“Inget, jangan main pukul orang sembarangan.”
Kai mengangguk patuh. Ia tahu Kristal pasti khawatir, kalau-kalau Sagara akan menuntutnya atas kekerasan yang ia lakukan tiga hari yang lalu.
Sejak Kai menjemput Kristal di kantor dengan tangan yang memar, Kristal langsung memarahi Kai dan Kai hanya menunduk patuh.
Kai tahu kalau seharusnya ia tidak terprovokasi kata-kata Sagara, tapi mendengar seseorang melecehkan seorang perempuan bukan hal yang bisa ia biarkan begitu saja.
Kai menunggu kalau-kalau Sagara mau mencari urusan dengan menuntutnya, tapi sampai hari ketiga, lelaki itu tidak melakukan apa pun. Entah Kai harus lega atau tidak karena hal ini.
“Iya,” sahut Kai sambil menggenggam tangan Kristal yang sedari tadi mengusap punggung tangannya. &ldquo
Model Berinisial PKA Terlibat Skandal Video Dewasa! Siang ini netizen dihebohkan dengan video yang tersebar di media sosial Instagram, di mana video tersebut mencatut nama PKA sebagai perempuan yang ada di video tersebut.Video tidak senonoh itu sudah dihapus oleh pengunggah pertamanya, namun tetap saja video tersebut telah tersebar dan diunggah ulang oleh banyak akun lainnya.Sampai saat ini manajemen dari PKA belum memberi pernyataan apa pun mengenai dugaan keterlibatan PKA dalam video tersebut.***Kai adalah orang yang pintar mengatur emosi. Setidaknya, ia tidak pernah membanting barang apa pun, semarah apa pun dirinya.Tapi saat ini, begitu selesai membaca caption di Instagram portal berita daring yang pe
Barata mungkin ayah yang berbeda dari ayah kebanyakan. Kalau biasanya anak tunggal laki-laki akan dimanjakan atau dididik dengan sangat keras, Barata menempa Kai menjadi manusia yang lebih manusiawi.“Menangis itu bukan urusan gender. Kalau kamu mau nangis, ya, nangis aja. Wajar, kok. Asal setelah menangis, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan dan segera melakukannya.”Walau begitu, Kai bukan orang yang mudah menangis. Seberat apa pun masalahnya, ia belum pernah sampai menangis. Yang Kai ingat, ia hanya menangis di umur sepuluh tahun saat kakek dan neneknya meninggal.“Hei.”Panggilan itu membuat Kai menunduk, menatap Kristal yang kini berbaring di ranjang dengan beralaskan lengannya sebagai bantal.“Hm?”
[Cessa. Satu tahun sebelum Kai dan Kristal menikah.]Kai-ku: Kamu di mana, Sayang?Cessa: Aku masih photoshoot di studio daerah Kemang.Kai-ku: Mau kujemput? Biar sekalian dinner?Cessa: Nanti aku kabarin ya. Soalnya belum ada tanda-tanda kapan selesainya nih. :(Kai-ku: Oke, Sayang. Just let me know, okay?Cessa: Okay, love.“Your boyfriend?” Sagara menarik tubuh Cessa yang tadinya duduk di ranjang agar kembali berbaring.“Hm.” Cessa memejamkan matanya saat mera
“Ma….” Kai menerima telepon itu sambil menyingkir ke teras samping rumahnya.Ia tahu kalau Hafi butuh bicara untuk update tentang apa yang ia lewatkan selama ia sibuk dengan perilisan single barunya dengan Fioletta. Dan Kai butuh privasi untuk bicara dengan mamanya.“Are you okay?” tanya Sonya dengan lembut.“I’m okay,” jawab Kai dengan cepat. “Mama? Mama pasti udah tahu tentang berita itu kan makanya sampai telepon aku lewat Rangga.”“Iya.” Sonya terkekeh pelan. Seolah yang mereka bicarakan bukanlah hal yang baru saja mencoreng nama baik Kai. “Tata baik-baik aja?”“Mm….” Kai ragu. Apa Kristal baik-baik saja? Rasanya tidak. Ta
“Are you okay?”“I’m okay, Jan.” Kristal tersenyum mendengar kekhawatiran Renjana. “How are you? I miss Kelana so much.”“Jangan mengalihkan pembicaraan,” gerutu Renjana yang membuat Kristal tertawa. “Serius, kamu baik-baik aja? Aku baru selesai meeting dan baru baca berita. Aku perlu ke sana? Aku beli tiket pesawat sekarang, ya?”“Oh, no, no!” cegah Kristal. Bagi Renjana dan Hafi, ia memang seperti adik kecil mereka yang berharga. Sehingga wajar saja Renjana kini khawatir dengan kondisinya.Sebagai orang yang bolak-balik diberitakan dengan framing tidak menyenangkan seperti ‘istri yang diabaikan’, Renjana pasti tahu seberat apa beban mental ketika suaminya m
Ruang meeting yang paling besar di lantai 20 itu kini rasanya penuh. Membuat Kristal menggeleng pelan saat melihat Hafi yang datang dengan gaya tengilnya sambil mengobrol dengan Aksa dan dua orang junior associate-nya. Manajer lelaki itu pun berjalan di samping Hafi sambil mengetik sesuatu di iPad-nya.“Good afternoon, Princess,” sapa Hafi sambil mencubit pipi Kristal dan berhasil membuatnya dipelototi Kristal.“Sakit tahu,” gerutu Kristal yang kemudian beralih pada Aksa yang tersenyum menatapnya. “Hai, Aksa.”“Hai.” Aksa duduk di sebelah Hafi, sebagai pengacara yang akan mendampinginya.Melihat semua peserta meeting hari ini sudah hadir, Kristal akhirnya berinisiatif untuk membuka meeting tersebut. “So… let’s st
Empire tentu saja ramai seperti biasa. Asap rokok yang mengebul menyambut Kai yang memasuki klub eksklusif tersebut bersama Rangga.Beberapa perempuan berpakaian seksi yang tentu saja mengundang perhatian para lelaki di sana, mencoba menghampiri Kai namun dengan cepat dihadang oleh Rangga.Kai berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Matanya memicing, mencari sosok yang berani-beraninya mengundang ia untuk bicara empat mata di tempat ini.“Tuan,” panggil Rangga dengan suara yang agak keras agar mengalahkan dentuman musik yang benar-benar mendominasi klub tersebut. “Di sebelah sana.”Kai menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Rangga, dan menemukan Sagara tengah duduk di sebuah sofa dan diapit dua perempuan di kanan dan kirinya.&l
“Kenapa, sih? PMS?”Kristal tidak langsung menjawab, tapi masih uring-uringan dan membuat Jean hanya bisa menggeleng pelan.“Cari gelato dulu, yuk,” ajak Kristal.Mereka baru saja selesai meeting dengan klien dan Kristal benar-benar merasa suntuk. Beruntung juga meeting itu selesai tepat setelah jam kerja usai. Jadi mereka tidak perlu kembali ke kantor, hanya perlu mengirim daily report.Jean melirik ke arah Kristal dan akhirnya mengiakan. Saat lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah dan mobilnya berhenti, perempuan itu menyodorkan ponselnya pada Kristal.“Cariin, dong, mau ke mana lewat Google Maps.”“Nggak usah pakai maps.” Kristal menyerahkan ke
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya