Di tengah-tengah dinginnya udara Puncak siang itu, terdengar decap halus dari dua indra perasa yang saling bertaut, diiringi dengan napas yang memburu. Feli tak bisa menolak sentuhan suaminya dan ia membalas pagutan pria itu dengan sama liar. Feli sempat memekik tertahan ketika Archer mengangkat tubuhnya ke pangkuan ala bridal.“Kita ke kamar, kaca di sini transparan ke luar,” bisik Archer di sela-sela pagutannya. Kakinya melangkah pelan menaiki anak tangga tanpa melepaskan tautan bibir mereka.“Buka pintunya.” Suara serak Archer kembali terdengar.Feli menurut, ia melepas satu tangannya dari leher Archer untuk memutar kenop pintu, lalu mendorongnya hingga terbuka lebar. Ruangan kamar itu tidak terlalu luas. Dinding dan lantainya terbuat dari kayu dengan interiornya yang bergaya vintage.Feli tidak sempat menelusuri pemandangan di seisi ruangan, sebab wajah Archer kembali menghalangi pandangannya. Bibir mereka saling bertaut dan dengan perlahan Archer menurunkan Feli di atas satu-satu
“Tapi… dingin,” keluh Feli sembari memeluk dadanya sendiri. “Berenangnya kalau lagi siang-siang aja pas ada matahari.”“Kamu masih gampang menggigil, hem?” Archer melepas tangannya dari perut Feli, lalu memutar tubuh wanita itu hingga saling berhadapan dan menariknya ke dalam dekapan.“Iya. Tadi waktu mandi airnya dingin banget.”“Kamu mandi pakai air dingin?”“Nggak. Air hangat, kok. Nggak bakal kuat, Yang, kalau pakai air dingin.” Feli mengeratkan pelukannya di pinggang Archer, pipinya bersandar di dada bidang yang harum dan hangat itu. Angin sore yang dingin berembus terasa menusuk kulit.“Padahal sudah lebih dari satu bulan sejak operasi caesar, tapi kamu masih merasa dingin. Apa itu berbahaya?”Feli tertawa kecil meningkahi ucapan suaminya yang bernada sedikit panik itu. “Bahaya dari mananya, sih? Ya nggak, lah.” Kali ini Feli memasukkan tangannya yang mulai dingin ke dalam kaos Archer, yang mampu mengalirkan rasa hangat saat menyentuh kulit punggung suaminya secara langsung.“Aku
Feli menatap urat-urat yang menonjol dan bulu halus di punggung tangan Archer—yang tak berhenti menggenggam tangannya selain saat memindahkan perseneling.Telapak tangan Feli yang terbebas kemudian terulur, menangkup punggung tangan suaminya itu. Dan entah sejak kapan menarik-narik bulu tipis di sana telah menjadi hobi Feli.Pandangan Feli lantas beralih ke wajah Archer. Mata elangnya yang fokus karena jalan berkelok dan raut mukanya yang serius, membuat pria itu semakin terkesan maskulin. Kendaraan melaju tidak begitu kencang. Archer hanya mengendalikan kemudi dengan satu tangan.Ketampanan dan sosoknya yang keren dan ‘laki banget’ tanpa sadar membuat jantung Feli mendadak terkena masalah. Ia yakin, jika saat ini memakai jam tangan pendeteksi jantung, maka alat itu akan berbunyi nyaring karena debaran jantungnya ada di atas batas normal.Tiba-tiba saja Archer menepikan kendaraan ke pinggir jalan yang sepi, kening Feli mengernyit melihatnya. “Kenapa berhenti? Ada sesuatu?”Alih-alih m
Feli tertawa sendiri seraya menggulir galerinya yang dipenuhi foto Archer. Di setiap spot yang mereka lewati Feli selalu memaksa Archer supaya mau difoto. Sampai-sampai wajah pria itu sudah seperti ditekuk dan berusaha menahan jengkel.“Kamu mirip banget sama dinosaurus, sama-sama menyeramkan tahu!” kekeh Feli saat melihat foto suaminya berdiri di depan topiari dinosaurus.“Ejek aja teruus… ejek suami kamu sampai puas,” gerutu Archer sembari menggelar tikar lipat di bawah pohon, ukuran tikarnya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk mereka berdua. Ia membawa tikar itu atas saran dari penjaga resort dan meminjam darinya.Feli masih asyik menertawakan suaminya sampai-sampai ia baru sadar makanan yang Archer bawa sudah ditata di atas tikar. Ia melepas sandal kemudian duduk di samping Archer yang tengah membuka tutup botol berisi jus mix berry.“Di resort bahan makanannya terbatas, makanya aku sengaja beli jus ini dari mini market,” ujar Archer seraya menyerahkan botol itu kepada sang istr
“Kita pulang aja. Bosan lama-lama di sini.” Feli merapikan bekas makan mereka ke dalam keranjang kecil, kemudian memasukkan keranjang itu ke dalam goody bag. Ia mngabaikan Archer yang terheran-heran melihatnya.“Nggak ada kata ‘pulang’ sebelum kamu memberi penjelasan padaku,” ucap Archer seraya menahan pergelangan tangan sang istri dengan lembut.“Memang aku harus memberi penjelasan apa? Nggak ada yang perlu dijelasin.”Archer mengacak rambutnya sendiri, membuat tatanannya menjadi sedikit acak-acakan. “Kamu berubah, Sunshine. Apa ada yang terjadi selama aku tidur barusan?”“Nggak ada.”Feli melepaskan tangannya dari genggaman Archer, kemudian berdiri dan memakai sandal. Ditatapnya Archer dengan ekspresi datar seraya berkata, “Tikarnya mau dirapikan nggak? Atau mau ditinggal aja di sini?”Pria berkaos lengan pendek itu menghela napas berat. Dia terlihat terpaksa saat bangkit dari sana. “Biar aku saja yang lipat,” katanya seraya menarik tikar itu dan mengibaskannya untuk mengusir kotora
Archer melangkahkan kakinya seraya menatap layar ponsel, memperhatikan titik merah yang terus maju. Ia berjalan mengikuti ke manapun titik merah itu melaju. Tanpa sepengetahuan Feli, Archer sudah memasang alat pelacak pada gelang yang ia berikan beberapa bulan lalu.Tujuannya agar kejadian seperti di masa lalu—saat Feli diculik Eden, tidak terulang kembali. Dengan terpasangnya alat itu Archer menjadi lebih mudah mencari keberadaan istrinya.Tak disangka, ternyata di saat wanita itu merajuk seperti sekarang pun alat itu sangat bermanfaat. Archer bisa memantau ke manapun istrinya pergi melalui ponselnya.“Sebenarnya apa yang membuatmu marah padaku, Felicia?” gumam Archer seraya menghela napas panjang, ia mendongak, menatap langit dengan perasaan gelisah.Bohong jika ia merasa baik-baik saja saat istrinya bersikap seperti ini. Namun ia berusaha bersikap normal dan memberi ruang bagi Feli untuk merenung. Ia yakin wanitanya itu butuh waktu untuk sendirian sejenak.Archer terus berjalan men
Setelah menghabiskan waktu selama tiga hari di Puncak, Feli dan Archer kembali ke Jakarta bersama mertuanya. Sedangkan Cassie, Lavina dan Aurora tidak ikut pulang. Mereka akan menghabiskan waktu beberapa hari lagi di sana.Sementara itu, sikap Feli terhadap Archer pun belum kembali hangat seperti semula. Feli memang bersikap normal, tapi tidak ada senyuman penuh cinta dan tatapannya yang lembut. Itu membuat Archer tidak bisa duduk dengan nyaman. Archer sulit mendapat ketenangan jika Feli belum memaafkannya.“Sunshine, boleh aku minta tolong?”Feli menoleh ke arah pintu dan mendapati Archer tengah melongokan kepalanya. “Untuk?”“Kancingin kemejaku,” jawab Archer sembari tersenyum kecil.Meski masih enggan untuk berbaikan dengan pria itu, Feli tetap tidak menolak keinginan suaminya. Ia menyelimuti Ernest sebentar, lalu keluar dari kamar bayi itu dan masuk ke kamar utama melalui pintu penghubung.“Nggak bisa ya kancingin baju sendiri?” tanya Feli dengan ekspresi datar, ia berdiri di hada
“Masa lalu memang nggak bisa diubah, Fel. Tapi masa depan bisa memperbaiki kesalahan yang dilakukan di masa lalu.”Kata-kata Binar membuat Feli keluar dari lamunannya. Feli mengalihkan tatapannya dari arah jalanan di luar café, ke arah sahabatnya yang sejak tadi mau mendengarkan keresahan hatinya.“Aku tahu itu, Nar.” Feli menyesap matcha ice blended-nya sejenak. “Tapi bukan kesalahan dia yang bikin aku resah sekarang,” lanjutnya setelah menaruh gelas ke meja.Binar mengerutkan kening mendengarnya. “Terus?”“Mungkin aku terdengar egois.” Feli tersenyum samar. “tapi aku ingin seluruh ruang hatinya hanya diisi olehku.”“So… sekarang kamu menganggap dan takut kalau suamimu masih menyisakan ruang buat cewek yang sudah meninggal itu?”Feli mengangguk. “Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar, Nar. Rasanya aneh aja kalau dia bisa menghilangkan wanita itu begitu saja dari hatinya,” gumam Feli dengan tatapan sendu. “Aku memang nggak bisa mengontrol isi hati seseorang, termasuk suamiku sendiri.