Home / Rumah Tangga / Istri yang Tak Dinafkahi / 5 Kamu kan cuma di Rumah

Share

5 Kamu kan cuma di Rumah

Author: Setia_AM
last update Last Updated: 2024-10-24 12:26:33

“Saya izinkan kamu bawa anak, Nesi yang akan asuh sementara kamu memasak menu. Kalau respons pelanggan bagus dan resto ini kembali ramai secara bertahap, kamu saya angkat jadi pegawai tetap di sini.”

Bak terhipnotis, Sindy mengangguk saja ketika pria berkaca mata itu memberikan penegasan dalam setiap kata-katanya.

“Pak Zayyan memang gitu, tegas. Tapi aku yakin kok kalau kamu mampu, Sin.”

Nesi menghibur Sindy saat menceritakan sikap bos mereka.

Hari pertama, sampel ikan bakar buatan Sindy mendapatkan respons yang lumayan positif. Beberapa pelanggan bahkan tak ragu memesan untuk dimakan di rumah.

Hal itu membuat Sindy termotivasi, dia akan bekerja diam-diam tanpa sepengetahuan Ardi jika bos memberinya kesempatan.

“Kamu cari kerja dong, biar perekonomian kita nggak gini-gini aja ...” tuntut Ardi suatu hari, tanpa rasa sungkan sedikitpun.

Sindy menyodorkan suapan terakhir ke mulut sang putri yang sedang makan.

Ardi dengan tidak sabar menunggu jawaban dari Sindy.

“Mau ya, ini demi masa depan kita juga.”

Sindy menunggu putrinya masuk kamar dulu, baru berkomentar.

“Nafkah itu kewajiban siapa sih, Mas? Suami atau istri?”

“Apa salahnya kalau istri bantu-bantu suami, ibu aku juga gitu kok.”

“Aku tanya dulu, nafkah itu kewajiban suami atau istri?”

“Suami, tapi istri juga nggak berdosa kalau ikut bantu-bantu cari uang.”

“Memang nggak berdosa, tapi nggak wajib juga.”

“Kamu ini ya, nggak pernah bisa kayak ibuku.” Ardi mengeram kesal.

“Lah, aku kan memang bukan ibumu, Mas. Aku Sindy, istri kamu.”

“Justru itu, seharusnya kamu bantu suami biar kita bisa nabung buat masa depan!”

Sindy menatap tajam Ardi, dia geram sekali karena sampai detik ini suaminya itu belum juga jujur tentang gaji yang selama ini dia terima.

“Dengar ya, Mas? Lima ratus ribu seminggu itu mungkin masih bisa aku cukup-cukupkan asal kamu juga nggak banyak nuntut soal menu masakan. Apa selama ini aku pernah ngeluh sejak kamu pindah kerjaan di gudang besi dengan gaji pas-pasan?”

Ardi membisu.

“Kalau mau ngeluh, aku sudah ngeluh dari dulu. Masalahnya sudah berminggu-minggu ini aku cuma dapat nafkah sisa, kamu mikir dong!”

“Itu bukan sisa, aku membaginya untuk orang tuaku karena penghasilan ayahku juga nggak nentu ...”

“Sekarang aku tanya, gaji kamu cukup nggak untuk dua keluarga?”

Ardi terpaku sejenak, sedangkan Sindy menunggu jawaban jujur dari suaminya itu.

“Cukup nggak cukup, yang namanya membantu orang tua itu wajib!”

“Tapi nggak dengan menelantarkan anak istri!”

“Jangan fitnah, ya! Buktinya aku masih menafkahi kamu, nggak ingat?”

Sindy mengatupkan bibirnya, meladeni Ardi hanya bikin emosi makin membuncah di dada.

Baiklah, tekat Sindy dalam hati. Aku harus bekerja, tapi semata-mata demi kelangsungan hidup anakku!

Melihat Sindy tidak menjawab, Ardi pikir jika istrinya akan menurut pada perintahnya.

***

“Bu, aku ngantuk ...” rengek Sisil sambil mengucek-ucek matanya saat Sindy sedang meracik bumbu.

“Sebentar ya, Sayang! Aduh, gimana ini, Nes?”

“Nggak apa-apa, biar aku atasi. Di belakang ada tempat untuk rehat kok!”

Sindy mengangguk dan fokus untuk memasak ikan bakar pesanan para pelanggan.

“Mbak Sindy hebat ya, para pelanggan suka ikan bakar ini!” puji salah satu karyawan yang bantu menyajikan menu buatan Sindy.

“Syukurlah, Mbak. Saya ikut senang ini, semoga resto makin ramai.”

“Amin, biar Pak Zayyan tidak jadi menutup resto ini, Mbak. Saya butuh kerjaan soalnya ...”

“Kalau begitu kita harus melayani pelanggan dengan baik.”

“Setuju, Mbak!”

Sindy melakukan tugasnya dengan penuh semangat, bayangan masa depan yang lebih cerah untuk Sisil membuatnya bertekad untuk tidak lagi menyerah dengan keadaan.

“Terima kasih ya, Nes?” Sindy meraih Sisil yang baru bangun tidur ke pelukannya. “Berkat kamu, aku bisa diterima kerja.”

“Santai, Sisil juga hebat karena nggak rewel. Besok ikut ibu kerja lagi, ya?”

“Iya, Tante ... Sisil boleh bawa mainan?”

Sontak Sindy dan Nesi saling pandang.

“Nanti biar aku yang bicara sama Pak Zayyan, kamu tenang saja. Aku rasa apa pun akan dia lakukan untuk kemajuan resto,” bisik Nesi.

“Atur saja, pokoknya aku akan berinovasi dengan menu-menu lainnya selain ikan bakar.”

Nesi mengangkat jempolnya, lalu bersiap-siap kerja.

Setibanya di rumah, Sindy langsung merebahkan diri di depan televisi karena letih. Meskipun demikian, hatinya luar biasa lega karena impitan di dadanya mulai terangkat sedikit demi sedikit.

“Sisil nonton tivi dulu, ya. Ibu mau tidur sebentar.”

Sisil mengangguk patuh, matanya fokus pada tayangan kartun di televisi.

“Ampun, ampun ... Ini Sisil kok dibiarkan main sendiri, ibunya tidur?”

Mata Sindy terasa berat ketika terbangun dari tidurnya karena suara ibu mertua.

“Sudah mandi belum, Sil?”

“Belum, Nek.”

“Ya ampun ... Sindy, itu anakmu kok nggak diurus? Sebentar lagi Ardi pulang kerja, meja makan masih belum beres ... Nggak masak kamu?”

Sindy menggeliat sebentar sebelum terbangun sepenuhnya.

“Nanti, Bu. Capek ...”

“Kamu kan cuma di rumah dan nggak ngapa-ngapain, capek dari mana?”

Sindy hanya menutup kuap dengan telapak tangan.

“Rumah dan cucian kan nggak ujug-ujug bersih sendiri, Bu.”

Wanita yang melahirkan Ardi itu terus menggerutu, tapi Sindy membiarkannya saja hingga pergi sendiri.

Tidak berselang lama, deru sepeda motor milik Ardi terdengar memasuki halaman rumah.

“Ini ada lima ratus ribu, semingguan ini kamu harusnya bisa masak menu yang lebih manusiawi daripada tahu tempe.” Ardi mengulurkan beberapa lembar uang warna merah di dekat piring kosong. “Lagian Sisil belum sekolah, dengar-dengar kamu juga sudah cari-cari kerjaan kan?”

Sindy diam saja, tapi dia tetap menerima uang itu.

Tidak lama dari itu, ponsel Ardi berdering.

“Halo, Bu?”

Sindy langsung memasang wajah waspada ketika tahu bahwa yang menelepon Ardi adalah ibu mertua, terasa ada firasat buruk yang membayangi.

“Sin, ibu bilang kalau ayah minta dibuatkan ayam ungkep bumbu kuning untuk sekeluarga ...”

“Terus?”

“Uangnya kurang, jadi aku ambil uang yang tadi ya? Nggak banyak kok.”

Sindy menatap tajam Ardi. “Ini uang nafkah buat aku, selama ini aku bahkan nggak bisa belanja ayam sejak kamu kasih nafkah sisa. Tapi untuk keluarga kamu, semudah itu ya kamu berikan?”

“Apa sih, ini juga buat keluarga aku. Jangan perhitungan gitu, Sin.”

“Aku nggak akan perhitungan kalau kebutuhan aku dan Sisil sudah kamu cukupi, Mas!”

“Orang tuaku juga penting ini ...”

“Katakan berapa gaji kamu yang sebenarnya!”

Ardi terperanjat ketika nada suara Sindy semakin meninggi.

“Kamu ini bicara apa sih?”

“Jujur nggak tentang gaji kamu? Ayo jujur, Mas!”

“Kamu kan tahu kalau gajiku nggak menentu, namanya juga tenaga borongan.” Ardi berkilah.

“Kamu pikir aku nggak tahu kalau gaji kamu sebenarnya lebih banyak daripada biasanya?” Sindy menatap tajam Ardi. “Tapi kamu sengaja memberikannya ke ibu kamu, sementara aku cuma dapat sisanya!”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
bunga flowers
KL AQ dh aq tinggalin suami kyk gtu
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
makanya jgn menerima aja. klu udah tau haji suamimu berapa, kenapa kau g protes. menye2 g jelas dg bacotan garingmu g bermutu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri yang Tak Dinafkahi    6 Laki-laki Harus Ditaati

    Ardi mematung setelah Sindy meluapkan amarahnya sedemikian rupa.“Jangan sok tahu kamu, Sin. Sudah bagus aku tidak lupa kasih kamu nafkah ...”“Tapi seharusnya kamu memprioritaskan keluarga kecil kamu dulu, baru orang tua kamu!”Ardi berdecak. “Sudah deh, kamu cukup-cukupkan dulu nafkah dari aku. Bersyukur masih dikasih rejeki ...”“Harusnya kamu katakan itu sama orang tua kamu! Kalau memang nggak punya uang cukup, kenapa harus masak ayam ungkep? Menu lainnya kan bisa!”“Eh, lancang kamu ya! Siniin uangnya, seratus ribu saja nggak apa-apa!”“Tapi minggu ini jadwalnya bayar listrik sama air, Mas!”“Kamu kan sebentar lagi kerja, utang dulu sama temen kamu kek, siapa kek ... Sini uangnya, seratus ribu saja kok pakai adu mulut!”“Itu kalau kamu kasih aku seminggu satu juta, aku nggak masalah kamu ambil seratus dua ratus! Ini cuma lima ratus, masih juga dikorup! Nih, ambil semuanya sekalian!”Ardi kaget saat Sindy melempar lembaran uang warna merah itu ke arahnya.“Sin, kamu apa-

    Last Updated : 2024-11-23
  • Istri yang Tak Dinafkahi    7 Aku Adalah Milik Ibuku

    “Mata kamu kok sembab banget, Sin?” sambut Nesi saat Sindy tiba di resto keesokan harinya. “Berantem lagi sama Ardi?” “Begitulah, aku sudah nggak kuat ...” Nesi cepat-cepat menggendong Sisil, dan memotivasi Sindy untuk terus berjuang demi masa depan. “Kalau Ardi nggak niat kasih nafkah, biarkan saja. Saatnya kamu unjuk gigi dengan jadi tukang masak di resto ini, Pak Zayyan sudah janji mau angkat kamu jadi karyawan tetap kalau resto ramai lagi kan?” Sindy mengangguk pelan. “Nah, jangan sia-siakan kesempatan itu! Biarkan Ardi dengan doktrin keluarganya, nanti akan tiba saatnya kamu membalikkan keadaan.” “Apa aku mampu, Nes?” “Pasti, kamu punya kelebihan. Jangan ragu untuk maju, Sin. Punya suami dzolim kayak Ardi, harus bikin kamu tahan banting. Cari uang sendiri untuk kamu nikmati sendiri sama Sisil, oke?” Sindy terdiam sebentar. “Aku bukannya nggak mensyukuri nafkah dari Mas Ardi, berapapun itu pasti aku terima. Asalkan bukan sisa setelah nafkah itu dikurangi untuk kebut

    Last Updated : 2024-11-24
  • Istri yang Tak Dinafkahi    8 Saat Ardi yang Belanja

    “Nes, gimana? Pak Zayyan setuju nggak soal permintaan aku kemarin?” tanya Sindy penuh harap. “Aku butuh buat ongkos ke resto juga soalnya ...”“Tenang, sama aku sih beres!”“Beres gimana?”“Pak Zayyan bilang kalau nggak boleh ada hambatan bagi kamu untuk bisa membuat resep ikan bakar favorit pelanggan, karena itu dia setuju untuk kasih kamu gaji mingguan.”“Alkhamdulillah ...”“Eits, tapi ada syaratnya!”“Apa tuh?”“Jangan bilang ini ke pegawai lain, takutnya pada iri karena di sini sistemnya bulanan.”Sindy manggut-manggut mengerti.“Sebisa mungkin aku akan jaga rahasia, Nes. Nggak mungkin aku banyak tingkah.”“Ya sudah, semoga kamu semakin termotivasi dan tetap konsisten menyajikan ikan bakar yang rasanya spektakuler!”“Pasti, aku akan berjuang.” Sindy berjanji.Beberapa hari kemudian, Ardi telah menerima gaji dan mulai mengatur sendiri keuangan rumah tangganya.“Nih, buat belanja besok.” Ardi mengulurkan uang sebesar dua puluh ribu rupiah kepada Sindy. “Kamu masak ayam goreng, sop

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri yang Tak Dinafkahi    9 Punya Hubungan Darah

    “Sin, buatkan saya dua puluh porsi ikan bakar untuk rekan-rekan saya. Minta bantuan Meta yang urus kardus makanan,” perintah Zayyan pagi itu saat Sindy sibuk meracik bumbu andalannya.“Komplit sama nasinya, Pak?”“Tentu saja, sambal dan lalapan juga jangan lupa.”Sindy mengangguk sigap.“Kira-kira hari apa pesanan saya selesai?” tanya Zayyan memastikan.Untuk sejenak, kepala Sindy penuh dengan hitung-hitungan antara tenaga dan waktu yang dibutuhkan.“Dua-tiga hari, Pak. Soalnya saya kerja sendiri ...”“Tidak bisa dipercepat lagi? Kalau perlu kamu lembur, saya akan kasih bonus kalau sudah selesai.”Sindy mempertimbangkan permintaan Zayyan. Sebetulnya bukan permintaan, melainkan perintah karena nada suara pria itu terdengar tegas dan Sindy tidak menemukan celah sedikitpun untuk memberikan penolakan.Belum lagi tawaran bonus yang dijanjikan Zayyan, tentu saja membuat jiwa perhitungan Sindy meronta-ronta.“Anak saya ikut lembur, nggak masalah kan, Pak?” tanya Sindy ragu.“Meman

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri yang Tak Dinafkahi    10 Punya Penghasilan Sendiri

    “Bagaimana, Pak?” tanya Sindy ketika Zayyan sendiri yang datang untuk mengambil pesanan ikan bakar ke resto. “Tampilan kardus dan tatanan isinya?” Sebelum menjawab, Zayyan membuka salah satu tutup kardus dan mengamati sajian ikan bakar di dalamnya sementara Sindy harap-harap cemas. Khawatir jika apa yang dia dan teman-temannya lakukan tidak sesuai dengan ekspektasi Zayyan. “Lumayan, saya akan kasih bonusnya sekarang juga. Berapa nomor rekening kamu, biar saya transfer ...” “Kalau saya minta tunai, boleh Pak?” tanya Sindy buru-buru. “Masalahnya mau saya bagi sama teman yang bantu saya tadi.” Zayyan terlihat mempertimbangkan permintaan Sindy, tidak lama setelahnya dia menganggukkan kepala. “Ini, pergunakan dengan baik.” Zayyan menarik berlembar-lembar uang warna merah kepada Sindy. “Terima kasih, Pak!” Sindy mengangguk, terlebih karena mendengar ucapan terakhir Zayyan yang seolah menyiratkan sesuatu. Tanpa menunda waktu lagi, Sindy segera membagi uang itu kepada N

    Last Updated : 2024-11-26
  • Istri yang Tak Dinafkahi    11 Sikap Aneh Ardi

    Mendengar ucapan Mita, Ardi mengangguk-angguk mengerti. “Benar juga. Mau suami atau istri yang kerja, itu sudah jadi uang kita bersama!”Ratna, ibu Ardi ikut mendukung pernyataan Mita dengan menganggukkan kepalanya.“Yeeeyyy, itu artinya kita akan lebih sering senang-senang lagi!” Mita begitu riang gembira, karena sudah membayangkan jika uang yang dimiliki kakak kandungnya kini akan semakin bertambah banyak dengan gaji yang dimiliki oleh kakak ipar.“Kita bisa mulai menabung juga untuk hari tua,” imbuh Ratna. “Kamu jangan lupa bilang sama Sindy supaya nggak lupa sama kewajibannya membantu kamu, Di.”“Nanti aku akan bilang, Bu.”Ardi sudah tidak sabar menunggu Sindy pulang ke rumah, supaya mereka berdua bisa bebas bicara. Karena istrinya kini sudah memiliki penghasilan sendiri, maka Ardi berniat untuk memberikan gajinya demi kesejahteraan keluarga besarnya.Sementara gaji Sindy bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka bertiga.“Capek, Sin?”Ardi memasang senyum lebar s

    Last Updated : 2024-11-27
  • Istri yang Tak Dinafkahi    12 Disuruh Bayar Tagihan Makanan

    “Kakakku kan kerja di sini, jadi kami bebas makan apa saja!”“Tidak begitu konsepnya, Dek! Bukan masalah kakak kamu kerja di sini, tapi kamu bisa bayar tak?”“Mantu saya bisa bayar!” sahut Ratna yakin. “Tadi kakak, sekarang mantu ... Ampun, Gusti!”Sindy terbelalak sampai matanya hampir lepas ketika menyaksikan adu mulut yang terjadi antara rekan kerjanya dengan Ratna dan Mita.“Ibu kok makan di sini sih?” tanya Sindy tanpa basa-basi.“Nah, itu dia mantu saya datang!” tunjuk Ratna dengan penuh percaya diri.“Mbak Sindy, betul mereka keluarga kamu?” tanya rekan yang tadi berdebat.“Keluarga suami sih ...”“Ini tagihan yang harus dibayarkan, Mbak.”Sindy terkaget-kaget. “Kok aku?”“Mereka bilang kalau kamu yang akan bayar semua makanan mereka, Mbak!”Sindy langsung menoleh cepat ke arah keluarga Ardi.“Bu, ini gimana urusannya?”“Tinggal bayar saja kan beres, Sin. Tadi ibu pesan satu porsi nasi goreng, udang goreng tepung, nasi dua piring, capcay kuah, sama cumi asam mani

    Last Updated : 2024-11-28
  • Istri yang Tak Dinafkahi    13 Pulang Sana ke Orang Tuamu!

    “Baik, Mas!” Mau tak mau, Sindy mengangguk.“Aku lanjut kerja lagi, ya? Pokoknya kamu harus jelaskan seluruhnya ke Pak Zayyan tanpa ada yang perlu ditutup-tutupi.”“Iya, Nes ...”Dengan jantung berdegup kencang, Sindy melangkahkan kakinya yang seberat batu ke ruangan Zayyan.“Permisi, Pak ...” sapa Sindy ragu-ragu, matanya memindai sekelilingnya dengan wajah waspada.“Masuklah, siapa yang kamu cari?”Sindy menelan ludah ketika Zayyan melontarkan pertanyaan itu.“Tidak, Pak ...” Zayyan lantas mengisyaratkan kepada Sindy untuk duduk di depan mejanya.“Sebelumnya ... saya mau minta maaf tentang kejadian tadi ...”“Jadi betul kalau mereka adalah keluarga kamu?” tanya Zayyan tanpa basa-basi.“Mereka keluarga suami saya, Pak. Bukan saya tidak mau tanggung jawab, tapi saya merasa bahwa tidak seharusnya saya bertanggung jawab terhadap perbuatan yang tidak saya lakukan. Jadi dengan ini saya berlepas tangan dari urusan mereka, silakan jika Bapak ingin melaporkan mereka ke polisi sek

    Last Updated : 2024-12-01

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dinafkahi    138

    Namun, dia tidak ingin Zayyan berpikir macam-macam tentangnya.Memang ada yang salah kalau Aftar dekat dengan Mita?“Kamu kenapa gelisah begitu?” tanya Zayyan seolah mengerti dengan gelagat istrinya. “Mungkin Aftar dan adiknya Ardi cuma teman biasa.”“Kamu yakin, Mas?”“Ya namanya juga pergaulan, kita tidak bisa ikut menyeleksi siapa-siapa saja yang berinteraksi sama adik-adikku. Kecuali terbukti ada yang membawa pengaruh buruk bagi mereka, baru di saat itulah aku akan bertindak.” Zayyan menjelaskan.“Semoga ini cuma prasangka buruk aku saja, mau gimana lagi ... Mita itu kan dulunya gencar sekali ngejar-ngejar kamu, aku curiga dia ...”Zayyan menunggu Sindy menyelesaikan ucapannya.“Takutnya Mita dekat-dekat Aftar cuma buat modus,” sambung Sindy dengan wajah muram.“Dia mau ngapain kek, yang penting aku tidak akan menanggapi. Jadi kamu tidak perlu khawatir, oke?”Sindy tidak menjawab.“Kok malah diam?”“Tidak apa-apa ...”“Jangan dipikirkan selama adiknya Ardi tidak mengus

  • Istri yang Tak Dinafkahi    137

    Usai Affan pergi, Roni menoleh ke arah Sindy."Itu nggak apa-apa adiknya Pak Bos disuruh-suruh, Mbak?""Nggak apa-apa lagi, Mas. Mereka kan memang ngisi waktu libur di sini, sama Pak Bos juga digaji kok.""Wah, salut aku.""Kenapa, Mas?""Sejak muda sudah dididik cari uang, nggak semua begitu soalnya.""Iya, mungkin karena perbedaan prinsip atau latar belakang."Mereka berdua tidak lagi mengobrol, melainkan kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing."Kak!"Sindy menoleh dan melihat salah satu si kembar muncul di dapur."Sebentar lagi matang, Fan!""Aku Aftar, Kak.""Oh, kamu ada pesanan?"Aftar menggeleng ragu. "Aku tadi pesan minum sama Mbak Nesi, tapi katanya tinggal bikin saja di dapur.""Memang iya, khusus pegawai nggak usah bayar di kasir." Sindy menjelaskan sambil menghias piring saji untuk ikan bakarnya. "Kamu bisa bikin kopi atau teh di sini, Tar."Sebelum Aftar menjawab, tiba-tiba muncul saudara kembarnya."Ngapain kamu, ada pesanan?" Tanya Affan.Sebelum Aftar menjawab, S

  • Istri yang Tak Dinafkahi    136

    Sindy menatap Zayyan. "Namanya juga anak muda, Mas. Mungkin Aftar mau kumpul-kumpul selagi masih liburan di sini ...""Tapi biasanya anak itu lebih suka di rumah sama Affan, setahu aku libur mereka juga tidak terlalu lama. Ini sudah lebih dari dua mingguan kan?"Tidak berselang lama, terdengar deru suara motor yang melaju pergi meninggalkan rumah."Laki-laki mana ada yang anak rumahan, jarang." Sindy berkomentar."Mungkin, ya sudahlah. Kita lanjutkan, sampai mana tadi?""Belum sampai mana-mana ...""Kelamaan kan ini," kata Zayyan tidak sabar."Sabar ..." Sindy sedikit berdebar karena malam itu Zayyan menginginkan pengaman di antara mereka tidak perlu digunakan lagi. Ada rasa was-was jika penyatuan mereka langsung membuahkan hasil, jujur saja sindy belum merasa siap lahir batin.Keesokan harinya, dapur sudah ramai seperti biasa saat Sindy dan Zayyan turun untuk sarapan."Kemarin kamu pulang jam berapa?" Tanya Keke kepada Aftar, sementara satu tangannya terulur meraih tangan Sisil. "Cuc

  • Istri yang Tak Dinafkahi    135

    "Cukup ya, aku sudah tahan-tahan sejak tadi. Tapi kamu semakin berburuk sangka sama sindy," tegas Zayyan habis sabar. Kalau bukan karena ada Sisil di dekatnya, dia pasti sudah membuat perhitungan dengan Ardi sedari tadi."Aku bicara kenyataan, sindy pasti sudah berhasil memengaruhi Sisil supaya nggak mau ikut aku menginap ...""Cukup, silakan pulang. Aku selalu rutin ajak Sisil jalan-jalan ke taman setiap sore, jadi tolong pengertiannya." Wajah Ardi semakin masam ketika Zayyan terang-terangan mengusirnya di depan Sisil dan Mita.**"Kalau Ardi tetap menggugat hak asuh Sisil melalui meja hijau bagaimana, Mas?"Sejak Zayyan memberi tahu tentang niat Ardi tentang perebutan hak asuh, hati Sindy semakin tidak tenang dari hari ke hari."Aku tidak bermaksud meremehkan ayahnya Sisil, tapi memangnya dia mampu?" "Begitulah, Mas ...""Kalau dia mampu secara keuangan, kenapa tidak memikirkan nafkah Sisil saja? Apa karena dia merasa bahwa semua kebutuhan Sisil sudah tercukupi sama kamu?" "Aku j

  • Istri yang Tak Dinafkahi    134

    Sindy membelalakkan matanya mendengar permintaan Ardi.Lebih tepatnya tuntutan."Hak asuh Sisil? Beraninya kamu ...""Apa salahnya? Sisil anak kandung aku."Sindy melirik Zayyan, seolah meminta izin untuk mengamuk detik itu juga."Sebentar, ini tadi rencananya kan cuma mau bertemu Sisil. Kenapa jadi bahas masalah hak asuh anak?" Tanya Zayyan tidak senang."Sekalian saja mumpung kalian ada di sini, aku nggak mau kalau sampai Sisil melupakan aku sebagai ayah kandungnya atau lebih dekat sama orang lain yang bukan siapa-siapa."Sorot mata Ardi menyala-nyala ketika mengucapkan hal itu, seakan selama ini dia telah dipisahkan dengan sangat sadis oleh sindy."Sebaiknya kamu bawa Sisil kayak dulu," pinta Zayyan kepada Sindy."Iya, mas ...""Tunggu, mau dibawa ke mana anakku? Aku belum puas bertemu sama dia," protes Ardi keras."Kita tidak bisa membicarakan hal-hal seperti ini di depan Sisil," kata Zayyan tenang. "Jadi biarkan dia sama sindy di dalam dulu.""Tapi urusanku cuma sama sindy ...""

  • Istri yang Tak Dinafkahi    133

    “Boleh minta, Nek?” Celetuk Sisil, perhatiannya terpecah saat menyaksikan Mita ngemil.“Tentu saja, Sisil ambil yang disuka.”“Terima kasih, nek.”“Sama-sama, Sayang.”Hati Ardi terasa aneh ketika melihat interaksi yang cukup akrab antara Sisil dan nenek barunya, padahal selama ini dia jarang sekali melihat Ratna bisa sedekat itu dengan sang cucu semata wayang.“Ayah, minum!” Kata Sisil ceria.“Iya, Sil ...” Meski canggung karena seolah Keke mengawasi, Ardi meneguk es sirup yang dihidangkan.Tidak berapa lama kemudian, mobil Zayyan menepi di depan halaman rumah. Begitu mesin mobil berhenti, sindy dan Zayyan langsung turun.“Itu Ibu sama papa Yayan!” Tunjuk Sisil, fokusnya kini teralihkan sepenuhnya kepada mereka berdua.Membuat Ardi kesal saja.“Jadi gimana, Sil? Mau ya ikut sama ayah menginap di rumah nenek Ratna?” Tanya Ardi tanpa bosan sementara Mita lebih memilih untuk melanjutkan ngemilnya.“Gak, Yah ...”“Kok nggak mau sih?”Kali ini Keke diam saja karena sindy dan

  • Istri yang Tak Dinafkahi    132

    “aku akan telepon mama dan memintanya untuk tidak meninggalkan Sisil sendirian, kamu tenang ya?” Bujuk Zayyan, dia sangat mengerti dengan kegelisahan yang dirasakan sindy.“Cepat, Mas! Atau kamu bisa pulang duluan, aku benar-benar tidak tenang ini ...”Zayyan menyentuh lengan sindy sebagai isyarat untuk diam sejenak karena sambungan dengan Keke mulai terhubung.“Halo, Zay?”“Ma, ayah kandung Sisil mau datang ke rumah. Aku minta tolong jangan pernah tinggalkan Sisil sama dia, ini sindy sudah ketakutan setengah mati soalnya.”“Memangnya ada apa, Zay? Ayahnya Sisil Cuma datang buat bertemu, kan?”“Ceritanya panjang, ma. Pokoknya aku minta tolong jangan biarkan Sisil sendirian, tolong ya, Ma?”“Oke, kamu tenang saja. Mama akan jaga Sisil,” sahut Keke buru-buru.Usai pembicaraan dengan ibunya berakhir, Zayyan menoleh memandang Sindy.“Mama sudah aku kasih tahu soal Ardi, jadi kamu tenang saja.”Sindy hanya bisa mengangguk, meski dalam hati rasanya ingin cepat pulang ke rumah.“K

  • Istri yang Tak Dinafkahi    131

    Sindy mengangguk, dia percaya jika Zayyan yang bicara.**Hari yang direncanakan tiba, Ardi harus menekan ego-nya sampai ke dasar demi bisa menemui putri semata wayangnya.Ditemani Mita, dia meluncur pergi ke restoran Zayyan sepulang kerja untuk meminta alamat rumah mereka."Resto sudah tutup belum ya jam segini, Mit?""Masih buka biasanya, kita kan cuma minta alamat rumah kakak bos. Malah lebih nyaman kalau kita bisa menemui Sisil tanpa kehadiran mereka kan, Kak?"Ardi mengangguk setuju. "Betul juga kamu, Mit.""Ayo kita berangkat sekarang, keburu pulang mereka nanti!"Ardi segera menyalakan motornya dan melaju kencang bersama menuju ke restoran Zayyan."Nes, panggil bos kamu sekarang." Ardi memerintah ketika dia tiba di resto dan langsung menemui Nesi di meja kasir."Ada urusan apa kalau boleh tahu?" Tanya Nesi formal."Ada deh, ini urusan aku sama bos kamu. Cepat panggil," perintah Ardi lagi, membuat wajah Nesi seketika masam. Meski begitu, dia langsung meraih gagang telepon dan me

  • Istri yang Tak Dinafkahi    130

    Selama beberapa saat mereka berdua terdiam dan sibuk dengan isi pikiran masing-masing."Apa kita harus membutuhkan pengakuan langsung darinya kalau ingin meneruskan kasus itu?" Tanya Zayyan masih penasaran."Memang tidak harus, asalkan ada bukti yang kuat. Masalahnya adalah kita baru menyelidiki sendiri karena ternyata pihak berwajib kurang gesit dalam menangani kasus Anda, dalam kurun waktu tersebut saya yakin sudah banyak bukti yang entah tercecer, entah tersamarkan." Boby menjawab dengan raut wajah serius."Wah, wah, dia benar-benar bermain cantik dan rapi.""Lebih tepatnya karena didukung situasi juga, Pak. Anda yang saat itu kecelakaan cukup parah, kemudian lanjut terapi, sehingga Nyonya Keke hanya fokus terhadap kesembuhan Anda, dan dia datang sebagai malaikat penolong di saat yang benar-benar tepat."Zayyan mengangguk setuju. "Jadi dia memiliki alibi untuk berkelit kalau kita mendesaknya sekarang?""Saya pikir begitu, terpaksa kita harus bersabar dan tetap memantau pergerakan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status