Barata mungkin ayah yang berbeda dari ayah kebanyakan. Kalau biasanya anak tunggal laki-laki akan dimanjakan atau dididik dengan sangat keras, Barata menempa Kai menjadi manusia yang lebih manusiawi.
“Menangis itu bukan urusan gender. Kalau kamu mau nangis, ya, nangis aja. Wajar, kok. Asal setelah menangis, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan dan segera melakukannya.”
Walau begitu, Kai bukan orang yang mudah menangis. Seberat apa pun masalahnya, ia belum pernah sampai menangis. Yang Kai ingat, ia hanya menangis di umur sepuluh tahun saat kakek dan neneknya meninggal.
“Hei.”
Panggilan itu membuat Kai menunduk, menatap Kristal yang kini berbaring di ranjang dengan beralaskan lengannya sebagai bantal.
“Hm?”
<[Cessa. Satu tahun sebelum Kai dan Kristal menikah.]Kai-ku: Kamu di mana, Sayang?Cessa: Aku masih photoshoot di studio daerah Kemang.Kai-ku: Mau kujemput? Biar sekalian dinner?Cessa: Nanti aku kabarin ya. Soalnya belum ada tanda-tanda kapan selesainya nih. :(Kai-ku: Oke, Sayang. Just let me know, okay?Cessa: Okay, love.“Your boyfriend?” Sagara menarik tubuh Cessa yang tadinya duduk di ranjang agar kembali berbaring.“Hm.” Cessa memejamkan matanya saat mera
“Ma….” Kai menerima telepon itu sambil menyingkir ke teras samping rumahnya.Ia tahu kalau Hafi butuh bicara untuk update tentang apa yang ia lewatkan selama ia sibuk dengan perilisan single barunya dengan Fioletta. Dan Kai butuh privasi untuk bicara dengan mamanya.“Are you okay?” tanya Sonya dengan lembut.“I’m okay,” jawab Kai dengan cepat. “Mama? Mama pasti udah tahu tentang berita itu kan makanya sampai telepon aku lewat Rangga.”“Iya.” Sonya terkekeh pelan. Seolah yang mereka bicarakan bukanlah hal yang baru saja mencoreng nama baik Kai. “Tata baik-baik aja?”“Mm….” Kai ragu. Apa Kristal baik-baik saja? Rasanya tidak. Ta
“Are you okay?”“I’m okay, Jan.” Kristal tersenyum mendengar kekhawatiran Renjana. “How are you? I miss Kelana so much.”“Jangan mengalihkan pembicaraan,” gerutu Renjana yang membuat Kristal tertawa. “Serius, kamu baik-baik aja? Aku baru selesai meeting dan baru baca berita. Aku perlu ke sana? Aku beli tiket pesawat sekarang, ya?”“Oh, no, no!” cegah Kristal. Bagi Renjana dan Hafi, ia memang seperti adik kecil mereka yang berharga. Sehingga wajar saja Renjana kini khawatir dengan kondisinya.Sebagai orang yang bolak-balik diberitakan dengan framing tidak menyenangkan seperti ‘istri yang diabaikan’, Renjana pasti tahu seberat apa beban mental ketika suaminya m
Ruang meeting yang paling besar di lantai 20 itu kini rasanya penuh. Membuat Kristal menggeleng pelan saat melihat Hafi yang datang dengan gaya tengilnya sambil mengobrol dengan Aksa dan dua orang junior associate-nya. Manajer lelaki itu pun berjalan di samping Hafi sambil mengetik sesuatu di iPad-nya.“Good afternoon, Princess,” sapa Hafi sambil mencubit pipi Kristal dan berhasil membuatnya dipelototi Kristal.“Sakit tahu,” gerutu Kristal yang kemudian beralih pada Aksa yang tersenyum menatapnya. “Hai, Aksa.”“Hai.” Aksa duduk di sebelah Hafi, sebagai pengacara yang akan mendampinginya.Melihat semua peserta meeting hari ini sudah hadir, Kristal akhirnya berinisiatif untuk membuka meeting tersebut. “So… let’s st
Empire tentu saja ramai seperti biasa. Asap rokok yang mengebul menyambut Kai yang memasuki klub eksklusif tersebut bersama Rangga.Beberapa perempuan berpakaian seksi yang tentu saja mengundang perhatian para lelaki di sana, mencoba menghampiri Kai namun dengan cepat dihadang oleh Rangga.Kai berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Matanya memicing, mencari sosok yang berani-beraninya mengundang ia untuk bicara empat mata di tempat ini.“Tuan,” panggil Rangga dengan suara yang agak keras agar mengalahkan dentuman musik yang benar-benar mendominasi klub tersebut. “Di sebelah sana.”Kai menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Rangga, dan menemukan Sagara tengah duduk di sebuah sofa dan diapit dua perempuan di kanan dan kirinya.&l
“Kenapa, sih? PMS?”Kristal tidak langsung menjawab, tapi masih uring-uringan dan membuat Jean hanya bisa menggeleng pelan.“Cari gelato dulu, yuk,” ajak Kristal.Mereka baru saja selesai meeting dengan klien dan Kristal benar-benar merasa suntuk. Beruntung juga meeting itu selesai tepat setelah jam kerja usai. Jadi mereka tidak perlu kembali ke kantor, hanya perlu mengirim daily report.Jean melirik ke arah Kristal dan akhirnya mengiakan. Saat lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah dan mobilnya berhenti, perempuan itu menyodorkan ponselnya pada Kristal.“Cariin, dong, mau ke mana lewat Google Maps.”“Nggak usah pakai maps.” Kristal menyerahkan ke
Kinokuniya Plaza Senayan adalah salah satu tempat favorit Aksa di Jakarta. Toko buku tersebut tidak seramai tempat lain, tapi jelas lebih luas daripada Periplus. Buku-buku yang Aksa cari pun lebih sering tersedia di Kinokuniya dibanding di Periplus, maka dari itu dia memilih untuk ke sini hari ini.Oh, tidak, tidak. Lelaki yang hari ini mengenakan setelan kasual tersebut tidak benar-benar ingin ke Kinokuniya. Ia hanya sibuk melarikan diri.Hari ini hari ulang tahun Kristal. Semalam Hafi mengajaknya untuk ikut memberi kejutan pada Kristal, tapi Aksa menolaknya“Kenapa? Karena ada Kai? Atau karena hari ini juga anniversary pernikahan mereka?” ledek Hafi yang Aksa tahu hanya candaan.Tapi Hafi tidak tahu kalau pertanyaannya adalah alasan Kristal memilih melarikan diri ke sini diband
[Kristal. SMA kelas 2.]Julia memperhatikan bagaimana Kristal, putrinya, mingle ke sana ke mari dengan teman-teman SMA-nya yang diundang ke pesta ulang tahun ke tujuh belasnya ini.Putrinya itu terlihat cantik dengan little black dress-nya yang terlihat simpel dan tambahan set perhiasan dari Pandora yang ia hadiahkan tadi pagi untuk sang putri.Penampilan Kristal malam ini adalah pilihannya sendiri. Julia tersenyum kecil pada penampilan putrinya yang benar-benar seperti dirinya, sederhana namun terlihat istimewa.“Udah besar, ya, anak kita ternyata,” ucap Petra yang merangkul pinggangnya dengan erat.“Iya, nggak berasa, ya.” Julia tersenyum. “Rasanya baru kemarin dia masih balita dan udah ngejar-ngej