“Kamu… apa?”
“Aku butuh bantuan Kristal.” Cessa mengulang permintaannya. “Kudengar dari Britta, istrimu jadi konsultan di Big Screen, kan?”
“Tapi untuk apa?” Kai mengerutkan keningnya. “Aku nggak menerima komplain apa pun dari pihak STORM.”
“Kamu… tahu kan kalau sebulan lalu muncul rumor tentang video….”
Cessa tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Kai berpikir keras sampai akhirnya menyadari apa yang dimaksud Cessa.
Sebulan yang lalu, di sebuah portal berita daring yang tidak terlalu terkenal, muncul berita kalau tersebar sex tape antara Cessa dan Sagara Koesmadji Zantman atau yang biasa dikenal publik sebagai Sagara Zantman.
Sagara ada
“Baiklah.”Akhirnya Kristal mengambil keputusan. Jauh di dalam hatinya, entah kenapa ia tahu kalau mengiakan permintaan Cessa tentu bukan hal yang mudah.Bagaimana pun Cessa adalah mantan kekasih suaminya dan background perkara ini bukan… hal yang mudah. Tapi ia juga tidak tega harus membuat Cessa mencari pengacara lain dan membicarakan hal yang tidak ingin diingatnya berulang kali.“Kamu mau membantuku?”Suara Cessa dipenuhi harapan dan keterkejutan yang tidak ia coba sembunyikan.Kristal mengangguk pelan. “Tapi kalau nantinya Sagara nggak melepaskan kamu dengan mudah dan aku butuh beberapa partner-ku untuk menjadi tim kuasa hukum kamu… is that okay?”Cessa me
[Cessa. Lulus kuliah.]“Kamu langsung pergi setelah wisuda?”Kai mengangguk. “Masih banyak yang harus aku urus untuk kuliah masterku. Kamu nggak apa-apa kan aku tinggal sendiri di sini?”Cessa mencoba tersenyum menenangkan kekasihnya itu. Mereka baru pulang dari Melbourne dua minggu yang lalu, tapi masih bisa dihitung jari berapa kali mereka bertemu.Di Melbourne pun, proses adaptasi dan tugas yang menumpuk membuat mereka jarang mendapat quality time.Kadang Cessa curiga, entah kesibukan mereka atau Kai yang berusaha menjaga jarak dan bersikap sebaik mungkin padanya.“Nggak apa-apa.” Cessa kembali meyakinkan kekasihnya. “Kita masih punya waktu beberapa hari sebelum kamu
“Baiklah.”Akhirnya Kristal mengambil keputusan. Jauh di dalam hatinya, entah kenapa ia tahu kalau mengiakan permintaan Cessa tentu bukan hal yang mudah.Bagaimana pun Cessa adalah mantan kekasih suaminya dan background perkara ini bukan… hal yang mudah. Tapi ia juga tidak tega harus membuat Cessa mencari pengacara lain dan membicarakan hal yang tidak ingin diingatnya berulang kali.“Kamu mau membantuku?”Suara Cessa dipenuhi harapan dan keterkejutan yang tidak ia coba sembunyikan.Kristal mengangguk pelan. “Tapi kalau nantinya Sagara nggak melepaskan kamu dengan mudah dan aku butuh beberapa partner-ku untuk menjadi tim kuasa hukum kamu… is that okay?”Cessa menggigit bibirnya sebelum akhirnya mengangguk dengan pelan. “Hal seperti ini mungkin nggak akan bisa kita hindari. Aku serahkan semuanya sama kamu.”“Thank you for trusting me.”Kemudian kedua perempuan itu membicarakan mengenai hal lain, seperti bagaimana pekerjaan Cessa di Amerika yang ia tinggalkan dan bagaimana pekerjaan Kris
“Britta, di mana kamu dan Cessa?”“Di basement, Pak—”“Tunggu saya di sana, jangan ke mana-mana,” ujar Kai sebelum mengakhiri panggilan tersebut dengan sepihak.Kai harus bicara dengan Cessa. Bukan karena ia penasaran tentang apa yang membuat Cessa memutuskannya hampir dua tahun yang lalu, tapi ia ingin tahu apa yang membuat Kristal sampai menangis seperti itu.Kristal memang mudah menangis. She is so sensitive and such a cry baby. Tapi menangisnya pun biasanya hanya karena novel dan film. Seperti saat ia menonton Love, Rosie dan tidak rela saat pemeran utama perempuannya harus mengandung sendirian.Atau seperti saat menonton Love, Actually, ketika ada adegan di mana seorang lelaki menyatakan cinta pada perempuan yang ia cintai dengan kertas karton, namun si perempuan sudah memiliki kekasih.Hanya karena hal kecil seperti itu. Kemudian yang paling parah adalah saat Kristal SMA baru putus dari Ferdi.Tapi tangisan Kristal hari ini adalah tangis yang tidak pernah Kai lihat sebelumnya. E
Berita mengenai Cessa kembali ke Indonesia tentu saja terendus media. Belum 24 jam setelah Cessa menginjakkan kakinya di Indonesia, semua portal berita daring dan akun-akun gosip yang bertebaran di Instagram sudah memberitakan mengenai kepulangannya.“You’re home, Cantik.”Cessa menghela napas saat menjawab panggilan dari lelaki yang merupakan mimpi buruknya.“You bastard,” maki Cessa pelan sambil merebahkan tubuhnya di sofa apartemennya.Tadinya ia ingin pulang ke rumah orangtuanya, tapi pada akhirnya ia memilih untuk pulang ke apartemen lamanya yang selalu dibersihkan setiap minggu oleh petugas kebersihan yang diurus Britta.“Kok pulang nggak bilang-bilang aku? Kan aku bisa jemput.”“Buat apa aku bilang? Toh kamu juga akan tahu sendiri, kan,” jawab Cessa tidak peduli. “We need to talk, Sa.”“Your place or mine?”“Di kantor manajemenku,” tukas Cessa. Perempuan itu mengabaikan tawaran Sagara yang jelas-jelas tidak akan membiarkannya bicara, melainkan kegiatan yang kini membuat Cessa m
Setelah berdiskusi panjang, akhirnya Kristal menarik Jean dan dua orang associate lainnya dari GPP untuk menjadi tim kuasa hukum Cessa.Sebelumnya Kristal sudah meminta agar Cessa mencoba untuk mengajak Sagara bertemu dengannya di tempat yang netral—bukan di tempat yang bisa memberi kesempatan pada lelaki itu melakukan aksi yang lebih gila lagi.Tapi Sagara menolak, bahkan setelah perwakilan Big Screen membuat janji dengan manajemen Sagara, lelaki itu tetap menolak.“Manajemennya juga terkesan menutup-nutupi nggak, sih?” tanya Jean setelah menganalisis kasus baru yang resmi ia pegang bersama dengan Kristal.“Iya.” Kristal mengangguk. “Aku curiganya, dia emang udah punya track record buruk dan nggak cuma Cessa aja yang jadi korban. Tapi kita perlu bukti, ap
Cessa menguatkan dirinya seraya melangkahkan kaki yang mengenakan Blue and White Striped Pumps dari Manolo Blahnik tersebut masuk ke dalam Senayan City. Hari ini ia hanya mengenakan sweater GAP dan celana jeans 3/4-nya. Walau begitu, penampilannya yang simpel tetap mengundang perhatian orang-orang.“Are you sure?” tanya Britta entah untuk yang ke berapa kalinya.Cessa tersenyum kecil untuk menenangkan manajernya tersebut. “It’s okay, Bri. Kita, kan, di tempat umum, aku yakin Sagara masih memikirkan nama baiknya.”Sad but true, Sagara memang seperti itu. Cessa tahu kalau lelaki itu tentu akan lebih memikirkan imejnya walaupun kebejatannya juga hampir tidak terbendung.Keduanya berjalan menuju Starbucks yang siang itu tidak terlalu ramai. Jam mak
“Inget, jangan main pukul orang sembarangan.”Kai mengangguk patuh. Ia tahu Kristal pasti khawatir, kalau-kalau Sagara akan menuntutnya atas kekerasan yang ia lakukan tiga hari yang lalu.Sejak Kai menjemput Kristal di kantor dengan tangan yang memar, Kristal langsung memarahi Kai dan Kai hanya menunduk patuh.Kai tahu kalau seharusnya ia tidak terprovokasi kata-kata Sagara, tapi mendengar seseorang melecehkan seorang perempuan bukan hal yang bisa ia biarkan begitu saja.Kai menunggu kalau-kalau Sagara mau mencari urusan dengan menuntutnya, tapi sampai hari ketiga, lelaki itu tidak melakukan apa pun. Entah Kai harus lega atau tidak karena hal ini.“Iya,” sahut Kai sambil menggenggam tangan Kristal yang sedari tadi mengusap punggung tangannya. &ldquo
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya