“Kamu bawain aku pie susu nggak?”
“Nggak!” jawab Kristal dengan ketus. Dari sekian banyak hal yang harus mereka bicarakan, kenapa juga Kai harus membahas pie susu?!
“Padahal aku suka pie susu.” Kai cemberut sembari memutar setir mmobilnya dengan lihai.
Kristal yang melihatnya membelalakkan mata. Seorang Kai cemberut karena ia bilang ia tidak bawa piesusu?
Kai benar-benar tidak adil. Dia bisa bersikap kejam pada Kristal tapi bisa seimut ini dan membuat Kristal harus kuat-kuat menahan dirinya, agar tidak mencium laki-laki itu lebih dulu.
Perempuan itu menghela napas sambil mengalihkan pandangannya ke jendela. Hari sudah malam saat mereka pulang dari kediaman orangtua Kristal di Kelapa Gading.
“Tuhkan bener, liburan bikin kamu nambah happy!”Kristal menggeleng pelan mendengar analisis ngasal Jean. “Ya, ya, ya, anggap aja begitu.”“Beda sih ya yang liburannya sambil honeymoon.”“Honeymoon apaan?” bantah Kristal langsung.Jean tertawa melihat Kristal yang sewot. “Santai dong, Bu, ngegas banget.”Kristal hanya mendengus dan membiarkan Jean menikmati kotak pie susu berisi seratus bungkus itu untuk dirinya sendiri.Bicara tentang pie susu, Kristal jadi ingat bagaimana semalam Kai seperti melihat malaikat saat ia menyodorkan sekotak pie susu untuknya. Kristal tentu saja tidak lupa kalau Kai sangat menyukai kue itu sejak
[FH-UI. Kristal. Semester 4.]Hafi tahu ia nekat, tapi ia hanya… penasaran. Oke, ia tahu keinginannya naik Commuter Line sampai di UI adalah hal yang mungkin terdengar konyol. Tapi ia memang benar-benar penasaran.“Udah kayak copet,” komentar Kristal meluluhlantakkan euforia yang dirasakan Hafi.“Sialan!”“Duh!” Kristal merengut sambil menatap Hafi dengan tajam.Saat ini mereka sedang menikmati hidangan seafood murah meriah yang ada di Tenda Biru, deretan warung tenda yang ada di belakang stasiun Pondok Cina dan menyajikan makanan yang sangat murah tapi enak. Hingga mahasiswa dari Universitas Gunadarma pun sering makan di sini juga.“Gila, kwetiaunya enak banget,
“Untuk batalnya Kristal pergi dari GPP!”“Untuk batalnya Kristal ketemu Aksa ganteng setiap hari!”“Cheers!”Denting gelas yang saling beradu tersebut timbul tenggelam di balik ingar bingar musik klub malam ternama di Jakarta itu. Empire malam ini terlihat agak lebih padat daripada biasanya karena kedatangan DJ tamu yang sedang hype.“Kok kalian ngomong gitu, sih?”Bang Leo, Jean, dan beberapa partner di GPP yang memang malam ini memutuskan kumpul sejenak melepas penat, tertawa bersama-sama.Rumor kalau Kristal ingin di-hijack Aksara Bimantara ke law firm-nya tentu bukan hal yang baru mereka dengar hari ini. Dan ketika Kristal dengan tegas menga
“Kudengar kamu mau ke Alaska, ya?”“Hah?”“Vito yang bilang.” Jefan tertawa melihat ekspresi Kai yang langsung berubah masam. “Dia update di Twitter, katanya kamu mau ke Alaska daripada nanya soal cinta-cintaan.”Kai menggeram kesal. Vito selalu punya seribu satu cara untuk mempermalukannya. “Anak itu….”“Makanya main Twitter biar tahu dia ngapain aja di sana.”“Emangnya dia sering mempermalukanku di sana?”Kai bukan orang yang suka bermain media sosial. Media sosial yang dia punya hanya Facebook yang kini tidak terurus dan Instagram yang hanya ia buka untuk memantau bagaimana artis-artis di bawah manajemennya bermain media sosial.
Kristal bukan anak rumahan. Ia lebih suka menghabiskan waktu seharian di luar rumah, apalagi jika ditemani Hafi dan Kristal. Ia hanya menghabiskan waktu di rumah kalau sedang ingin nonton film atau jenuh dengan dunia luar.Empire adalah salah satu tempat favoritnya. Ia bukan perempuan yang senang membawa lelaki untuk menghabiskan malam yang panas—definisi profit dari pergi dugem yang dijelaskan teman-teman kantornya dengan mata berbinar.Kristal hanya menikmati musik dan minumannya. Juga suasananya. Kalau beruntung, laki-laki tampan adalah bonus untuk menyegarkan mata walaupun hatinya sudah punya nama sebagai ‘bucin Kai’.Hanya satu hal yang tidak ia sukai dari kunjungan rutinnya ke Empire. Kepala yang pengar akibat kebanyakan minum.“Ugh.”
[Kai, saat masih SMP….]Kai yang baru sebulan lalu berumur tiga belas tahun, menatap orangtuanya dengan kebingungan yang tidak bisa ia tutupi.“Kenapa Kai mesti tinggal di sini? Kenapa Kai nggak ikut Papa sama Mama?”Barata mengusap kepala Kai dengan penuh kasih sayang. “Situasinya nggak memungkinkan, Sayang.”Kai beralih pada Sonya yang menatapnya sambil berusaha menahan tangisnya. “Tapi Mama bisa ikut Papa.”“Karena Mama juga diperlukan di sana,” jawab Barata dengan sabar. “Kai di sini dulu, ya. Kan Kai udah kayak anaknya Om Petra dan Tante Julia. Mereka pasti baik sama Kai, jadi Kai bisa, kan, bersikap baik juga pada mereka?”Kai mencoba untuk mengata
Selama akhir pekan itu, Kristal menggunakan waktunya sebisa mungkin agar tidak bersinggungan langsung dengan Kai.“Apa iya aku melakukan hal segila itu?” gumam Kristal setiap kali ia teringat kata-kata Kai. “Nggak mungkin kan aku menciumnya? ARGH!!!”Kai sendiri memutuskan untuk tidak menginvasi privasi Kristal kali ini. Ia hanya sesekali mengetuk pintu Kristal, mengingatkan perempuan itu untuk makan. Yang ditanggap dengan gumaman oleh Kristal.Sore harinya saat Kristal sudah bosan di kamarnya, Kristal memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Ia mendengar mobil Kai keluar dari rumah, jadi sepertinya aman untuk keluar tanpa merasa malu setiap kali berpapasan dengan lelaki itu.Karena sudah bosan menatap layar ponsel dan televisi, Kristal memutuskan untuk keluar dari rumah dan men
Hafi menatap sahabatnya yang sejak mereka bertemu satu jam yang lalu, tidak berhenti bercerita mengenai dua nama.Kai dan Lulu.“Ta.”Panggilan Hafi membuat Kristal yang sedang sibuk menyedot bubble dari Chatime yang baru ia beli menoleh dan tanpa sadar sedotannya terlepas dari bibirnya. Membuat air liurnya sedikit menetes dari sudut bibirnya.“Astaga….” Hafi mendesah pelan sambil meringis jijik. Walaupun begitu, tanpa ragu ia mengusap sudut bibir Kristal dengan ibu jarinya. “Jorok banget, deh, jadi perempuan.”“Kamu ngajak ngomong pas aku lagi asyik minum,” keluh Kristal.“Kamu sama Kai baik-baik aja, nih, berarti?” tanya Hafi setelah mereka sampai di Kimukatsu