yang tidak bisa mengerti bagaimana dirinya.