Pintu lift berdenting, Kimberly melangkah keluar dan mencari mobil putih sport yang sesuai dengan foto yang Malik kirimkan kepadanya beberapa saat yang lalu. Tak butuh waktu lama bagi Kimberly untuk menemukannya. Mobil itu terparkir tak jauh dari lift. Ia melihat seseorang duduk bersandar pada bagian depan kap mobil, sedang menunduk pada ponsel di tangannya.Malik menoleh, lalu berdiri. Sosoknya yang tampan dan gagah dengan jas hitam yang melekat pas di tubuhnya hingga mencetak otot lengannya, membuat debaran jantung Kimberly meningkat dua kali lipat. Dengan salah tingkah Kimberly menghampiri pria itu dan menunduk malu. Saat sudah berdiri di hadapannya, barulah Kimberly mendongak dan tersenyum kikuk. “Hai,” sapanya dengan suara pelan. Malik tidak menjawab. Pria itu hanya diam, menatapnya dengan tatapan sulit diartikan. Tanpa berkedip.Kimberly jadi makin salah tingkah dan merasa ada yang aneh dengan penampilannya. “Mau… berangkat sekarang?” gumam Kimberly lagi, tapi Malik masih b
Laki-laki itu menoleh ke arahnya, Kimberly terkesiap, lalu buru-buru membuang muka dan menunduk.Sial! Kenapa harus ada orang itu di sini?“Kenapa?” tanya Malik.“Huh? Ng-nggak!” Kimberly menggeleng cepat, lalu tertawa canggung untuk menyamarkan keterkejutannya. Ia meraih segelas air putih yang sudah tersedia di meja dan meminumnya.Tiba-tiba Kimberly tersedak, ia terbatuk-batuk, wajahnya memerah.Buru-buru Malik menepuk tengkuk Kimberly dengan pelan sembari geleng-geleng kepala. “Ada mantan kekasihmu di sini?”“Ya?!” Mata Kimberly membeliak. Kenapa Malik bisa tahu kalau Marco ada di sini?Tunggu!Memangnya Malik tahu siapa Marco? Seingat Kimberly, ia tak pernah menceritakan tentang kisah asmaranya yang malang itu kepada Malik.“Ma-mantan kekasih?” ulang Kimberly.Malik mengulum senyum. “Bercanda. Soalnya aku lihat barusan kamu seperti melihat hantu,” katanya sembari menarik tangannya dari tengkuk Kimberly yang sudah berhenti batuk.Kimberly menghela napas lega. “Lebih baik aku lihat
“Kamu masih mencintai dia? Apa saja yang sudah dia lakukan padamu selama kalian berpacaran?”Mata Kimberly menyipit mendengar pertanyaan itu, yang entah kenapa justru malah membuat hatinya tercubit. “Kamu pikir aku masih mencintai laki-laki berengsek itu?”“Aku cuma nanya, Kim.”“Tapi nggak seharusnya kamu nanya kayak gitu.” Ekspresi Kimberly mendadak berubah suram, ia merasa tersinggung dengan pertanyaan Malik. “Pertanyaan kamu sama aja nuduh aku sudah melakukan yang nggak-nggak sama dia.”“Kim, bukan begitu maksudku.”“Lalu apa maksudnya?!!”Malik terdiam. Lalu mengusap wajah dengan kasar dan mulai melajukan kendaraan. Ia seolah kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan perasaannya saat ini. Yang jelas, Malik tidak suka jika sebelumnya pernah ada yang menempati hati Kimberly.“Nggak bisa jawab, ‘kan?” Kimberly mendengus. Ia melipat tangan di dada dan membuang muka ke kiri. “Kalau dipikir-pikir, sejak awal bertemu, kamu nggak pernah percaya sama aku sekalipun aku memohon-mohon memint
Kimberly memperhatikan jalan sambil melahap kentang goreng, ia duduk sendirian di restoran cepat saji berlogo huruf ‘M’ favoritnya. Sambil menunggu Malik yang katanya kejebak macet.Namun tak sampai lima menit kemudian, Kimberly melihat mobil sport putih yang berhenti di depan restoran. Buru-buru ia keluar sambil menenteng tasnya di tangan kanan, sementara tangan kirinya memeluk kentang goreng ukuran mediumnya.“Jangan turun!” seru Kimberly sembari melambaikan tangan di udara. Ini tempat umum, Kimberly tak mau orang lain menyadari kehadiran Malik di sini.Tapi sepertinya suaranya tidak terdengar oleh Malik, atau Maliknya yang justru mengabaikan seruan itu, karena pria itu tetap turun tanpa mengenakan masker atau topi. Lalu membukakan pintu penumpang untuk Kimberly.“Maaf membuatmu menunggu,” kata pria itu sambil mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas.“Telat lima menit lagi aku bakal pulang lagi.” Kimberly merotasi matanya dengan malas lalu masuk ke mobil, melewati Malik yang berpaka
“Kenapa jadi melamun, hm?”Pertanyaan Malik yang diiringi sapuan lembut di pipi, membuyarkan lamunan Kimberly.Kimberly mengerjap pelan, tatapan Malik mengunci matanya, membuat ia enggan berpaling ke arah lain.“Malik, gimana… kalau seandainya… orang yang kamu percayai ternyata… berbohong sama kamu?” tanya Kimberly dengan ragu-ragu.Satu alis Malik terangkat, jemarinya yang semula di pipi kini turun ke tulang rahang dan berakhir di dagu Kimberly.“Berbohong tentang?”“Banyak hal.”Malik mendengus pelan sekaligus tersenyum. Lalu segera menarik lagi tangannya ketika sadar di ruangan itu banyak anak-anak yang mungkin akan melihat sikapnya.“Sedikit atau banyak, tapi jika itu menyangkut harga diriku, kemungkinan besar aku akan menganggap orang itu sebagai pembohong selamanya.”Kimberly terhenyak. Kata-kata Malik terasa mencubit hatinya, dadanya mendadak sesak dan nyeri. “Sekalipun dia sudah meminta maaf dengan tulus?”“Entahlah.” Malik mengedikkan bahu sambil tersenyum masam. “Man and his
Kimberly menggigit bibir bawah dengan perasaan cemas.Rasanya, ia ingin kabur saja dari rumah Malik, tapi sepasang kakinya seolah-olah enggan digerakkan untuk berbalik ke arah pintu. Ia justru malah mengikuti Malik berjalan ke ruang tengah.“Kalau berbuat macam-macam aku bakal teriak,” ancam Kimberly.“Silahkan,” jawab Malik santai. “Rumahku cukup kedap suara, Kim. Dan unit di kiri kananku itu kosong, yang di depan juga penghuninya sedang pergi selama beberapa bulan kalau kata satpam.”Mata jernih Kimberly seketika membelalak, mulutnya terbuka untuk berbicara sesuatu, tapi mengatup lagi.Ia semakin cemas dan takut, apalagi saat kini Malik melepas kemejanya, disusul dengan kaos putihnya, yang membuat pria itu terlihat topless. Seakan-akan ingin memamerkan dadanya yang padat dan keras, perut sixpack, dan bisep di kedua lengannya pada Kimberly.“Mau minum apa?” tanya Malik, “aku punya jus mangga, teh manis, kopi dan air putih.”Jemari Kimberly meremas sling bag-nya sambil tak berhenti me
“Kenapa anak Papi kelihatan melamun terus dari kemarin? Lagi patah hati?”Kimberly mengalihkan tatapannya dari layar televisi—yang tengah menayangkan balapan mobil Formula Satu, ke arah ayahnya yang baru duduk di sebelah.“Lagi ngosongin pikiran, Pi. Kan katanya melamun itu bagus biar otak kita istirahat sebentar,” celetuk Kimberly dengan asal. Padahal sejak kemarin ia terus memikirkan percakapannya dengan Malik di rumahnya kala itu.“Kalau lagi patah hati, bilang sama Papi, Papi sudah gatal ingin mengacaukan hidup seseorang,” canda Archer, yang jika Kimberly benar-benar patah hati oleh seorang lelaki maka ucapannya barusan akan menjadi serius.“Jangan kejam-kejam banget jadi orang, Pi. Nanti Papi kena karmanya, lho.” Kimberly terkekeh. Kepalanya bersandar di bahu bidang Archer yang selalu membuatnya nyaman.“Demi anak Papi, Papi rela kena karma.”“Astaga… sudah tua tapi Papi makin pintar ngegombal ya.”Mata hazel Kimberly dan Archer bertemu, lalu keduanya sama-sama tertawa meski tida
Malik Cowok Kulkas: Tempat kerja kamu ada di Jakarta Selatan, kan? Kebetulan aku lagi ada di sini, mau ketemu?Malik Cowok Kulkas: Aku jemput ke kantor kamu, ya?Malik Cowok Kulkas: Aku… merindukanmu.“Aaaah!”Kimberly sontak memekik terkejut begitu membaca pesan terakhir Malik. Sampai-sampai ia nyaris terjatuh dari kursinya saking kaget.Dia merindukanku?Kimberly membatin sambil melongo pada layar ponsel. Jantungnya seketika berdegup kencang, ribuan kupu-kupu terasa beterbangan di perutnya.Dengan jemari bergetar ia membalas pesan Malik. Kimberly meminta agar mereka bertemu di dekat sebuah toko roti dengan alasan ingin membeli roti dulu di sana. Kimberly belum memberitahu Malik bahwa perusahaan tempatnya bekerja adalah Tiger Corp.Tepat pukul tiga, Kimberly bergegas merapikan mejanya dan meja sang CEO yang kebetulan pemiliknya sedang keluar sejak siang tadi bersama Vicky. Jadi Kimberly tak usah repot-repot izin pada ayahnya itu.Sore itu Kimberly memilih menumpangi taksi dan meminta