Beranda / Rumah Tangga / Istri yang Tak Dinafkahi / 8 Saat Ardi yang Belanja

Share

8 Saat Ardi yang Belanja

Penulis: Setia_AM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-25 10:10:19

“Nes, gimana? Pak Zayyan setuju nggak soal permintaan aku kemarin?” tanya Sindy penuh harap. “Aku butuh buat ongkos ke resto juga soalnya ...”

“Tenang, sama aku sih beres!”

“Beres gimana?”

“Pak Zayyan bilang kalau nggak boleh ada hambatan bagi kamu untuk bisa membuat resep ikan bakar favorit pelanggan, karena itu dia setuju untuk kasih kamu gaji mingguan.”

“Alkhamdulillah ...”

“Eits, tapi ada syaratnya!”

“Apa tuh?”

“Jangan bilang ini ke pegawai lain, takutnya pada iri karena di sini sistemnya bulanan.”

Sindy manggut-manggut mengerti.

“Sebisa mungkin aku akan jaga rahasia, Nes. Nggak mungkin aku banyak tingkah.”

“Ya sudah, semoga kamu semakin termotivasi dan tetap konsisten menyajikan ikan bakar yang rasanya spektakuler!”

“Pasti, aku akan berjuang.” Sindy berjanji.

Beberapa hari kemudian, Ardi telah menerima gaji dan mulai mengatur sendiri keuangan rumah tangganya.

“Nih, buat belanja besok.” Ardi mengulurkan uang sebesar dua puluh ribu rupiah kepada Sindy. “Kamu masak ayam goreng, sop
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
seharusnya pemilim restoran itu membayar mahal jasamu krn berhasil mendatangkan pelanggan. bos apaan yg cuma bisa menuntut dg memberi gaji g jelas. pantas aja tu restoran mau bangkrut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri yang Tak Dinafkahi    9 Punya Hubungan Darah

    “Sin, buatkan saya dua puluh porsi ikan bakar untuk rekan-rekan saya. Minta bantuan Meta yang urus kardus makanan,” perintah Zayyan pagi itu saat Sindy sibuk meracik bumbu andalannya.“Komplit sama nasinya, Pak?”“Tentu saja, sambal dan lalapan juga jangan lupa.”Sindy mengangguk sigap.“Kira-kira hari apa pesanan saya selesai?” tanya Zayyan memastikan.Untuk sejenak, kepala Sindy penuh dengan hitung-hitungan antara tenaga dan waktu yang dibutuhkan.“Dua-tiga hari, Pak. Soalnya saya kerja sendiri ...”“Tidak bisa dipercepat lagi? Kalau perlu kamu lembur, saya akan kasih bonus kalau sudah selesai.”Sindy mempertimbangkan permintaan Zayyan. Sebetulnya bukan permintaan, melainkan perintah karena nada suara pria itu terdengar tegas dan Sindy tidak menemukan celah sedikitpun untuk memberikan penolakan.Belum lagi tawaran bonus yang dijanjikan Zayyan, tentu saja membuat jiwa perhitungan Sindy meronta-ronta.“Anak saya ikut lembur, nggak masalah kan, Pak?” tanya Sindy ragu.“Meman

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Istri yang Tak Dinafkahi    10 Punya Penghasilan Sendiri

    “Bagaimana, Pak?” tanya Sindy ketika Zayyan sendiri yang datang untuk mengambil pesanan ikan bakar ke resto. “Tampilan kardus dan tatanan isinya?” Sebelum menjawab, Zayyan membuka salah satu tutup kardus dan mengamati sajian ikan bakar di dalamnya sementara Sindy harap-harap cemas. Khawatir jika apa yang dia dan teman-temannya lakukan tidak sesuai dengan ekspektasi Zayyan. “Lumayan, saya akan kasih bonusnya sekarang juga. Berapa nomor rekening kamu, biar saya transfer ...” “Kalau saya minta tunai, boleh Pak?” tanya Sindy buru-buru. “Masalahnya mau saya bagi sama teman yang bantu saya tadi.” Zayyan terlihat mempertimbangkan permintaan Sindy, tidak lama setelahnya dia menganggukkan kepala. “Ini, pergunakan dengan baik.” Zayyan menarik berlembar-lembar uang warna merah kepada Sindy. “Terima kasih, Pak!” Sindy mengangguk, terlebih karena mendengar ucapan terakhir Zayyan yang seolah menyiratkan sesuatu. Tanpa menunda waktu lagi, Sindy segera membagi uang itu kepada N

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Istri yang Tak Dinafkahi    11 Sikap Aneh Ardi

    Mendengar ucapan Mita, Ardi mengangguk-angguk mengerti. “Benar juga. Mau suami atau istri yang kerja, itu sudah jadi uang kita bersama!”Ratna, ibu Ardi ikut mendukung pernyataan Mita dengan menganggukkan kepalanya.“Yeeeyyy, itu artinya kita akan lebih sering senang-senang lagi!” Mita begitu riang gembira, karena sudah membayangkan jika uang yang dimiliki kakak kandungnya kini akan semakin bertambah banyak dengan gaji yang dimiliki oleh kakak ipar.“Kita bisa mulai menabung juga untuk hari tua,” imbuh Ratna. “Kamu jangan lupa bilang sama Sindy supaya nggak lupa sama kewajibannya membantu kamu, Di.”“Nanti aku akan bilang, Bu.”Ardi sudah tidak sabar menunggu Sindy pulang ke rumah, supaya mereka berdua bisa bebas bicara. Karena istrinya kini sudah memiliki penghasilan sendiri, maka Ardi berniat untuk memberikan gajinya demi kesejahteraan keluarga besarnya.Sementara gaji Sindy bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka bertiga.“Capek, Sin?”Ardi memasang senyum lebar s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Istri yang Tak Dinafkahi    12 Disuruh Bayar Tagihan Makanan

    “Kakakku kan kerja di sini, jadi kami bebas makan apa saja!”“Tidak begitu konsepnya, Dek! Bukan masalah kakak kamu kerja di sini, tapi kamu bisa bayar tak?”“Mantu saya bisa bayar!” sahut Ratna yakin. “Tadi kakak, sekarang mantu ... Ampun, Gusti!”Sindy terbelalak sampai matanya hampir lepas ketika menyaksikan adu mulut yang terjadi antara rekan kerjanya dengan Ratna dan Mita.“Ibu kok makan di sini sih?” tanya Sindy tanpa basa-basi.“Nah, itu dia mantu saya datang!” tunjuk Ratna dengan penuh percaya diri.“Mbak Sindy, betul mereka keluarga kamu?” tanya rekan yang tadi berdebat.“Keluarga suami sih ...”“Ini tagihan yang harus dibayarkan, Mbak.”Sindy terkaget-kaget. “Kok aku?”“Mereka bilang kalau kamu yang akan bayar semua makanan mereka, Mbak!”Sindy langsung menoleh cepat ke arah keluarga Ardi.“Bu, ini gimana urusannya?”“Tinggal bayar saja kan beres, Sin. Tadi ibu pesan satu porsi nasi goreng, udang goreng tepung, nasi dua piring, capcay kuah, sama cumi asam mani

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Istri yang Tak Dinafkahi    13 Pulang Sana ke Orang Tuamu!

    “Baik, Mas!” Mau tak mau, Sindy mengangguk.“Aku lanjut kerja lagi, ya? Pokoknya kamu harus jelaskan seluruhnya ke Pak Zayyan tanpa ada yang perlu ditutup-tutupi.”“Iya, Nes ...”Dengan jantung berdegup kencang, Sindy melangkahkan kakinya yang seberat batu ke ruangan Zayyan.“Permisi, Pak ...” sapa Sindy ragu-ragu, matanya memindai sekelilingnya dengan wajah waspada.“Masuklah, siapa yang kamu cari?”Sindy menelan ludah ketika Zayyan melontarkan pertanyaan itu.“Tidak, Pak ...” Zayyan lantas mengisyaratkan kepada Sindy untuk duduk di depan mejanya.“Sebelumnya ... saya mau minta maaf tentang kejadian tadi ...”“Jadi betul kalau mereka adalah keluarga kamu?” tanya Zayyan tanpa basa-basi.“Mereka keluarga suami saya, Pak. Bukan saya tidak mau tanggung jawab, tapi saya merasa bahwa tidak seharusnya saya bertanggung jawab terhadap perbuatan yang tidak saya lakukan. Jadi dengan ini saya berlepas tangan dari urusan mereka, silakan jika Bapak ingin melaporkan mereka ke polisi sek

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Istri yang Tak Dinafkahi    14 Bekas Gambar Tangan Ardi

    “Sabar, mungkin Mas Ardi terbawa emosi. Kita sebagai istri hendaknya jangan melawan kalau suami lagi bicara.” “Masalahnya dia fitnah saya, Bu.” Sindy membela diri. “Saya tidak mungkin minta maaf atas kesalahan yang tidak saya perbuat ...” “Mbak Sindy yang sabar, ya?” Sindy mengangguk dan sekalian berpamitan karena siapa tahu dirinya tidak akan pernah kembali ke lingkungan ini lagi. Sambil terus menggenggam erat tangan Sisil, Sindy melangkah menyusuri jalan setapak menuju jalan utama, bahkan hingga detik ini pun Ardi sama sekali tidak memiliki niat baik untuk menghalangi kepergiannya. Bekas gambar tangan Ardi di pipinya akan terus Sindy ingat sepanjang hidup .... “Kita nunggu siapa, Bu?” tanya Sisil menyadarkan lamunan Sindy. “Ibu pesan taksi dulu ya, biar nggak capek kita.” Sisil menganggukkan kepalanya. Saat sedang membuka aplikasi yang ada di ponsel, sebuah mobil putih bersih menepi di dekatnya. Tidak berapa lama kemudian kaca mobil itu terbuka dan memperli

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Istri yang Tak Dinafkahi    15 Surat dari Pengadilan Agama

    Apa yang diharapkan Ardi nyatanya tidak terjadi, Sindy sudah satu minggu pulang ke rumah orang tuanya dan sampai detik ini belum kembali. Hal itu membuat Ardi harap-harap cemas. Makan tidak selera, kerja apalagi. Rasanya sudah sangat malas mau melakukan apa pun. “Sudah semingguan ini, Sindy sama Sisil belum balik-balik juga, Bu ...” keluh Ardi sambil memijat-mijat pelipisnya. “Masih betah mungkin, Di.” “Minimal telepon kek, kirim pesan kek, eh ini nggak ada sama sekali ...” “Kamu sudah coba telepon?” “Belum sih, harusnya dia duluan kan yang sadar diri terus hubungi aku?” Ratna mengangguk. “Betul juga.” “Kalau Sindy nggak pulang-pulang gimana, Bu?” tanya Ardi lagi. “Masa sih dia nggak pulang? Pasti pulang lah, Di.” Namun, Ardi mulai krisis kepercayaan terhadap ibunya. Apalagi jika dia teringat tamparan yang justru dia hadiahkan kepada Sindy sebelum menyuruhnya pulang ke rumah orang tua. Apa istrinya akan tetap pulang semudah itu? “Galau amat sih, Kak?” tanya Mita

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Istri yang Tak Dinafkahi    16 Jangan Jadi Istri Durhaka

    Nesi yang ada di meja kasir sempat mendengar keributan itu, tapi dia pura-pura tidak tahu dan justru menyembunyikan diri karena malas bertemu Ardi.“Nongol juga dia, lambat tapi.” Nesi bergumam sambil menghitung pendapatan hari itu.“Mas, maaf—Mbak Sindy lagi repot di dapur.” Meta memberi tahu dengan sopan.“Suruh keluar sebentar masa nggak bisa? Bilang saja kalau suaminya nyariin!”“Nggak bisa, Mas. Mbak Sindy sedang buat pesanan orang, nanti bos bisa marah kalau diganggu ...”“Saya cuma mau ketemu, bukan mau ganggu!” Ardi berkeras.“Iya, tapi mohon maaf sekali ini masih jam kerja.” Meta menangkup dua tangannya di depan dada sebagai isyarat permohonan maaf.“Kalau begitu mana bos kalian? Saya mau ketemu, sekaligus mau minta izin.”“Waduh!” Meta langsung gelagapan. “Maaf, Mas. Bos kami tidak sembarangan bisa ditemui, apalagi Mas bukan siapa-siapa ... Eh, anu ...”“Bicara apa kamu, nggak sopan! Panggil Sindy, cepat!“Nggak bisa, Mas. Lagian tadi Mbak Sindy bilang suruh telepo

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04

Bab terbaru

  • Istri yang Tak Dinafkahi    125

    Waktu berlalu, sindy bersyukur karena tidak ada telepon dari Ardi lagi yang menanyakan kabar Sisil. Bukan apa-apa, dia malas saja jika harus ribut dengan mantan suaminya itu perkara adu pendapat yang berbeda."Pak, ada Ardi di depan." Nesi memberi tahu tepat ketika Zayyan muncul dari balik pintu ruangannya."Kapan dia datang?""Baru beberapa menit yang lalu, Pak. Dia datang sama adiknya yang dulu itu ...""Oke," angguk Zayyan yang sudah bisa menebak siapa adik Ardi yang ikut serta. "Tolong panggilkan sindy sekalian, biar tidak ada kesalahpahaman.""Baik, Pak."Usai Zayyan berlalu untuk menemui Ardi lebih dulu, Nesi segera melesat ke dapur untuk memanggil Sindy."Kerjaan kamu sudah selesai belum, Sin?" Tanya Nesi buru-buru. "Ada pesanan tadi, sudah selesai kok tapi ... Ada apa, Nes?""Kamu dipanggil Pak Zayyan, Ardi datang lagi tuh!" "Oh ya? Mau ngapain kira-kira ..."Nesi mengangkat bahu. "Ada mantan adik ipar kamu juga."Sindy membulatkan matanya ketika Nesi menyebut mantan adik ip

  • Istri yang Tak Dinafkahi    124

    "Terus apa yang harus aku lakukan kalau Ardi memaksa, Mas? Kejadian yang dulu itu fatal sekali, aku tidak mau terjadi lagi!"Suasana hati Sindy berubah gusar, dia tidak sanggup membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi akibat perbuatan ceroboh Ardi.Entah disengaja atau tidak."Nanti kita hadapi berdua, tapi ada baiknya juga kamu tanya Sisil dulu.""Sisil masih kecil, Mas. Dia pasti mau-mau saja kalau diajak pergi, apalagi sama ayahnya."Zayyan terdiam sebentar. Sebagai ayah sambung, tentu dia sependapat dengan sindy karena mengizinkan Sisil menginap di rumah Ardi memiliki risiko yang sangat luar biasa mengerikan.Namun, sekali lagi dia kalah secara status jika dibandingkan dengan ayah kandung Sisil.Bahkan orang tua Sindy sendiri juga menolak keras saat putri mereka menelepon untuk meminta pendapat."Aduh Sin, nanti cucu ibu hilang lagi kayak dulu! Ardi itu kan ceroboh ... beruntung Sisil nggak ketemu sama orang jahat ..."Rita langsung menyatakan ketidaksetujuannya saat Sind

  • Istri yang Tak Dinafkahi    123

    "Aku mau ajak Sisil menginap di rumahku selama beberapa hari," kata Ardi tanpa basa-basi. "Aku ini ayah kandungnya, jadi aku merasa punya hak untuk itu."Zayyan mengangguk. "Aku tidak akan menghalangi, tapi apa kamu sudah izin Sindy?""Kenapa aku harus izin sindy? Kan kamu kepala rumah tangganya, jangan bilang kalau kamu termasuk suami takut istri?"Zayyan tersenyum saja meski ucapan Ardi yang terakhir seolah mengejeknya."Aku menghargai sindy sebagai ibu kandung Sisil, karena itu tidak salah kalau aku harus minta izin dia kalau Sisil mau mengubah di rumahmu.""Alasan saja kamu ...""Terserah, pendapat Sindy juga penting bagiku."Ardi berdecih tidak suka. "aku tidak peduli. Dengan atau tanpa seizin sindy, aku tetap punya hak untuk membawa Sisil menginap.""Kalau sikap kamu arogan seperti ini, aku tidak yakin kalau Sindy akan kasih kamu izin.""Aku kan sudah bilang kalau aku tidak butuh izin dari kalian berdua, secara hukum aku punya hak penuh atas Sisil karena aku adalah ayah kandungn

  • Istri yang Tak Dinafkahi    122

    "Sindy sekarang sombong banget, Bu.""Sombong gimana, Di?"Sore itu Ardi tengah menikmati tenggelamnya matahari di halaman belakang rumah, ditemani sang ibu sekaligus secangkir kopi susu panas dan pisang goreng yang masih hangat."Dia bilang kalau Sisil jauh lebih berbahagia sama ayah tirinya sekarang ...""Serius sindy bilang begitu, Di?""Serius lah, makanya aku benci banget. Niat aku kan baik nanyain kabar Sisil, eh malah dia menyombongkan diri."Ratna geleng-geleng kepala, rasa tidak sukanya terhadap Sindy jadi semakin besar."Benar-benar sombong, apa dia nggak takut kualat sama kamu?""Tahu tuh ...""Lagian ayah tiri baik juga nggak selamanya, apalagi kalau nantinya si dia sudah bosan ... Bisa-bisa nangis darah itu sindy."Ardi manggut-manggut. "Nah, dia nggak mikir ke arah sana, malah sibuk menyombongkan diri.""Lagian tumben kamu telepon sindy segala?" Cibir Ratna tidak suka."Niat aku kan baik, Bu. Mau tahu kabar anak kami, makanya aku telepon sindy. Kan nggak mungkin aku nany

  • Istri yang Tak Dinafkahi    121

    "Nggak sopan gimana maksud kamu?""Kenapa kamu cuma sebut nama aku?""Lho, salahnya di mana?"Ardi tentu saja geram bukan kepalang."Mentang-mentang sudah cerai, kamu nggak ada rasa hormat sedikitpun sama aku lagi ... Kenapa kamu cuma panggil aku Ardi?""Lho, nama kamu kan memang Ardi? Apa sudah ganti jadi Michael?"Ardi mengepalkan tangannya erat-erat."Biar begini-begini juga aku tuh mantan suami kamu, tunjukkan dong rasa hormat kamu!""Aku nggak punya kewajiban untuk hormat sama kamu lagi, kecuali buat suamiku seorang.""Hah, sudahlah! Intinya aku mau memastikan kalau suami baru kamu itu benar-benar menyayangi Sisil dan nggak semena-mena kayak bapak tiri kejam. Awas saja kalau dia melakukannya ..."Dapat Ardi dengar jika Sindy menarik napas panjang di ujung sana."Sudah deh ya, intinya Sisil baik-baik saja. Mas Zayyan nggak jahat kayak apa yang kamu pikirkan, dia justru sayang banget sama Sisil melebihi kamu.""Apa?""Memang itu kenyataannya kok."Mendengar sindy memuji-muji lelaki

  • Istri yang Tak Dinafkahi    120

    "Apa sih, biasa saja kali ...""Aku kira kamu sudah move on.""Memang sudah, kamu saja yang telat info. Sibuk bisnis sih," ujar Mita tanpa menatap adiknya."Ya iyalah, mumpung ada kesempatan nih. Lagian tinggal posting-posting doang, barang nggak usah nyetok. Kalau laku, tinggal ambil di toko."Mita mencibir, meski dengan mata terarah lurus ke layar ponsel."Serius amat, sudah ada gebetan baru?" Tanya Sani penasaran."Kamu bikinkan aku kopi dulu, nanti aku kasih tahu cerita lengkapnya.""Dih, ogah banget!""Nggak ada salahnya berbakti sama kakak, San.""Kakak macam apa dulu?""Sudah deh, cepetan!"Dengan bibir maju, Sani pergi ke dapur dan menyeduh kopi untuk Mita."Jadi tuh aku lagi dekat sama seseorang, kali ini usianya nggak terlalu jauh. Memang lebih tuaan dia, tapi nggak sebanyak kakak bos." Mita mulai bercerita, saat Sani menyajikan secangkir kopi panas untuknya."Oh, terus?""Orangnya asyik, ramah, dan menyambut baik pertemanan kita." Mita melanjutkan. "Kalau nggak salah, dia k

  • Istri yang Tak Dinafkahi    119

    “Ma, biar aku saja yang suapi Sisil. Mama kan juga harus sarapan,” ujar sindy menawarkan diri.“Tidak apa-apa, kamu urus Zayyan saja. Mama akan sarapan setelah Sisil kenyang,” sahut Keke.Sindy menoleh ke arah Zayyan yang menganggukkan kepalanya.“Aku jadi nggak enak sama Mama, Mas.” Sindy berangkat ke resto bersama Zayyan, sementara si kembar naik motor seperti biasa.“Ini kan pengalaman pertama mama urus cucu, sin. Jadi kamu tidak usah merasa tidak enakan begitu,” sahut Zayyan tenang sembari menyalakan mesin mobilnya.“Aku ... tetap saja merasa tidak enak, Mas. Seperti egois karena membiarkan mama yang urus anak aku.”“Lho, Sisil juga anak aku sekarang. Cucu mama,” ralat Zayyan tidak sependapat. “Lagian kamu kan ngurusin aku, bukan orang lain.”“Iya, deh ...”Sindy akhirnya tidak memperpanjang pembicaraan mereka karena dia harus fokus untuk bekerja.Setibanya di restoran, terlihat Aftar sedang ngobrol bersama seseorang yang familiar di mata Sindy.“Itu anak bukannya lang

  • Istri yang Tak Dinafkahi    118

    “Kalau iya, bagaimana? Mama jadi khawatir, Zay.”“Masa ketemuan sama satu cewek saja sampai berjam-jam, palingan nongkrong sama teman-teman kampus yang kebetulan ada di sekitar sini.” Zayyan berpendapat.“Justru itu, bagaimana kalau cuma sama satu cewek? Ngeri mama membayangkannya.” Lebih ngeri lagi kalau cewek itu Mita, batin Sindy dalam hati. Dia tidak berani berpendapat, takut salah bicara.“Nanti jangan lupa Aftar suruh makan, Fan.”“Oke, Ma. Nggak usah dipikirin, Aftar kan sudah dewasa.”“Tapi pergaulan zaman sekarang ngeri-ngeri, Fan. Mama sering tuh lihat di berita, ngeri pokoknya.”“Urusan Aftar biar aku sama Affan yang pantau, Ma.” Zayyan yang khawatir, langsung menengahi. “Ya sudah, mama mau ngelonin Sisil dulu di kamar.”Zayyan dan Affan saling pandang usai ibu mereka pergi meninggalkan dapur.“Aku akan coba telepon Aftar,” kata Affan tanpa diminta, dia mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi saudara kembarnya.“Tar, cepat pulang! Bucin banget ... iya-iya, k

  • Istri yang Tak Dinafkahi    118

    "Jangan kebanyakan ngopi kamu," bisik Nesi karena Roni duduk tidak jauh dari mereka. "Memangnya kenapa sih?""Kamu kan sudah nikah lagi, sin ...""Ya terus?""Kebanyakan kopi bisa memengaruhi kesuburan, bukankah normalnya kamu sama Pak Zayyan mau punya momongan?" Celetuk Nesi, membuat mata Sindy melotot lebar."Memangnya ngaruh ya, lagian kan aku cuma minum satu cangkir. Bukan satu ember, Nes!""Iya sih, aku kan cuma mengingatkan saja. Kalau bisa sih jangan kebanyakan kafein ...""Siap, Bu Kasir!"Nesi cekikikan, setelah itu dia menoleh ke arah Roni."Sudah makan siang, Mas?""Sudah tadi, Nes."Masih sambil nyengir, Nesi kembali menatap sindy dan berbisik."Semoga cepat tekdung!"Hampir saja kopi yang ada di mulut Sindy tersembur keluar gara-gara bisikan Nesi, untung tidak sampai tersedak.**"Adik-adik kamu tidak pulang sama kita, Mas?" Sindy masuk mobil setelah jam kerja berakhir, dia celingukan ke tempat duduk belakang yang kosong melompong."Mereka bawa motor sendiri kok, sin."

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status