Home / Rumah Tangga / Istri yang Tak Dinafkahi / 4 Mengabaikan Anak dan Istri

Share

4 Mengabaikan Anak dan Istri

Author: Setia_AM
last update Last Updated: 2024-10-23 17:16:57

“Lho, memangnya kenapa kalau Ardi memanjakan saudara-saudaranya? Itu juga pakai uang Ardi kan, kamu iri? Nggak boleh begitu, Sin. Jadi istri jangan banyak nuntut dan protes terhadap apa yang dilakukan suami.” Ibu mertua kembali ceramah.

“Gimana aku nggak iri, Bu? Kemarin itu Sisil sakit, tapi Mas Ardi perhitungan banget cuma kasih uang lima puluh ribu. Itupun akhirnya minta dikembalikan karena Sisil nggak jadi periksa ke dokter,” ungkap Sindy agar ibu mertua tahu bagaimana kelakuan ajaib putra kebanggaannya itu.

“Salahnya Ardi di mana ya, kan Sisil juga nggak jadi periksa? Daripada uangnya kamu buat foya-foya, lebih baik diambil sama Ardi buat ditabung.”

Merasa disudutkan, Sindy kembali melontarkan protes kepada Ibu mertuanya.

“Foya-foya dari mana, Bu? Uang lima puluh ribu bisa dapat apa sih?”

“Sudah, sudah, kamu ini kalau dikasih tahu selalu saja membantah. Heran, makin ke sini makin membangkang kamu ya? Hati-hati kualat sama suami sendiri, Sin ...”

“Nggak kebalik, Bu? Seharusnya Mas Ardi yang kualat karena dia mengabaikan anak dan istrinya.”

“Eh, eh, jangan fitnah anak saya! Bukankah selama ini Ardi selalu kasih nafkah buat kamu?” Ibu mertua meninggikan suara sambil berkacak pinggang.

“Mas Ardi memang kasih nafkah, tapi jumlahnya jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah. Tapi buat adik-adiknya, dia sanggup bayarin sepatu dan tas yang mereka beli. Belum lagi makanan enak-enak yang mereka santap tanpa memikirkan aku dan Sisil,” balas Sindy mengeluarkan segala unek-unek dalam hatinya yang selama ini terpendam.

“Sin, Sin ... Jadi istri kok nggak bersyukur kamu itu, memang sudah kewajiban Ardi untuk membahagiakan adik-adiknya. Kenapa sih kamu kelihatan nggak suka?”

“Masalahnya Mas Ardi juga punya kewajiban untuk membahagiakan kami, keluarga kecilnya. Aku ini istri Mas Ardi dan Sisil adalah anak kandungnya, jelas aja aku iri kalau dia nggak bisa adil seperti ini!”

Ibu mertua geleng-geleng kepala menghadapi sikap keras yang diperlihatkan Sindy.

“Pokoknya saya nggak mau kejadian ini terulang lagi, hargai suami kamu berapapun nafkah yang dia kasih. Bersyukur jadi istri, karena di luar sana masih banyak istri yang mungkin nggak dapat nafkah dari suaminya.” Ibu mertua balik badan dengan pongah, kemudian berjalan pergi dari hadapan Sindy.

“Astagfirullah, Ya Allah ...” Sesak di dada Sindy semakin menjadi-jadi setelah kedatangan mertuanya yang tidak membantu sama sekali, malah justru terkesan menyudutkan dirinya sebagai istri yang tidak pandai bersyukur.

“Aku cuma ingin kami diperlakukan dengan layak, apa itu salah?” rintih Sindy dalam hatinya.

***

“Sin, ini nafkah buat minggu ini.”

Sindy melirik tiga lembar uang berwarna merah yang diulurkan Ardi kepadanya.

“Cuma segini? Mana yang lainnya, Mas?”

“Anu ... beras di rumah ibu habis, jadi tadi aku beli dulu untuk kebutuhan ibu.”

Sindy memejamkan matanya, lagi-lagi seperti ini. Entah dia harus apa untuk membuat Ardi memprioritaskan dirinya.

“Kalau cuma segini, kamu juga jangan nuntut menu yang mahal-mahal.”

“Lho, kok gitu? Asal kamu pintar mengelola, mau uang berapapun jumlahnya pasti bisa cukup untuk masak makanan bergizi.” Ardi sok menggurui Sindy.

“Pintar mengelola saja nggak cukup kalau duitnya cuma segini, sana belanja ke warung sayur biar kamu tahu harga-harga kebutuhan pokok!”

Sindy merasa hatinya mulai lelah jika setiap gajian harus berkonflik seperti ini. Dia bukan tidak suka Ardi membantu kebutuhan orang tuanya, hanya saja jangan jomplang seperti ini.

Tak terhitung sudah berapa kali Sindy harus mengganjal perutnya dengan lauk tahu tempe sementara di rumah orang tuanya tersaji soto daging sapi, ikan bakar, dan menu lainnya yang menggugah selera.

Kalau sudah begitu, Ardi akan mulai nyinyir membanding-bandingkan menu yang Sindy buat dengan menu di rumah orang tuanya.

“Tiap hari tahu tempe, mana ada gizinya ...”

Itulah komentar Ardi saat istrinya hanya mampu menyajikan oseng tempe dan juga sayur bening untuk putri mereka.

“Ibu lho, selalu bisa bikin masakan enak-enak dengan dana terbatas. Kamu kan tahu gaji ayahku seberapa, tapi ...”

“Tapi kan setiap minggu dapat sokongan dari kamu, makanya bisa masak menu mewah. Sedangkan aku? Nafkah pas-pasan saja masih dikorupsi pula.”

Ardi berdecak tak senang.

“Istri kok nggak bisa bersyukur sama pemberian suami.”

“Bersyukur itu kalau gaji kamu diprioritaskan buat anak istri, lah ini cuma gaji sisa saja kebanyakan nuntut ...”

“Sindy! Jangan ngelunjak kamu, ya!”

Sindy melengos, dia segera meraih tangan kecil putrinya dan pergi dari meja makan.

Sadar jika dirinya diacuhkan, Ardi mengepalkan tangannya. Rasa lapar yang tadinya menggebu kini berangsur menghilang, ditambah menu yang Sindy sajikan sama sekali tidak membangkitkan selera makannya.

“Makan di rumah orang tua sajalah!” gerutu Ardi sambil menyalakan mesin motornya.

Sementara itu di perempatan, Sindy dan putrinya sedang menikmati cakue dan batagor kesukaan.

“Kamu bikin sampel dong buat restoran bosku, siapa tahu tembus kan?”

Sindy mengunyah batagor sambil memikirkan tawaran Nesi, tetangga yang cukup akrab dengannya.

“Bisa sih, tapi aku nggak ada modal buat beli bahan bakunya.”

“Sama sekali? Bukannya istri itu setidaknya dapat uang nafkah dari suami?”

Sindy tertawa miris. “Kalau yang aku dapat adalah nafkah sisa, apa sih yang bisa diharapkan? Justru aku sering nombok untuk menutupi kebutuhan, boro-boro nabung.”

Nesi geleng-geleng kepala.

“Pakai uang aku saja dulu, tapi kamu harus serius bikin menunya.”

Sindy sibuk berpikir.

“Kamu yakin bos kamu suka sama resep masakanku?”

“Mana aku tahu aku kalau kamu belum mencobanya, tapi aku cocok sama masakan kamu. Apalagi yang ikan bakar bumbu kecap itu, Sin!”

Dulu saat gaji Ardi masih stabil, Sindy suka coba-coba resep salah satunya ikan bakar. Nesi adalah pencicip pertama dan tidak pernah lupa dengan citarasa ikan bakar buatan Sindy.

“Kasihan anak kamu, Sin. Dia dalam masa pertumbuhan, tapi gizinya nggak maksimal karena bapaknya yang pelit.” Nesi berbisik. “Kamu harus mengubah nasib, setidaknya demi masa depan kamu dan anak kamu.”

Sindy termenung memikirkan ucapan Nesi yang masuk akal baginya. Semakin ke sini Ardi semakin keterlaluan memperlakukan keluarga kecilnya, karena itu Sindy tidak bisa terus diam saja.

Berbekal modal pinjaman dari Nesi, Sindy segera membuat menu ikan bakar andalannya.

Usai mencicip, Nesi membawa satu porsi ikan bakar baru ke restoran tempatnya bekerja.

Di rumah, perasaan Sindy tidak menentu menantikan kabar dari temannya. Ibarat laga hidup dan mati, keputusan yang dibawa Nesi nanti akan menjadi penentu nasib dirinya.

“Pak Bos mau bertemu kamu,” kata Nesi saat mampir ke rumah Sindy.

“Resepku diterima?” tanya Sindy was-was, tapi Nesi hanya mengangkat bahu.

Keesokan harinya, Sindy bertemu lelaki yang merupakan bos Nesi di restoran. Aura tegas dan kepemimpinannya langsung terasa begitu mereka bertatap muka.

Terlebih lelaki itu sempat mengamati Sindy dengan saksama dari balik lensa kacamata miliknya.

Related chapters

  • Istri yang Tak Dinafkahi    5 Kamu kan cuma di Rumah

    “Saya izinkan kamu bawa anak, Nesi yang akan asuh sementara kamu memasak menu. Kalau respons pelanggan bagus dan resto ini kembali ramai secara bertahap, kamu saya angkat jadi pegawai tetap di sini.” Bak terhipnotis, Sindy mengangguk saja ketika pria berkaca mata itu memberikan penegasan dalam setiap kata-katanya. “Pak Zayyan memang gitu, tegas. Tapi aku yakin kok kalau kamu mampu, Sin.” Nesi menghibur Sindy saat menceritakan sikap bos mereka. Hari pertama, sampel ikan bakar buatan Sindy mendapatkan respons yang lumayan positif. Beberapa pelanggan bahkan tak ragu memesan untuk dimakan di rumah. Hal itu membuat Sindy termotivasi, dia akan bekerja diam-diam tanpa sepengetahuan Ardi jika bos memberinya kesempatan. “Kamu cari kerja dong, biar perekonomian kita nggak gini-gini aja ...” tuntut Ardi suatu hari, tanpa rasa sungkan sedikitpun. Sindy menyodorkan suapan terakhir ke mulut sang putri yang sedang makan. Ardi dengan tidak sabar menunggu jawaban dari Sindy. “Mau ya,

    Last Updated : 2024-10-24
  • Istri yang Tak Dinafkahi    6 Laki-laki Harus Ditaati

    Ardi mematung setelah Sindy meluapkan amarahnya sedemikian rupa.“Jangan sok tahu kamu, Sin. Sudah bagus aku tidak lupa kasih kamu nafkah ...”“Tapi seharusnya kamu memprioritaskan keluarga kecil kamu dulu, baru orang tua kamu!”Ardi berdecak. “Sudah deh, kamu cukup-cukupkan dulu nafkah dari aku. Bersyukur masih dikasih rejeki ...”“Harusnya kamu katakan itu sama orang tua kamu! Kalau memang nggak punya uang cukup, kenapa harus masak ayam ungkep? Menu lainnya kan bisa!”“Eh, lancang kamu ya! Siniin uangnya, seratus ribu saja nggak apa-apa!”“Tapi minggu ini jadwalnya bayar listrik sama air, Mas!”“Kamu kan sebentar lagi kerja, utang dulu sama temen kamu kek, siapa kek ... Sini uangnya, seratus ribu saja kok pakai adu mulut!”“Itu kalau kamu kasih aku seminggu satu juta, aku nggak masalah kamu ambil seratus dua ratus! Ini cuma lima ratus, masih juga dikorup! Nih, ambil semuanya sekalian!”Ardi kaget saat Sindy melempar lembaran uang warna merah itu ke arahnya.“Sin, kamu apa-

    Last Updated : 2024-11-23
  • Istri yang Tak Dinafkahi    7 Aku Adalah Milik Ibuku

    “Mata kamu kok sembab banget, Sin?” sambut Nesi saat Sindy tiba di resto keesokan harinya. “Berantem lagi sama Ardi?” “Begitulah, aku sudah nggak kuat ...” Nesi cepat-cepat menggendong Sisil, dan memotivasi Sindy untuk terus berjuang demi masa depan. “Kalau Ardi nggak niat kasih nafkah, biarkan saja. Saatnya kamu unjuk gigi dengan jadi tukang masak di resto ini, Pak Zayyan sudah janji mau angkat kamu jadi karyawan tetap kalau resto ramai lagi kan?” Sindy mengangguk pelan. “Nah, jangan sia-siakan kesempatan itu! Biarkan Ardi dengan doktrin keluarganya, nanti akan tiba saatnya kamu membalikkan keadaan.” “Apa aku mampu, Nes?” “Pasti, kamu punya kelebihan. Jangan ragu untuk maju, Sin. Punya suami dzolim kayak Ardi, harus bikin kamu tahan banting. Cari uang sendiri untuk kamu nikmati sendiri sama Sisil, oke?” Sindy terdiam sebentar. “Aku bukannya nggak mensyukuri nafkah dari Mas Ardi, berapapun itu pasti aku terima. Asalkan bukan sisa setelah nafkah itu dikurangi untuk kebut

    Last Updated : 2024-11-24
  • Istri yang Tak Dinafkahi    8 Saat Ardi yang Belanja

    “Nes, gimana? Pak Zayyan setuju nggak soal permintaan aku kemarin?” tanya Sindy penuh harap. “Aku butuh buat ongkos ke resto juga soalnya ...”“Tenang, sama aku sih beres!”“Beres gimana?”“Pak Zayyan bilang kalau nggak boleh ada hambatan bagi kamu untuk bisa membuat resep ikan bakar favorit pelanggan, karena itu dia setuju untuk kasih kamu gaji mingguan.”“Alkhamdulillah ...”“Eits, tapi ada syaratnya!”“Apa tuh?”“Jangan bilang ini ke pegawai lain, takutnya pada iri karena di sini sistemnya bulanan.”Sindy manggut-manggut mengerti.“Sebisa mungkin aku akan jaga rahasia, Nes. Nggak mungkin aku banyak tingkah.”“Ya sudah, semoga kamu semakin termotivasi dan tetap konsisten menyajikan ikan bakar yang rasanya spektakuler!”“Pasti, aku akan berjuang.” Sindy berjanji.Beberapa hari kemudian, Ardi telah menerima gaji dan mulai mengatur sendiri keuangan rumah tangganya.“Nih, buat belanja besok.” Ardi mengulurkan uang sebesar dua puluh ribu rupiah kepada Sindy. “Kamu masak ayam goreng, sop

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri yang Tak Dinafkahi    9 Punya Hubungan Darah

    “Sin, buatkan saya dua puluh porsi ikan bakar untuk rekan-rekan saya. Minta bantuan Meta yang urus kardus makanan,” perintah Zayyan pagi itu saat Sindy sibuk meracik bumbu andalannya.“Komplit sama nasinya, Pak?”“Tentu saja, sambal dan lalapan juga jangan lupa.”Sindy mengangguk sigap.“Kira-kira hari apa pesanan saya selesai?” tanya Zayyan memastikan.Untuk sejenak, kepala Sindy penuh dengan hitung-hitungan antara tenaga dan waktu yang dibutuhkan.“Dua-tiga hari, Pak. Soalnya saya kerja sendiri ...”“Tidak bisa dipercepat lagi? Kalau perlu kamu lembur, saya akan kasih bonus kalau sudah selesai.”Sindy mempertimbangkan permintaan Zayyan. Sebetulnya bukan permintaan, melainkan perintah karena nada suara pria itu terdengar tegas dan Sindy tidak menemukan celah sedikitpun untuk memberikan penolakan.Belum lagi tawaran bonus yang dijanjikan Zayyan, tentu saja membuat jiwa perhitungan Sindy meronta-ronta.“Anak saya ikut lembur, nggak masalah kan, Pak?” tanya Sindy ragu.“Meman

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri yang Tak Dinafkahi    10 Punya Penghasilan Sendiri

    “Bagaimana, Pak?” tanya Sindy ketika Zayyan sendiri yang datang untuk mengambil pesanan ikan bakar ke resto. “Tampilan kardus dan tatanan isinya?” Sebelum menjawab, Zayyan membuka salah satu tutup kardus dan mengamati sajian ikan bakar di dalamnya sementara Sindy harap-harap cemas. Khawatir jika apa yang dia dan teman-temannya lakukan tidak sesuai dengan ekspektasi Zayyan. “Lumayan, saya akan kasih bonusnya sekarang juga. Berapa nomor rekening kamu, biar saya transfer ...” “Kalau saya minta tunai, boleh Pak?” tanya Sindy buru-buru. “Masalahnya mau saya bagi sama teman yang bantu saya tadi.” Zayyan terlihat mempertimbangkan permintaan Sindy, tidak lama setelahnya dia menganggukkan kepala. “Ini, pergunakan dengan baik.” Zayyan menarik berlembar-lembar uang warna merah kepada Sindy. “Terima kasih, Pak!” Sindy mengangguk, terlebih karena mendengar ucapan terakhir Zayyan yang seolah menyiratkan sesuatu. Tanpa menunda waktu lagi, Sindy segera membagi uang itu kepada N

    Last Updated : 2024-11-26
  • Istri yang Tak Dinafkahi    11 Sikap Aneh Ardi

    Mendengar ucapan Mita, Ardi mengangguk-angguk mengerti. “Benar juga. Mau suami atau istri yang kerja, itu sudah jadi uang kita bersama!”Ratna, ibu Ardi ikut mendukung pernyataan Mita dengan menganggukkan kepalanya.“Yeeeyyy, itu artinya kita akan lebih sering senang-senang lagi!” Mita begitu riang gembira, karena sudah membayangkan jika uang yang dimiliki kakak kandungnya kini akan semakin bertambah banyak dengan gaji yang dimiliki oleh kakak ipar.“Kita bisa mulai menabung juga untuk hari tua,” imbuh Ratna. “Kamu jangan lupa bilang sama Sindy supaya nggak lupa sama kewajibannya membantu kamu, Di.”“Nanti aku akan bilang, Bu.”Ardi sudah tidak sabar menunggu Sindy pulang ke rumah, supaya mereka berdua bisa bebas bicara. Karena istrinya kini sudah memiliki penghasilan sendiri, maka Ardi berniat untuk memberikan gajinya demi kesejahteraan keluarga besarnya.Sementara gaji Sindy bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka bertiga.“Capek, Sin?”Ardi memasang senyum lebar s

    Last Updated : 2024-11-27
  • Istri yang Tak Dinafkahi    12 Disuruh Bayar Tagihan Makanan

    “Kakakku kan kerja di sini, jadi kami bebas makan apa saja!”“Tidak begitu konsepnya, Dek! Bukan masalah kakak kamu kerja di sini, tapi kamu bisa bayar tak?”“Mantu saya bisa bayar!” sahut Ratna yakin. “Tadi kakak, sekarang mantu ... Ampun, Gusti!”Sindy terbelalak sampai matanya hampir lepas ketika menyaksikan adu mulut yang terjadi antara rekan kerjanya dengan Ratna dan Mita.“Ibu kok makan di sini sih?” tanya Sindy tanpa basa-basi.“Nah, itu dia mantu saya datang!” tunjuk Ratna dengan penuh percaya diri.“Mbak Sindy, betul mereka keluarga kamu?” tanya rekan yang tadi berdebat.“Keluarga suami sih ...”“Ini tagihan yang harus dibayarkan, Mbak.”Sindy terkaget-kaget. “Kok aku?”“Mereka bilang kalau kamu yang akan bayar semua makanan mereka, Mbak!”Sindy langsung menoleh cepat ke arah keluarga Ardi.“Bu, ini gimana urusannya?”“Tinggal bayar saja kan beres, Sin. Tadi ibu pesan satu porsi nasi goreng, udang goreng tepung, nasi dua piring, capcay kuah, sama cumi asam mani

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dinafkahi    115

    Pasti karena sudah punya pacar, jadi cuma ada kamu sama si dia. Yang lainnya numpang lewat saja."Tanpa sadar Sindy malah melamun, mengingat kembali hal-hal apa saja yang membuatnya tidak terlalu terkenang dengan masa putih abu-abu.Sadar dengan perubahan ekspresi di wajah istrinya, Zayyan meletakkan foto itu di atas meja dan mendatanginya."Kok jadi sedih begitu?"Sindy terperanjat, lalu menggeleng perlahan."Cuma lagi mengingat-ingat sesuatu ...""Ada yang kamu ingat tentang aku?" tanya Zayyan dengan mata berbinar."Tidak ada," sahut Sindy sambil nyengir minta maaf. "Masa-masa SMA itu benar-benar menguras tenaga dan pikiran, jadi aku tidak terlalu ingat siapa saja teman aku."Zayyan menatap Sindy, seolah tidak percaya dengan kata-katanya.Namun, sebelum dia sempat berkomentar, tiba-tiba ponsel yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur berdering nyaring."Halo?" "Pak, saya sudah mulai dapatkan titik terang mengenai kecelakaan mobil yang Anda alami!" Sahut boby dengan nada be

  • Istri yang Tak Dinafkahi    114

    "Betul, Kak. Uangnya buat masa depan sendiri saja," imbuh Mita supaya Ardi tak lagi ragu. "Sini uang yang jatah aku, mau aku pakai buat perawatan ...""Kamu kerja dong, Mit! Kayak Sani kek, biarpun seringnya rebahan, tapi dia sambil jualan online. Jadi dia nggak melulu mengharapkan uang dari aku," ujar Ardi.Nasehatnya sebagai kakak sebetulnya baik, hanya saja baik Ratna ataupun Mita tidak sebaik itu mampu menerima."Kamu apaan sih, Kak? Biasanya juga ngasih aku tanpa syarat, kenapa ini tiba-tiba nyuruh aku kerja?" sewot Mita dengan bibir maju."Iya nih, Di. Mita ini kan anak anak perempuan pertama, jadi dia duluan yang akan dipinang jodohnya. Lebih baik dia fokus merawat diri biar calon suaminya nanti nggak kecewa," imbuh Ratna membela."Ya iya deh, aku doakan semoga kamu dapat jodoh sultan yang cuma peduli sama kecantikan semata." Ardi mencibir. Padahal di matanya, istri itu setidaknya harus pandai merawat diri, membersihkan rumah, memasak, mengurus anak, dan mencari uang tambahan.

  • Istri yang Tak Dinafkahi    113

    Mita mengangguk-angguk mengerti dengan ucapan kakaknya itu."Kalau begitu bagi duit dong, Kak!""Buat apa lagi sih?""Aku kan harus sering-sering ke restoran buat mantau!"Ardi garuk-garuk rambutnya yang tidak gatal."Nanti dulu lah, sibuk ini ...""Jangan pelit-pelit begitu, Kak.""Diam dulu, Mit!" Kali ini Ratna yang menegur. "Itu kakakmu lagi fokus hitung gajinya, jangan dulu kamu ganggu.""Kayak biasa ini buat ibu, Sani sama Mita ..." Ardi yang sudah membagi-bagi uang itu menjadi tiga kelompok menyerahkannya kepada Ratna. "Sisanya aku yang pegang buat kebutuhan pribadi."Ratna manggut-manggut dan meraih uang bagiannya dan juga Sani. Dalam hati dia berpikir jika nantinya harus berbagi lagi dengan istri baru Ardi, itupun kalau anak lelakinya ingin kembali meniti rumah tangga dengan orang baru."Kamu nggak usah buru-buru nikah deh, Di.""Lho, memangnya kenapa, Bu? Masa iya aku jadi duda selamanya sementara Sindy sudah menikah lagi?"Mita ikut memandang ibunya dengan kening berkerut.

  • Istri yang Tak Dinafkahi    112

    Ekor apa dulu, Ma?" Zayyan yang menyahut."Ekor ikan, tentu saja calon bayi lah!""Doakan saja menantu Mama ini bersedia tanpa kebanyakan alasan buat bikin ...""Aku tidak banyak alasan, tapi memang ada alasan logis." Sindy membantah dengan segera."Ya itu kan tetap saja namanya alasan, Sin."Keke geleng-geleng kepala menyaksikan perdebatan anak dan menantunya."Terserah kalian berdua prosesnya mau gimana, pokoknya mama terima beres saja." Dia menengahi.Saat hari keberangkatan, Keke melepas kepergian Zayyan dan istrinya di pagi buta."Nanti mama bilang Sisil kalau kalian ada urusan, sana berangkat.""Terima kasih ya Ma, sudah mau jaga Sisil ..." "Sama-sama, ada om kembarnya juga, sudah sana."Sindy tersenyum saat Keke mendorongnya masuk mobil. Perjalanan menuju lokasi berlangsung mulus karena hari masih pagi, sehingga belum banyak kendaraan yang beradu di jalanan.Zayyan ternyata sudah menyewa penginapan khusus untuknya dan Sindy dalam rangka suasana pengantin baru.Di sana, mereka

  • Istri yang Tak Dinafkahi    111

    Zayyan menarik napas panjang, kedua matanya tetap fokus memperhatikan arah jalan yang ada di depannya. "Pokoknya kita jadi pergi bulan madu, mumpung ada waktu." "Tidak enak sama pegawai kamu, Mas." "Ya ampun, apa hubungannya sama pegawai aku coba?" "Takutnya ... nanti ada yang berpikiran kalau aku nikah sama kamu karena kamu pengusaha kaya ..." "Amin!" sambar Zayyan. "Insha Allah aku akan tetap rendah hati meskipun aku sudah kaya tujuh turunan. Masalahnya adalah, untuk apa juga kamu harus cerita sama mereka kalau kita mau bulan madu?" Sindy meringis. “Terserah kamu saja,” katanya. “Mau ke hotel bintang lima juga tidak apa-apa, asal kamu mau pasang badan kalau orang-orang berpikir bahwa aku cuma menghabiskan uang kamu atau apa.” “Pasang nyawa juga akan aku lakukan demi kamu,” sahut Zayyan tenang. "Bicara apa sih, Mas?" "Kan betul, kamu sudah jadi tanggung jawab aku sekarang. Termasuk Sisil," tegas Zayyan. "Sebentar lagi sampai rumah, biar aku yang bilang sama Mama." Sindy

  • Istri yang Tak Dinafkahi    110

    Ardi memutar bola matanya malas."Gimana mau nabung, kan sebagian besar uang aku dipegang sama Ibu." Dia mengingatkan."Masa sih? Terus yang dipegang sama Sindy apa, masa dia nggak bisa menyisihkan sedikit buat ditabung?" Ratna masih saja menyangkal."Sindy saja selalu bilang kalau uangnya kurang, kan dia memang dapatnya sisa gaji karena Ibu yang pertama kali ambil gajiku.""Oh, ya wajar kan? Keluarga kamu yang utama, istri sudah seharusnya menerima berapa pun yang dikasih suaminya."Ardi hanya bertopang dagu, selalu itu-itu saja yang Ratna tekankan kepadanya sejak awal meniti rumah tangga dengan Sindy. Dan polosnya, prinsip itu dia telan mentah-mentah tanpa disaring terlebih dahulu.Tidak heran jika rumah tangga Ardi jauh dari kata harmonis.**“Akhir pekan ini kamu mau kita bulan madu ke vila puncak atau pantai?” tanya Zayyan ketika mobil yang dikemudikannya mulai melaju dengan kecepatan sedang. Mereka dalam perjalanan pulang dari restoran menuju rumah usai jam kerja berakhir.“K

  • Istri yang Tak Dinafkahi    109

    "kamu masih menyimpan foto ini, itu artinya kenangan itu sangat penting buat kamu kan?" Tanya Sindy lagi."Memang penting, tadi kan sudah aku jelaskan sama kamu."Sindy menarik napas, tentu saja itu bukan jawaban yang dia harapkan. Tadinya dia pikir Zayyan akan minta maaf dan berjanji untuk membuang benda masa lalu itu sesegera mungkin, tapi ternyata tidak demikian."Ada lagi yang mau kamu tanyakan?" cetus Zayyan ketika melihat Sindy hanya terdiam bisu."Tidak ada ...""Ngambek?""Tidaklah, buat apa ngambek. Kamu mandi saja, ini bajunya." Sindy buru-buru mengulurkan satu setel baju ke tangan Zayyan.Selama Zayyan mandi, sindy lebih memilih untuk berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Dia punya firasat jika suaminya masih terikat kuat dengan foto yang ditemukannya itu, terus apa gunanya mereka menikah jika masih kepikiran dengan masa lalu?Tujuan sindy menikah adalah untuk bisa memulai segalanya dari awal, dan foto itu merupakan bukti jika Zayyan memiliki prinsip yang berseberan

  • Istri yang Tak Dinafkahi    108

    Zayyan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik kembarnya. Mereka meneruskan obrolan, hingga keduanya memutuskan untuk pergi dari restoran Zayyan karena ingin kembali ke rumah.Mita ternyata masih berada di resto bersama teman-temannya dan ketika si kembar muncul, tatapan matanya tidak bergeser satu senti pun dari mereka berdua.Saat itu Mita terlalu bingung untuk menjatuhkan pilihannya kepada siapa. Dua-duanya punya kharisma dan wajah yang begitu mirip.Andai di negara ini poliandri dilegalkan, pikir Mita mulai ngelantur. "Mit, kamu nggak apa-apa?" tanya salah satu teman ketika melihat kebisuan Mita. "Kesambet mungkin dia ...""Ngaco! Siang-siang begini mana ada kesambet.""Setan mana ada pilih-pilih waktu, sih?"Mita tidak menghiraukan ucapan teman-temannya, dia justru fokus kepada dua laki-laki muda itu sampai mereka masuk mobil dan melaju pergi."Aku jadi bingung pilih mana," ucap Mita saat tiba di rumah, dia menjatuhkan diri di tempat dan berbaring telungkup. "Kakak Bos

  • Istri yang Tak Dinafkahi    107

    Zayyan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik kembarnya. Mereka meneruskan obrolan, hingga keduanya memutuskan untuk pergi dari restoran Zayyan karena ingin kembali ke rumah.Saat jam kerja di resto berakhir, Zayyan menunggu kedatangan Sindy di mobil. Betapa herannya dia karena mendapati wajah istrinya tidak seperti biasa."Capek?" Tanya Zayyan basa-basi."Sudah biasa.""Tapi kamu tidak kelihatan semangat, capek ya?""Sudah biasa."Zayyan terdiam. Baru juga masa-masa pengantin baru, tapi kenapa aura asli sindy sudah terlihat secepat itu?"Mungkin kamu mau mampir ke suatu tempat dulu?" Tawar Zayyan seraya mengemudikan mobilnya. "Serius deh, kamu kelihatan capek."Sindy menarik napas panjang."Sudah biasa aku seperti ini."Zayyan mulai menyerah, lebih baik dia ajak ngobrol sindy ketika mereka sudah tiba di rumah nanti.Bisa gawat kalau tiba-tiba berantem di tengah perjalanan, batin Zayyan dalam hati.Setibanya di rumah, sindy langsung turun dan pergi ke kamar Sisil."Ma, biar a

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status