Ada banyak alasan kenapa Archer tidak menemukan kenyamanan di rumah ini. Salah satunya adalah apa yang baru saja terjadi. Feli selalu punya cara untuk menimpali ucapannya. Bahkan mereka selalu bertengkar setiap kali bertemu. Archer lelah.
Dan satu-satunya alasan Archer masih mau pulang ke rumah hanyalah Kimberly.Mengingat Kimberly, Archer jadi merasa bersalah karena sudah meninggalkannya terlalu lama.Archer menyeret langkahnya, hendak menaiki tangga. Namun langkahnya terhenti saat ekor matanya melihat foto Feli dan seorang pria di atas meja makan.Archer berbalik dan mengambil foto tersebut. Rahangnya tampak mengeras. Ia tidak suka melihat ada pria lain yang menggendong anaknya. Terlebih lagi dia adalah selingkuhan Feli.Jemari Archer meremas kedua foto itu hingga menjadi bola kecil. Kemudian membuangnya ke tempat sampah.Tiga puluh menit kemudian, Archer sudah membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Ia lantas turun ke lantai dua dan masuk ke kamar Kimberly. Begitu membuka pintu, Archer disambut dengan lampu tidur yang menyorot ke langit-langit ruangan, membentuk bintang-bintang dan bulan berwarna kuning.Archer tersenyum, duduk di tepian ranjang dan mengecup kening putrinya cukup lama.Tidur Kimberly terusik. Dia menggeliat dan kelopak matanya perlahan-lahan terbuka. Lalu tersenyum sembari bergumam, “Papi pulang?”“Iya. Papi pulang.”Archer menepuk-nepuk punggung Kimberly dengan pelan, hingga akhirnya anak itu kembali tertidur dengan tangan memeluk leher Archer.Archer tertegun.Ia tak berani bergerak sedikit pun karena khawatir gerakannya akan membuat Kimberly terbangun lagi.***Pagi itu Feli bangun sedikit kesiangan. Sebab semalam ia kembali terserang insomnia.Setelah melakukan ritual pagi, ia bergegas keluar kamar untuk mengecek kondisi Kimberly. Tidak sedikit pun memedulikan kepalanya yang terasa pening akibat tidurnya yang tidak berkualitas.“Mamiiii…!”Seruan riang itu sontak membuat Feli melukiskan senyuman di wajahnya. Ia baru keluar kamar, tapi Kimberly sudah menyambutnya lebih dulu.Feli berjongkok dan memeluk putrinya yang sudah wangi minyak telon dan bercampur aroma buah-buahan. Lalu mencubit pipi chuby-nya dengan gemas.“Anak Mami kok udah wangi aja pagi-pagi?”“Papi mandiin aku, Mi.”Feli terkejut mendengarnya. Ia kira Kimberly dimandikan oleh Dewi—baby sitter yang sudah mengurus keperluan Kimberly sejak bayi.Pantas saja wajah Kimberly terlihat lebih ceria daripada sebelumnya. Feli bersyukur karena Archer memperlakukan anak mereka dengan baik. Setidaknya, Kimberly tidak kehilangan sosok ayah kendati hubungan orang tuanya tidak baik.“Kimmy senang karena papi pulang?”“Hm!” Kimberly mengangguk cepat. “Mami, ayo kita bikin sarapan buat papi.”Feli menghela napas tak berdaya saat Kimberly menarik tangannya. Kimberly meniru Feli. Sebab, setiap kali Archer ada di rumah, Feli selalu membuatkan sarapan untuknya. Bukan apa-apa. Hanya saja Feli dan Archer memang sudah berkomitmen untuk terlihat harmonis di depan putri mereka.Mungkin hal itu jugalah yang membuat Archer malas pulang ke rumah, pikir Feli. Pria itu muak bersandiwara, karena untuk memandang Feli saja Archer tampak enggan.“Mi! Aku! Aku!”Kimberly melompat-lompat ingin mengambil pisau dan wortel di tangan Feli.Feli tersenyum. “Kimmy mau motong wortel?”“Iya. Mau! Aku mau bikin makanan buat papi!”“Ini pisaunya Mami, Sayang. Pisau Kimmy disimpan di mana, hem?”“Oh iya lupa.” Kimberly menepuk jidatnya gemas. “Mami, tunggu!” Kemudian anak itu berlari cepat menuju ruang keluarga untuk mengambil pisau plastik miliknya.Feli terkekeh sendiri melihat tingkah laku menggemaskan putrinya. Anak itu selalu menjadi penghibur Feli di kala hatinya sedang gundah. Dan menjadi teman baiknya di saat Feli merasa kesepian.Selagi Kimberly mengambil pisaunya, Feli melanjutkan kembali aktifitasnya memotong wortel.“Ada luka di lutut Kimmy. Apa yang terjadi?”Kedatangan Archer yang tiba-tiba membuat pisau nyaris terpeleset ke jari telunjuk Feli. Feli menoleh ke arah Archer sekilas. Pria itu terlihat sudah mandi dan segar tapi masih mengenakan pakaian santai.“Jatuh.”“Di?”“Di butik. Kemaren.”Archer berdecak lidah. Ia melipat tangannya di depan dada dan menatap Feli penuh selidik. “Karena kamu terlalu asyik ngobrol sama lelaki bernama Rafi itu? Jadi kamu mengabaikan Kimmy sampai dia jatuh, begitu?”Feli menghentikan kegiatannya, lalu menghela napas berat dan menjawab, “Karena kamu menganggapku begitu, ya anggap saja begitu kenyataannya.”Karena sekalipun Feli membantah dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya bahwa Kimberly terjatuh sebelum Rafi masuk butik, Archer tak akan mempercayai ucapannya.Rahang Archer mengeras. Ia baru akan membuka mulut hendak menimpali ucapan Feli, akan tetapi langkah kaki kecil yang berlari ke arah mereka membuat Archer mengurungkan niatnya.“Mami, mana wortel aku?”Feli menarik kedua sudut bibirnya ke atas, lalu menyerahkan satu batang wortel pada putrinya.“Yeay! Potong wortel buat papi!” Kimberly melompat-lompat kegirangan, lalu membawa pisau dan wortelnya ke meja makan.Archer mengikuti Kimberly dan duduk di sampingnya. Matanya mengawasi tangan anak itu karena khawatir kulitnya yang putih tergores pisau mainan.“Kok, Papi kemaren kerjanya lama banget, sih?” celetuk Kimberly tiba-tiba, yang membuat Archer nyaris tersedak salivanya sendiri.“Papi kerjanya jauh, Sayang.” Archer mengacak rambut panjang nan lurus milik Kimberly. “Jadi Papi nggak bisa bolak-balik ke rumah seperti biasanya.”“Oooh. Papi capek nggak?”“Nggak dong. Papi cari uang buat kamu, jadi nggak ada yang capek kalau untuk anak Papi yang cantik ini.”Kimberly terkikik sembari menutupi mulutnya dengan telapak tangan. Anak itu paling senang kalau digombali ayahnya.Di lain pihak, Feli berusaha menarik napas dalam-dalam untuk melonggarkan dadanya yang sesak. Ia tak dapat membayangkan, akan sekecewa apa Kimberly kalau tahu ayahnya pergi selama itu demi wanita lain.Feli menoleh ke arah meja makan, memperhatikan interaksi anak dan ayah itu yang terlihat akrab. Mereka tertawa bersama. Gelak tawanya terdengar menggema di seisi ruang makan dan dapur yang tak bersekat.Dalam kondisi dan penampilan seperti apapun, Archer selalu terlihat tampan dan rapi. Hidungnya yang tinggi, senyumannya yang memukau dan mampu melelehkan siapa saja yang menatapnya, serta tubuhnya yang tinggi dan kekar membuat siapapun yang ada dalam pelukannya merasa aman dan nyaman.Namun sayang, Feli tak pernah mendapatkan pelukan itu. Feli tak tahu bagaimana rasanya dipeluk dan bermanja di atas dada bidang suaminya sendiri.Lalu… Feli teringat dengan Belvina. Rasa penasaran itu tiba-tiba memenuhi relung hatinya. Apakah setiap kali mereka bertemu, Belvina selalu mendapat pelukan dari Archer? Selain berpelukan, apa lagi yang mereka lakukan di belakangnya? Sudah sejauh mana hubungan mereka berdua?Sorot mata Feli seketika meredup.Namun ia tak berhak merasa iri, bukan? Karena sejak awal, Feli hanya orang ketiga di dalam hubungan Archer dan Belvina.“Pi?” panggil Kimberly sembari memotong wortel dengan sekuat tenaga.“Ya, Sayang? Butuh bantuan?”“Nggak! Aku bisa sendiri.”Archer tersenyum kecil. “Iya, anak Papi memang hebat,” pujinya, “jadi? Ada apa kamu panggil Papi barusan?”Kimberly menghentikan kegiatannya, kedua bola mata jernihnya menatap Archer dengan tatapan polos. “Boneka kuda poni aku mana, Pi? Papi beliin aku kuda poni, ‘kan?”***“Boneka kuda poni aku mana, Pi? Papi beliin aku kuda poni, ‘kan?”Seketika Archer terdiam. Tatapan polos dan penuh harap dari bola mata jernih Kimberly membuat lidahnya mendadak terasa kelu.“Pi, kok nggak jawab?”Feli tersenyum ironi. Ia sudah bisa menebak bahwa pria itu pasti melupakan janjinya lagi. Ini untuk ketiga kalinya di tahun ini Archer melupakan janjinya kepada Kimberly.Belvina.Jemari Feli terkepal ketika nama itu melintas di pikirannya, hingga wortel dalam genggamannya terlihat bergetar.Semua ini karena Archer terlalu mengurusi hidup wanita itu, sampai-sampai dia melupakan permintaan putrinya sendiri.“Sayang.” Suara Archer terdengar serak. Dielusnya kepala Kimberly dengan lembut. “Papi... nggak nemu boneka kuda poninya di Singapura,” dustanya dengan tenggorokan tercekat. “Maaf. Siang ini Papi baru akan beli di—”Kalimat Archer seketika terhenti saat Kimberly tiba-tiba turun dari kursi dengan bibir cemberut. Bola matanya berkaca-kaca. Dia lari meninggalkan ruangan makan
Feli segera menyongsong putrinya yang tengah memeluk boneka kuda poni yang seukuran nyaris sama dengan tubuh mungilnya.“Cantik banget bonekanya. Ini… dari papi? Papi datang, ya?” tanya Feli sembari berjongkok untuk mensejajarkan tinggi mereka.Kimberly menggeleng cepat hingga tirai poni di dahinya yang lurus dan rapi ikut bergerak. Raut wajahnya sempat suram kala mendengar ayahnya disebut-sebut. Lalu tersenyum lagi sembari mengeratkan pelukannya pada boneka berwarna pink dan ungu itu.“Bukan, Mi. Om Rafi yang ngasih. Ini bonekanya dari Om Rafi!” seru Kimberly dengan riang.Feli tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Om Rafi?”“Hm! Itu Omnya.”Mata Feli yang berwarna hazel itu bergerak mengikuti arah telunjuk putrinya. Benar saja, seorang pria dengan penampilan rapi yang dibalut jas abu-abu, tengah menghampiri mereka sembari tersenyum.“Kimmy udah ngucapin terima kasih sama Om Rafi?”“Sudah, Mi.”“Pintar.” Feli tersenyum sembari mengusap kedua pipi Kimberly. “Sekarang Kimmy temenin
“Oh. Jadi ini kelakuanmu di belakangku, Feli!”Feli yang tengah menyesap minumannya langsung tersedak begitu mendengar suara seseorang yang tak asing di telinga.Rafi menyambar selembar tisu lalu menyerahkannya kepada Feli, dan hal itu tak luput dari pandangan Archer yang kini berdiri di dekat meja mereka dengan ekspresi dingin.“Bisa nggak kamu nanyanya nunggu aku selesai minum dulu?” gerutu Feli sembari mengeringkan bajunya yang terkena air menggunakan tisu pemberian Rafi.“Oh. Anda pasti suaminya Feli.” Rafi bangkit berdiri, tersenyum sambil mengulurkan tangan kanan. Mencoba menghargai suami kliennya ini. “Perkenalkan, saya Rafi,” katanya dengan tenang.Archer mengalihkan tatapannya dari Feli ke arah tangan Rafi, lalu berpaling lagi ke arah lain seolah-olah tak menganggap kehadiran Rafi sama sekali.Satu sudut bibir Rafi terangkat. Merasa Archer enggan menerima uluran tangannya, Rafi lantas menarik tangannya kembali dan menjejalkannya ke saku celana.“Kami hanya makan siang, tadi s
Feli menggeleng sembari tersenyum miris saat Archer menuduhnya dengan tuduhan yang begitu menyakitkan. Salah satu sudut hati Feli terasa nyeri mendengarnya, seakan-akan ia adalah ibu yang buruk bagi Kimberly.“Ya, kamu benar. Aku memang menyuruh Kimberly untuk meminta boneka pada pria lain yang akan menjadi ayah barunya.” Satu sudut bibir Feli terangkat begitu melihat ekspresi Archer semakin suram dan sorot matanya menggelap. “Bukankah itu yang mau kamu dengar, Archer?”“Aku baru tahu, wanita yang dipercayai oleh orang tuaku ternyata murahan.” Gigi-gigi Archer bergemeretak seperti tengah menahan amarah.“Ya, anggap saja aku wanita murahan. Lalu apa urusanmu? Bukannya kamu nggak pernah peduli dengan kehidupanku?”Feli tersenyum manis yang terkesan dibuat-buat, kedua tangannya terkepal erat yang masih terkunci di atas kepalanya.“Oh ya, aku baru ingat. Kalau aku yang cuma makan siang dengan klienku ini kamu anggap murahan, lalu bagaimana dengan kekasihmu itu, Archer?” Feli mengerjap, me
Archer tak tahu pasti apa yang hatinya rasakan begitu mendengar ucapan Kimberly. Ada rasa kecewa ketika putri yang ia besarkan selama ini tidak melihat usahanya sebagai ayah yang ingin memberikan yang terbaik. Namun, di sisi lain ada rasa benci kepada dirinya sendiri, karena bisa-bisanya ia lupa pada sesuatu yang sangat diinginkan putrinya. Hingga kini anak itu berbalik kecewa kepadanya.Menghela napas panjang, Archer lantas melanjutkan kembali langkahnya. Lalu memanggil Bik Sumi—pelayan rumah tangganya, yang tengah mengelap guci di bawah tangga.Bik Sumi menghampirinya dengan langkah tergopoh-gopoh. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”“Siapkan es batu untuk mengompres. Lalu bawa ke kamar Feli dan bantu dia untuk….” Archer menggantungkan kalimatnya sembari berpikir sesaat. Ketika menyadari keadaan tubuh Feli yang telanjang di bawah selimut, ia lantas meralat, “Siapkan saja alat kompresnya. Nanti saya yang bawa sendiri.”Bik Sumi mengerjap. Ia agak terkejut mendengar perintah tuannya yan
Feli merasakan tubuhnya pegal-pegal ketika ia terbangun. Pergelangan tangannya pun tidak semerah sebelumnya dan tidak terasa begitu sakit. Ini cukup aneh, pikirnya. Mengingat sebelum terlelap ia melihat kulit tangannya tampak sangat merah.Feli turun dari ranjang dan melihat pakaiannya yang semula berserakan di lantai, kini terlipat rapi di atas sofa. Tidak mungkin Archer yang melakukannya, bukan?Lagi pula, selama ini setiap kali Archer selesai meminta haknya, dia selalu meninggalkan Feli dalam keadaan hati yang terluka.Setelah membersihkan tubuh dan berganti pakaian, Feli pun mencari keberadaan Kimberly di kamarnya. Namun anak itu tidak terlihat.“Wi, Kimmy ke mana, ya?” Feli menemui Dewi di kamar belakang, kamar khusus untuk para pekerja di rumah ini.“Oh? Adek pergi sama tuan, Nya.”Feli tidak begitu terkejut mendengarnya. “Pergi ke mana?”“Katanya mau beli es krim ke tokonya Argi.”Feli mengangguk mengerti. Ia pun meninggalkan tempat itu sembari menghela napas panjang. Feli tida
“Mami…! Kita mau ketemu Kak Aurora?”“Mm-hm.”“Uncle Auriga juga ada? Uncle udah pulang?!”“Udah, Sayang.”“Yeay…!”Suara melengking Kimberly yang diiringi gelak tawa dari dalam kamar membuat rasa penat Archer sedikit terobati.Seperti yang lalu-lalu, Archer tak pernah merasa nyaman setiap kali berada di rumah ini. Setiap harinya selalu membuatnya jenuh dan sesak, seolah rumah mewah yang lengkap dengan segala fasilitas ini tidak bisa memberinya kenyamanan sedikit pun.Berbeda dengan rumah sederhana yang ditempati Belvina. Seemosi apapun Archer saat Belvina melakukan kesalahan, wanita itu tak pernah sekalipun membantah atau berbicara kasar. Belvina selalu menurut dan patuh. Mungkin hal itu jugalah yang membuat Archer nyaman dan mencintai wanita itu setiap waktu.Archer mengeluarkan ponsel. Ia baru akan menyentuh ikon telepon pada nomor Belvina saat suara ketukan high heels terdengar menuruni tangga. Diikuti langkah-langkah kecil yang berlari ke arahnya.“Papi! Aku udah cantik belum?” K
“Aku tahu kamu nggak sehat,” balas Auriga, masih dengan tatapan anehnya. “Maksudku… otak dan hati nuranimu yang kurang sehat.”Seketika Archer terdiam. Rahangnya berkedut seraya menatap Auriga dengan tatapan sedikit tajam.Apa Auriga tahu hubungannya dengan Belvina? Apa dia juga tahu bagaimana kacaunya rumah tangganya dengan Feli?Archer bertanya-tanya dalam hati sembari mengepalkan kedua belah telapak tangannya.“Apa maksudmu, Bang?” tanya Archer dengan suara dingin.Suasana di ruang keluarga mendadak hening. Gendarly dan Feli saling tatap satu sama lain. Sedangkan Axl tampak menyeruput kopi pahitnya dengan santai, seolah-olah dia tidak begitu peduli pada perubahan atmosfer di antara anak-anaknya.“Kurasa kamu pasti mengerti ke mana arah pembicaraanku?” Satu sudut bibir Auriga terangkat.Pertanyaan itu membuat Archer semakin yakin jika Auriga mengetahui sesuatu tentang rumah tangganya."Kamu sengaja mencari tahu untuk-"“Hahahaha….” Tawa puas Auriga seketika terdengar membahana di ru