“Feli, apa karena aku nggak ada di rumah, kamu jadi sesuka hati berkencan dengan selingkuhanmu?!”
Feli mengerutkan kening. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa Archer bisa menuduhnya berselingkuh. Bukankah di antara mereka Archer-lah yang berselingkuh?“Selingkuhanku apa maksudmu, Archer?”“Jangan pura-pura nggak mengerti,” timpal Archer seraya mengetatkan rahangnya. “Bagaimanapun juga kamu tetap istriku, Feli. Kamu harus menjaga nama baik suamimu di depan orang lain!”Feli tersenyum kecut. Archer ingin dihargai sebagai suami, tetapi dia sendiri tidak pernah menghargainya sebagai seorang istri.Sejujurnya Feli mengakui, Archer tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai suami dalam memberi nafkah lahir. Archer juga menyayangi Kimberly dan menjadi sosok ayah yang baik.Hanya saja, Feli tidak mendapatkan hak batinnya. Hingga Feli merasa menjadi wanita yang tidak dicintai dan tidak diinginkan kehadirannya. Karena yang ada di hati Archer adalah wanita lain.“Masih belum mengerti di mana letak kesalahanmu?” tanya Archer, yang membuat Feli keluar dari lamunannya.“Terlalu banyak kesalahan yang aku miliki di matamu.” Feli mengesah panjang. “Sampai aku nggak tahu kesalahan apa lagi yang aku lakukan sekarang.”Archer terdiam sesaat. Sorot matanya tampak suram. Sebelum akhirnya ia melemparkan dua lembar foto ke atas meja makan yang ada di samping mereka. Feli mengambilnya dengan kening berkerut. Itu adalah foto dirinya sedang bersama Rafi yang tengah menggendong Kimberly.Tak butuh waktu lama bagi Feli untuk mengingat kapan foto ini diambil. Dilihat dari pakaian semi formal bermotif bunga yang ia kenakan, foto ini pasti diambil kemarin di Blossom Boutique—butik milik Feli.Namun yang jadi pertanyaannya, kenapa Archer memiliki foto ini? Apa dia memerintahkan seseorang untuk memata-matainya? Kalau memang iya, sejak kapan Archer mengirim mata-mata? Bukankah selama ini Archer tidak pernah peduli pada kehidupan Feli sama sekali?Laki-laki yang bersama Feli di foto ini adalah Rafi. Dia CEO perusahaan yang bergerak dalam bidang fashion. Perusahaan Rafi dan Blossom Boutique memang sedang bekerjasama. Kemarin Rafi datang ke butik untuk mendiskusikan beberapa hal. Kebetulan saat itu Kimberly terjatuh tepat di hadapan Rafi, maka dari itu Rafi langsung menggendong Kimberly yang menangis lalu menenangkannya.“Sekalipun kamu nggak pernah bersikap baik sama aku selama pernikahan kita, aku nggak pernah punya niat untuk mencemarkan nama baik kamu,” ucap Feli dengan ekspresi datar.“Sayangnya, aku lebih percaya bukti daripada ucapanmu.”“Aku sama sekali nggak berharap kamu mempercayaiku.”Rahang Archer tampak berkedut. Jari jemarinya terkepal. “Apa bisa sekali saja kamu nggak menimpali ucapanku, Feli?”Archer benar-benar tidak suka dengan sikap Feli yang selalu membantah dan menimpali ucapannya. Berbeda sekali dengan Belvina yang lembut dan penurut. Belvina tak pernah sekalipun berani menimpali ucapannya ataupun melawan.“Nggak ada alasan bagiku untuk menuruti ucapan pria, yang nggak pernah menganggapku sebagai seorang istri.”Archer seketika terdiam. Sorot matanya berubah semakin kelam dan ekspresinya tampak keruh.“Nggak menganggapmu sebagai seorang istri kamu bilang?” Archer bertanya dengan nada dingin. “Berhenti bersikap seolah-olah akulah penjahat dalam hubungan kita, Feli! Padahal di sini kamulah yang bersalah. Kamu sudah merenggut masa depan Belvina tanpa merasa bersalah sedikit pun!” cecar Archer lagi tanpa perasaan.Sakit?Tentu saja.Namun, Feli sudah terbiasa dengan ucapan Archer yang selalu menyalahkannya setiap kali mereka bertemu. Feli sudah tak tahu yang mana lagi rasa sakit dan bukan. Hatinya terasa kebas dan mungkin… akan mati rasa jika tidak segera diselamatkan.Feli tersenyum kecut. Memangnya siapa yang mau menyelamatkannya? Satu-satunya pria yang membuat Feli jatuh cinta adalah pria yang justru menorehkan luka setiap waktu.“Kalau sudah puas memarahiku lebih baik kamu temui Kimmy. Dia selalu bertanya tentang kamu sejak dua minggu yang lalu,” ujar Feli dengan suara lelah.Energinya selalu terkuras setiap kali berhadapan dan bertengkar dengan Archer.Feli menaruh kembali foto dirinya dan Rafi ke atas meja. Sebelum akhirnya berlalu pergi dari hadapan Archer yang masih menatapnya dengan tajam.Feli menaiki tangga. Ia bisa merasa tatapan tajam Archer terus mengikutinya, seakan-akan ingin menusuk punggungnya.Masuk ke dalam kamar, Feli duduk dan bersandar pada headboard ranjang sembari memeluk lutut. Ya, ini kamarnya. Sedangkan kamar Archer ada di lantai tiga. Mereka tidak pernah tidur bersama. Kecuali saat Kimberly meminta tidur didampingi mereka, ketika mereka menginap di rumah orang tua masing-masing, atau… ketika Archer meminta haknya sebagai seorang suami.Selain karena ketiga alasan itu, mereka selalu tidur di kamar masing-masing.Suara dentingan ponsel membuyarkan lamunan Feli. Dengan malas diraihnya ponsel di atas nakas. Ia melihat nama Rafi terpampang di layar.Mengenai Rafi, Feli jadi teringat dengan tudingan Archer beberapa saat yang lalu. Biasanya Archer tak pernah mau peduli dengan siapa dan ke mana Feli pergi. Tetapi hari ini, Archer terlihat marah saat melihat foto tersebut. Benar-benar aneh.Feli jadi berpikir, mungkinkah selama sebulan bersama di Singapura, Belvina telah mencuci otak Archer hingga pria itu berpikiran bahwa Feli berselingkuh selama ditinggalkan olehnya?Entahlah.Feli menghela napas panjang. Ia tidak bisa berpikir positif jika itu mengenai Belvina.Tak ingin memikirkan selingkuhan suaminya, Feli lantas membuka pesan dari Rafi. Rafi mengirim foto boneka kuda poni.[“Tadi aku sudah janji sama Kimmy akan memberi dia boneka kuda poni ini. Tolong kasih tahu Kimmy, kalau kuda poninya sudah ada di tanganku.”]Feli berpikir sejenak. Ia memang sempat mendengar, saat Kimberly jatuh dan menangis tadi siang, Rafi membujuk Kimberly agar berhenti menangis. Rafi berjanji akan membelikannya kuda poni. Mendengar boneka yang diidam-idamkannya, tangisan Kimberly langsung berhenti dan mendadak tersenyum ceria.[“Terima kasih, Raf. Nanti aku sampaikan pesan kamu ke Kimmy.”] Feli membalas pesan Rafi.Kerjasama yang terjalin lebih dari satu tahun membuat interaksi Feli dan Rafi terasa jauh lebih akrab. Mereka seumuran. Rafi pernah protes kala Feli memanggilnya dengan panggilan ‘Pak Rafi’. Pria yang sikapnya humble dan menyenangkan itu memaksa Feli agar memanggilnya nama saja jika sedang berdua.Feli menaruh ponsel ke tempat semula. Saat akan mematikan lampu utama, Feli jadi teringat, bahwa Kimberly pun pernah meminta boneka serupa kepada Archer minggu lalu lewat video call. Feli penasaran, apakah Archer mengabulkan keinginan anaknya atau tidak?Jika tidak, Feli tidak kuasa membayangkan akan sekecewa dan sesedih apa Kimberly saat mengetahuinya.***Ada banyak alasan kenapa Archer tidak menemukan kenyamanan di rumah ini. Salah satunya adalah apa yang baru saja terjadi. Feli selalu punya cara untuk menimpali ucapannya. Bahkan mereka selalu bertengkar setiap kali bertemu. Archer lelah.Dan satu-satunya alasan Archer masih mau pulang ke rumah hanyalah Kimberly.Mengingat Kimberly, Archer jadi merasa bersalah karena sudah meninggalkannya terlalu lama.Archer menyeret langkahnya, hendak menaiki tangga. Namun langkahnya terhenti saat ekor matanya melihat foto Feli dan seorang pria di atas meja makan.Archer berbalik dan mengambil foto tersebut. Rahangnya tampak mengeras. Ia tidak suka melihat ada pria lain yang menggendong anaknya. Terlebih lagi dia adalah selingkuhan Feli.Jemari Archer meremas kedua foto itu hingga menjadi bola kecil. Kemudian membuangnya ke tempat sampah.Tiga puluh menit kemudian, Archer sudah membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Ia lantas turun ke lantai dua dan masuk ke kamar Kimberly. Begitu membuka pintu, A
“Boneka kuda poni aku mana, Pi? Papi beliin aku kuda poni, ‘kan?”Seketika Archer terdiam. Tatapan polos dan penuh harap dari bola mata jernih Kimberly membuat lidahnya mendadak terasa kelu.“Pi, kok nggak jawab?”Feli tersenyum ironi. Ia sudah bisa menebak bahwa pria itu pasti melupakan janjinya lagi. Ini untuk ketiga kalinya di tahun ini Archer melupakan janjinya kepada Kimberly.Belvina.Jemari Feli terkepal ketika nama itu melintas di pikirannya, hingga wortel dalam genggamannya terlihat bergetar.Semua ini karena Archer terlalu mengurusi hidup wanita itu, sampai-sampai dia melupakan permintaan putrinya sendiri.“Sayang.” Suara Archer terdengar serak. Dielusnya kepala Kimberly dengan lembut. “Papi... nggak nemu boneka kuda poninya di Singapura,” dustanya dengan tenggorokan tercekat. “Maaf. Siang ini Papi baru akan beli di—”Kalimat Archer seketika terhenti saat Kimberly tiba-tiba turun dari kursi dengan bibir cemberut. Bola matanya berkaca-kaca. Dia lari meninggalkan ruangan makan
Feli segera menyongsong putrinya yang tengah memeluk boneka kuda poni yang seukuran nyaris sama dengan tubuh mungilnya.“Cantik banget bonekanya. Ini… dari papi? Papi datang, ya?” tanya Feli sembari berjongkok untuk mensejajarkan tinggi mereka.Kimberly menggeleng cepat hingga tirai poni di dahinya yang lurus dan rapi ikut bergerak. Raut wajahnya sempat suram kala mendengar ayahnya disebut-sebut. Lalu tersenyum lagi sembari mengeratkan pelukannya pada boneka berwarna pink dan ungu itu.“Bukan, Mi. Om Rafi yang ngasih. Ini bonekanya dari Om Rafi!” seru Kimberly dengan riang.Feli tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Om Rafi?”“Hm! Itu Omnya.”Mata Feli yang berwarna hazel itu bergerak mengikuti arah telunjuk putrinya. Benar saja, seorang pria dengan penampilan rapi yang dibalut jas abu-abu, tengah menghampiri mereka sembari tersenyum.“Kimmy udah ngucapin terima kasih sama Om Rafi?”“Sudah, Mi.”“Pintar.” Feli tersenyum sembari mengusap kedua pipi Kimberly. “Sekarang Kimmy temenin
“Oh. Jadi ini kelakuanmu di belakangku, Feli!”Feli yang tengah menyesap minumannya langsung tersedak begitu mendengar suara seseorang yang tak asing di telinga.Rafi menyambar selembar tisu lalu menyerahkannya kepada Feli, dan hal itu tak luput dari pandangan Archer yang kini berdiri di dekat meja mereka dengan ekspresi dingin.“Bisa nggak kamu nanyanya nunggu aku selesai minum dulu?” gerutu Feli sembari mengeringkan bajunya yang terkena air menggunakan tisu pemberian Rafi.“Oh. Anda pasti suaminya Feli.” Rafi bangkit berdiri, tersenyum sambil mengulurkan tangan kanan. Mencoba menghargai suami kliennya ini. “Perkenalkan, saya Rafi,” katanya dengan tenang.Archer mengalihkan tatapannya dari Feli ke arah tangan Rafi, lalu berpaling lagi ke arah lain seolah-olah tak menganggap kehadiran Rafi sama sekali.Satu sudut bibir Rafi terangkat. Merasa Archer enggan menerima uluran tangannya, Rafi lantas menarik tangannya kembali dan menjejalkannya ke saku celana.“Kami hanya makan siang, tadi s
Feli menggeleng sembari tersenyum miris saat Archer menuduhnya dengan tuduhan yang begitu menyakitkan. Salah satu sudut hati Feli terasa nyeri mendengarnya, seakan-akan ia adalah ibu yang buruk bagi Kimberly.“Ya, kamu benar. Aku memang menyuruh Kimberly untuk meminta boneka pada pria lain yang akan menjadi ayah barunya.” Satu sudut bibir Feli terangkat begitu melihat ekspresi Archer semakin suram dan sorot matanya menggelap. “Bukankah itu yang mau kamu dengar, Archer?”“Aku baru tahu, wanita yang dipercayai oleh orang tuaku ternyata murahan.” Gigi-gigi Archer bergemeretak seperti tengah menahan amarah.“Ya, anggap saja aku wanita murahan. Lalu apa urusanmu? Bukannya kamu nggak pernah peduli dengan kehidupanku?”Feli tersenyum manis yang terkesan dibuat-buat, kedua tangannya terkepal erat yang masih terkunci di atas kepalanya.“Oh ya, aku baru ingat. Kalau aku yang cuma makan siang dengan klienku ini kamu anggap murahan, lalu bagaimana dengan kekasihmu itu, Archer?” Feli mengerjap, me
Archer tak tahu pasti apa yang hatinya rasakan begitu mendengar ucapan Kimberly. Ada rasa kecewa ketika putri yang ia besarkan selama ini tidak melihat usahanya sebagai ayah yang ingin memberikan yang terbaik. Namun, di sisi lain ada rasa benci kepada dirinya sendiri, karena bisa-bisanya ia lupa pada sesuatu yang sangat diinginkan putrinya. Hingga kini anak itu berbalik kecewa kepadanya.Menghela napas panjang, Archer lantas melanjutkan kembali langkahnya. Lalu memanggil Bik Sumi—pelayan rumah tangganya, yang tengah mengelap guci di bawah tangga.Bik Sumi menghampirinya dengan langkah tergopoh-gopoh. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”“Siapkan es batu untuk mengompres. Lalu bawa ke kamar Feli dan bantu dia untuk….” Archer menggantungkan kalimatnya sembari berpikir sesaat. Ketika menyadari keadaan tubuh Feli yang telanjang di bawah selimut, ia lantas meralat, “Siapkan saja alat kompresnya. Nanti saya yang bawa sendiri.”Bik Sumi mengerjap. Ia agak terkejut mendengar perintah tuannya yan
Feli merasakan tubuhnya pegal-pegal ketika ia terbangun. Pergelangan tangannya pun tidak semerah sebelumnya dan tidak terasa begitu sakit. Ini cukup aneh, pikirnya. Mengingat sebelum terlelap ia melihat kulit tangannya tampak sangat merah.Feli turun dari ranjang dan melihat pakaiannya yang semula berserakan di lantai, kini terlipat rapi di atas sofa. Tidak mungkin Archer yang melakukannya, bukan?Lagi pula, selama ini setiap kali Archer selesai meminta haknya, dia selalu meninggalkan Feli dalam keadaan hati yang terluka.Setelah membersihkan tubuh dan berganti pakaian, Feli pun mencari keberadaan Kimberly di kamarnya. Namun anak itu tidak terlihat.“Wi, Kimmy ke mana, ya?” Feli menemui Dewi di kamar belakang, kamar khusus untuk para pekerja di rumah ini.“Oh? Adek pergi sama tuan, Nya.”Feli tidak begitu terkejut mendengarnya. “Pergi ke mana?”“Katanya mau beli es krim ke tokonya Argi.”Feli mengangguk mengerti. Ia pun meninggalkan tempat itu sembari menghela napas panjang. Feli tida
“Mami…! Kita mau ketemu Kak Aurora?”“Mm-hm.”“Uncle Auriga juga ada? Uncle udah pulang?!”“Udah, Sayang.”“Yeay…!”Suara melengking Kimberly yang diiringi gelak tawa dari dalam kamar membuat rasa penat Archer sedikit terobati.Seperti yang lalu-lalu, Archer tak pernah merasa nyaman setiap kali berada di rumah ini. Setiap harinya selalu membuatnya jenuh dan sesak, seolah rumah mewah yang lengkap dengan segala fasilitas ini tidak bisa memberinya kenyamanan sedikit pun.Berbeda dengan rumah sederhana yang ditempati Belvina. Seemosi apapun Archer saat Belvina melakukan kesalahan, wanita itu tak pernah sekalipun membantah atau berbicara kasar. Belvina selalu menurut dan patuh. Mungkin hal itu jugalah yang membuat Archer nyaman dan mencintai wanita itu setiap waktu.Archer mengeluarkan ponsel. Ia baru akan menyentuh ikon telepon pada nomor Belvina saat suara ketukan high heels terdengar menuruni tangga. Diikuti langkah-langkah kecil yang berlari ke arahnya.“Papi! Aku udah cantik belum?” K