Feli beringsut mendekati Archer, lalu memeluk lengannya dan merebahkan kepala di bahu bidangnya itu. Ia sempat menahan napas ketika Archer mengecup puncak kepalanya. “Kenapa di dunia ini harus ada pelakor, ya?”“Hm?” Alis Archer terangkat. “Pelakor?”“Iya.” Feli mengangguk. “Kalau nggak ada perebut suami atau istri orang, mungkin angka perceraian di dunia akan menurun sebanyak dua puluh sampai empat puluh persen.”Archer menghela napas panjang, ia sedikit tersindir karena sempat menjadi pelaku perselingkuhan di masa lalu.“Menurutku… perselingkuhan ada karena baik istri maupun suami sama-sama nggak mau terbuka dan komunikasi dengan baik.”Feli mendongak, menumpukan dagu di bahu Archer dengan mata memicing. “Mengomunikasikan apa? Bicara kalau udah nggak cinta sama istri atau suami, lalu jujur sudah tertarik dengan wanita atau pria lain di luar sana. Begitu?”“Ya itu salah
Feli menyunggingkan senyuman lebar dan berteriak kecil. Pancaran kebahagiaan terlihat jelas dalam sorot matanya. Ia menekan sebuah tombol, hingga kaca pintu di sampingnya turun perlahan.“Udaranya segar banget, Archer!” pekik Feli seraya melongokan wajah ke celah yang terbuka itu, dihirupnya dalam-dalam udara segar dan sejuk kawasan puncak yang sedang mereka lewati. Kiri dan kanan jalan dipenuhi kebun teh dan dipagari pepohonan hijau.“Hari-hati, kepala kamu jangan terlalu keluar, Sunshine. Bahaya.”“Ish! Nggak, lah!” sergah Feli dengan mata mendelik ke arah Archer—yang juga tengah menurunkan kaca pintu dan mematikan AC. Detik berikutnya Feli kembali tersenyum lebar dan melihat ke luar. “Kenapa nggak pakai mobil kamu yang putih aja, sih? Biar atapnya bisa dibuka.”“Ah, iya juga ya.” Nada bicara Archer terdengar menyesal. “Kenapa nggak kepikiran?” Ia berdecak lidah.“Nggak apa-apa. Berarti lain kali kita harus ke sini lagi bareng anak-anak.”“Iya, kalau Ernest sudah agak gede. Kasihan
Di tengah-tengah dinginnya udara Puncak siang itu, terdengar decap halus dari dua indra perasa yang saling bertaut, diiringi dengan napas yang memburu. Feli tak bisa menolak sentuhan suaminya dan ia membalas pagutan pria itu dengan sama liar. Feli sempat memekik tertahan ketika Archer mengangkat tubuhnya ke pangkuan ala bridal.“Kita ke kamar, kaca di sini transparan ke luar,” bisik Archer di sela-sela pagutannya. Kakinya melangkah pelan menaiki anak tangga tanpa melepaskan tautan bibir mereka.“Buka pintunya.” Suara serak Archer kembali terdengar.Feli menurut, ia melepas satu tangannya dari leher Archer untuk memutar kenop pintu, lalu mendorongnya hingga terbuka lebar. Ruangan kamar itu tidak terlalu luas. Dinding dan lantainya terbuat dari kayu dengan interiornya yang bergaya vintage.Feli tidak sempat menelusuri pemandangan di seisi ruangan, sebab wajah Archer kembali menghalangi pandangannya. Bibir mereka saling bertaut dan dengan perlahan Archer menurunkan Feli di atas satu-satu
“Tapi… dingin,” keluh Feli sembari memeluk dadanya sendiri. “Berenangnya kalau lagi siang-siang aja pas ada matahari.”“Kamu masih gampang menggigil, hem?” Archer melepas tangannya dari perut Feli, lalu memutar tubuh wanita itu hingga saling berhadapan dan menariknya ke dalam dekapan.“Iya. Tadi waktu mandi airnya dingin banget.”“Kamu mandi pakai air dingin?”“Nggak. Air hangat, kok. Nggak bakal kuat, Yang, kalau pakai air dingin.” Feli mengeratkan pelukannya di pinggang Archer, pipinya bersandar di dada bidang yang harum dan hangat itu. Angin sore yang dingin berembus terasa menusuk kulit.“Padahal sudah lebih dari satu bulan sejak operasi caesar, tapi kamu masih merasa dingin. Apa itu berbahaya?”Feli tertawa kecil meningkahi ucapan suaminya yang bernada sedikit panik itu. “Bahaya dari mananya, sih? Ya nggak, lah.” Kali ini Feli memasukkan tangannya yang mulai dingin ke dalam kaos Archer, yang mampu mengalirkan rasa hangat saat menyentuh kulit punggung suaminya secara langsung.“Aku
Feli menatap urat-urat yang menonjol dan bulu halus di punggung tangan Archer—yang tak berhenti menggenggam tangannya selain saat memindahkan perseneling.Telapak tangan Feli yang terbebas kemudian terulur, menangkup punggung tangan suaminya itu. Dan entah sejak kapan menarik-narik bulu tipis di sana telah menjadi hobi Feli.Pandangan Feli lantas beralih ke wajah Archer. Mata elangnya yang fokus karena jalan berkelok dan raut mukanya yang serius, membuat pria itu semakin terkesan maskulin. Kendaraan melaju tidak begitu kencang. Archer hanya mengendalikan kemudi dengan satu tangan.Ketampanan dan sosoknya yang keren dan ‘laki banget’ tanpa sadar membuat jantung Feli mendadak terkena masalah. Ia yakin, jika saat ini memakai jam tangan pendeteksi jantung, maka alat itu akan berbunyi nyaring karena debaran jantungnya ada di atas batas normal.Tiba-tiba saja Archer menepikan kendaraan ke pinggir jalan yang sepi, kening Feli mengernyit melihatnya. “Kenapa berhenti? Ada sesuatu?”Alih-alih m
Feli tertawa sendiri seraya menggulir galerinya yang dipenuhi foto Archer. Di setiap spot yang mereka lewati Feli selalu memaksa Archer supaya mau difoto. Sampai-sampai wajah pria itu sudah seperti ditekuk dan berusaha menahan jengkel.“Kamu mirip banget sama dinosaurus, sama-sama menyeramkan tahu!” kekeh Feli saat melihat foto suaminya berdiri di depan topiari dinosaurus.“Ejek aja teruus… ejek suami kamu sampai puas,” gerutu Archer sembari menggelar tikar lipat di bawah pohon, ukuran tikarnya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk mereka berdua. Ia membawa tikar itu atas saran dari penjaga resort dan meminjam darinya.Feli masih asyik menertawakan suaminya sampai-sampai ia baru sadar makanan yang Archer bawa sudah ditata di atas tikar. Ia melepas sandal kemudian duduk di samping Archer yang tengah membuka tutup botol berisi jus mix berry.“Di resort bahan makanannya terbatas, makanya aku sengaja beli jus ini dari mini market,” ujar Archer seraya menyerahkan botol itu kepada sang istr
“Kita pulang aja. Bosan lama-lama di sini.” Feli merapikan bekas makan mereka ke dalam keranjang kecil, kemudian memasukkan keranjang itu ke dalam goody bag. Ia mngabaikan Archer yang terheran-heran melihatnya.“Nggak ada kata ‘pulang’ sebelum kamu memberi penjelasan padaku,” ucap Archer seraya menahan pergelangan tangan sang istri dengan lembut.“Memang aku harus memberi penjelasan apa? Nggak ada yang perlu dijelasin.”Archer mengacak rambutnya sendiri, membuat tatanannya menjadi sedikit acak-acakan. “Kamu berubah, Sunshine. Apa ada yang terjadi selama aku tidur barusan?”“Nggak ada.”Feli melepaskan tangannya dari genggaman Archer, kemudian berdiri dan memakai sandal. Ditatapnya Archer dengan ekspresi datar seraya berkata, “Tikarnya mau dirapikan nggak? Atau mau ditinggal aja di sini?”Pria berkaos lengan pendek itu menghela napas berat. Dia terlihat terpaksa saat bangkit dari sana. “Biar aku saja yang lipat,” katanya seraya menarik tikar itu dan mengibaskannya untuk mengusir kotora
Archer melangkahkan kakinya seraya menatap layar ponsel, memperhatikan titik merah yang terus maju. Ia berjalan mengikuti ke manapun titik merah itu melaju. Tanpa sepengetahuan Feli, Archer sudah memasang alat pelacak pada gelang yang ia berikan beberapa bulan lalu.Tujuannya agar kejadian seperti di masa lalu—saat Feli diculik Eden, tidak terulang kembali. Dengan terpasangnya alat itu Archer menjadi lebih mudah mencari keberadaan istrinya.Tak disangka, ternyata di saat wanita itu merajuk seperti sekarang pun alat itu sangat bermanfaat. Archer bisa memantau ke manapun istrinya pergi melalui ponselnya.“Sebenarnya apa yang membuatmu marah padaku, Felicia?” gumam Archer seraya menghela napas panjang, ia mendongak, menatap langit dengan perasaan gelisah.Bohong jika ia merasa baik-baik saja saat istrinya bersikap seperti ini. Namun ia berusaha bersikap normal dan memberi ruang bagi Feli untuk merenung. Ia yakin wanitanya itu butuh waktu untuk sendirian sejenak.Archer terus berjalan men