“Nona Kristal ke Bali, Tuan.”
“Ke rumah sahabatnya, Renjana?”
Rangga mengangguk. Menjadi asisten Kai berarti nyaris tidak ada hari libur. Hari ini salah satunya. Sabtu pagi ia sudah diminta Kai mencari tahu ke mana istrinya pergi.
Kai mengangguk paham. “I see.” Lelaki itu pun duduk di sofa ruang tengah. “Baiklah, kalau begitu kamu bisa pulang. Maaf mengganggu waktu liburmu.”
“Bukan masalah.” Akhir-akhir ini ia sudah terbiasa dengan sikap Kai yang aneh semenjak patah hati.
Rangga pun berlalu meninggalkan Kai sendiri di ruang tengah. Walaupun sebenarnya ia heran kenapa Kai tidak menyuruhnya mencari orang agar menjemput Kristal atau memesankan tiket untuknya menyusul ke sana.
“Kenapa, sih? Ditinggal istri?”Kai mendelik tidak suka atas pertanyaan tersebut. “Just shut up, will you?”Vito Kataraga justru tertawa puas sampai memukul permukaan meja kayu Lucky Cat yang malam Minggu seperti ini ramai luar biasa.Waiting list di kafe bergaya industrial di kawasan Plaza Festival, Kuningan, tersebut benar-benar gila, namun sepadan dengan ambience yang didapatkan mereka untuk menghabiskan malam Minggu ini.“Giliran ditinggal istri, baru aku dicariin. Persis ban serep,” canda Vito lagi pada sahabatnya yang tengah menyesap Machiato-nya.“Kamu sendiri yang ngajak ke sini,” tukas Kai tidak mau kalah.Dua jam yang lalu, Vito yang masih melajang dan
“Jam berapa pesawat Kristal sampai di Soekarno-Hatta?”“Jam tiga sore, Tuan.”“Oke.”“Apa Tuan mau menjemput Nona Kristal?”Kai berpikir selama beberapa saat dan memutuskan kalau Rangga tidak perlu tahu kali ini. “We’ll see.”Setelah mengakhiri panggilan tersebut, Kai menatap ke sekeliling kamar Kristal. Pagi ini setelah sarapan, Kai memutuskan untuk mampir lagi di kamar beraroma green tea tersebut untuk membuka tirainya agar sinar matahari dapat masuk.Kai tidak langsung keluar, lelaki itu malah mengitari kamar Kristal. Melihat foto-foto yang dipajang, juga tidak sengaja melihat koleksi lipstik Kristal yang ia tidak mengerti di mana perbedaannya selain
“Kamu bawain aku pie susu nggak?”“Nggak!” jawab Kristal dengan ketus. Dari sekian banyak hal yang harus mereka bicarakan, kenapa juga Kai harus membahas pie susu?!“Padahal aku suka pie susu.” Kai cemberut sembari memutar setir mmobilnya dengan lihai.Kristal yang melihatnya membelalakkan mata. Seorang Kai cemberut karena ia bilang ia tidak bawa piesusu?Kai benar-benar tidak adil. Dia bisa bersikap kejam pada Kristal tapi bisa seimut ini dan membuat Kristal harus kuat-kuat menahan dirinya, agar tidak mencium laki-laki itu lebih dulu.Perempuan itu menghela napas sambil mengalihkan pandangannya ke jendela. Hari sudah malam saat mereka pulang dari kediaman orangtua Kristal di Kelapa Gading.
“Tuhkan bener, liburan bikin kamu nambah happy!”Kristal menggeleng pelan mendengar analisis ngasal Jean. “Ya, ya, ya, anggap aja begitu.”“Beda sih ya yang liburannya sambil honeymoon.”“Honeymoon apaan?” bantah Kristal langsung.Jean tertawa melihat Kristal yang sewot. “Santai dong, Bu, ngegas banget.”Kristal hanya mendengus dan membiarkan Jean menikmati kotak pie susu berisi seratus bungkus itu untuk dirinya sendiri.Bicara tentang pie susu, Kristal jadi ingat bagaimana semalam Kai seperti melihat malaikat saat ia menyodorkan sekotak pie susu untuknya. Kristal tentu saja tidak lupa kalau Kai sangat menyukai kue itu sejak
[FH-UI. Kristal. Semester 4.]Hafi tahu ia nekat, tapi ia hanya… penasaran. Oke, ia tahu keinginannya naik Commuter Line sampai di UI adalah hal yang mungkin terdengar konyol. Tapi ia memang benar-benar penasaran.“Udah kayak copet,” komentar Kristal meluluhlantakkan euforia yang dirasakan Hafi.“Sialan!”“Duh!” Kristal merengut sambil menatap Hafi dengan tajam.Saat ini mereka sedang menikmati hidangan seafood murah meriah yang ada di Tenda Biru, deretan warung tenda yang ada di belakang stasiun Pondok Cina dan menyajikan makanan yang sangat murah tapi enak. Hingga mahasiswa dari Universitas Gunadarma pun sering makan di sini juga.“Gila, kwetiaunya enak banget,
“Untuk batalnya Kristal pergi dari GPP!”“Untuk batalnya Kristal ketemu Aksa ganteng setiap hari!”“Cheers!”Denting gelas yang saling beradu tersebut timbul tenggelam di balik ingar bingar musik klub malam ternama di Jakarta itu. Empire malam ini terlihat agak lebih padat daripada biasanya karena kedatangan DJ tamu yang sedang hype.“Kok kalian ngomong gitu, sih?”Bang Leo, Jean, dan beberapa partner di GPP yang memang malam ini memutuskan kumpul sejenak melepas penat, tertawa bersama-sama.Rumor kalau Kristal ingin di-hijack Aksara Bimantara ke law firm-nya tentu bukan hal yang baru mereka dengar hari ini. Dan ketika Kristal dengan tegas menga
“Kudengar kamu mau ke Alaska, ya?”“Hah?”“Vito yang bilang.” Jefan tertawa melihat ekspresi Kai yang langsung berubah masam. “Dia update di Twitter, katanya kamu mau ke Alaska daripada nanya soal cinta-cintaan.”Kai menggeram kesal. Vito selalu punya seribu satu cara untuk mempermalukannya. “Anak itu….”“Makanya main Twitter biar tahu dia ngapain aja di sana.”“Emangnya dia sering mempermalukanku di sana?”Kai bukan orang yang suka bermain media sosial. Media sosial yang dia punya hanya Facebook yang kini tidak terurus dan Instagram yang hanya ia buka untuk memantau bagaimana artis-artis di bawah manajemennya bermain media sosial.
Kristal bukan anak rumahan. Ia lebih suka menghabiskan waktu seharian di luar rumah, apalagi jika ditemani Hafi dan Kristal. Ia hanya menghabiskan waktu di rumah kalau sedang ingin nonton film atau jenuh dengan dunia luar.Empire adalah salah satu tempat favoritnya. Ia bukan perempuan yang senang membawa lelaki untuk menghabiskan malam yang panas—definisi profit dari pergi dugem yang dijelaskan teman-teman kantornya dengan mata berbinar.Kristal hanya menikmati musik dan minumannya. Juga suasananya. Kalau beruntung, laki-laki tampan adalah bonus untuk menyegarkan mata walaupun hatinya sudah punya nama sebagai ‘bucin Kai’.Hanya satu hal yang tidak ia sukai dari kunjungan rutinnya ke Empire. Kepala yang pengar akibat kebanyakan minum.“Ugh.”