Karena kemarin konflik terus, sekarang kita happy-happy aja dulu ya^^ Maaf update-nya jarang-jarang dan tiap babnya sedikit, masih menyesuaikan jadwal nulis dengan kesibukan dunia nyata menjelang lebaran :(
Feli menatap urat-urat yang menonjol dan bulu halus di punggung tangan Archer—yang tak berhenti menggenggam tangannya selain saat memindahkan perseneling.Telapak tangan Feli yang terbebas kemudian terulur, menangkup punggung tangan suaminya itu. Dan entah sejak kapan menarik-narik bulu tipis di sana telah menjadi hobi Feli.Pandangan Feli lantas beralih ke wajah Archer. Mata elangnya yang fokus karena jalan berkelok dan raut mukanya yang serius, membuat pria itu semakin terkesan maskulin. Kendaraan melaju tidak begitu kencang. Archer hanya mengendalikan kemudi dengan satu tangan.Ketampanan dan sosoknya yang keren dan ‘laki banget’ tanpa sadar membuat jantung Feli mendadak terkena masalah. Ia yakin, jika saat ini memakai jam tangan pendeteksi jantung, maka alat itu akan berbunyi nyaring karena debaran jantungnya ada di atas batas normal.Tiba-tiba saja Archer menepikan kendaraan ke pinggir jalan yang sepi, kening Feli mengernyit melihatnya. “Kenapa berhenti? Ada sesuatu?”Alih-alih m
Feli tertawa sendiri seraya menggulir galerinya yang dipenuhi foto Archer. Di setiap spot yang mereka lewati Feli selalu memaksa Archer supaya mau difoto. Sampai-sampai wajah pria itu sudah seperti ditekuk dan berusaha menahan jengkel.“Kamu mirip banget sama dinosaurus, sama-sama menyeramkan tahu!” kekeh Feli saat melihat foto suaminya berdiri di depan topiari dinosaurus.“Ejek aja teruus… ejek suami kamu sampai puas,” gerutu Archer sembari menggelar tikar lipat di bawah pohon, ukuran tikarnya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk mereka berdua. Ia membawa tikar itu atas saran dari penjaga resort dan meminjam darinya.Feli masih asyik menertawakan suaminya sampai-sampai ia baru sadar makanan yang Archer bawa sudah ditata di atas tikar. Ia melepas sandal kemudian duduk di samping Archer yang tengah membuka tutup botol berisi jus mix berry.“Di resort bahan makanannya terbatas, makanya aku sengaja beli jus ini dari mini market,” ujar Archer seraya menyerahkan botol itu kepada sang istr
“Kita pulang aja. Bosan lama-lama di sini.” Feli merapikan bekas makan mereka ke dalam keranjang kecil, kemudian memasukkan keranjang itu ke dalam goody bag. Ia mngabaikan Archer yang terheran-heran melihatnya.“Nggak ada kata ‘pulang’ sebelum kamu memberi penjelasan padaku,” ucap Archer seraya menahan pergelangan tangan sang istri dengan lembut.“Memang aku harus memberi penjelasan apa? Nggak ada yang perlu dijelasin.”Archer mengacak rambutnya sendiri, membuat tatanannya menjadi sedikit acak-acakan. “Kamu berubah, Sunshine. Apa ada yang terjadi selama aku tidur barusan?”“Nggak ada.”Feli melepaskan tangannya dari genggaman Archer, kemudian berdiri dan memakai sandal. Ditatapnya Archer dengan ekspresi datar seraya berkata, “Tikarnya mau dirapikan nggak? Atau mau ditinggal aja di sini?”Pria berkaos lengan pendek itu menghela napas berat. Dia terlihat terpaksa saat bangkit dari sana. “Biar aku saja yang lipat,” katanya seraya menarik tikar itu dan mengibaskannya untuk mengusir kotora
Archer melangkahkan kakinya seraya menatap layar ponsel, memperhatikan titik merah yang terus maju. Ia berjalan mengikuti ke manapun titik merah itu melaju. Tanpa sepengetahuan Feli, Archer sudah memasang alat pelacak pada gelang yang ia berikan beberapa bulan lalu.Tujuannya agar kejadian seperti di masa lalu—saat Feli diculik Eden, tidak terulang kembali. Dengan terpasangnya alat itu Archer menjadi lebih mudah mencari keberadaan istrinya.Tak disangka, ternyata di saat wanita itu merajuk seperti sekarang pun alat itu sangat bermanfaat. Archer bisa memantau ke manapun istrinya pergi melalui ponselnya.“Sebenarnya apa yang membuatmu marah padaku, Felicia?” gumam Archer seraya menghela napas panjang, ia mendongak, menatap langit dengan perasaan gelisah.Bohong jika ia merasa baik-baik saja saat istrinya bersikap seperti ini. Namun ia berusaha bersikap normal dan memberi ruang bagi Feli untuk merenung. Ia yakin wanitanya itu butuh waktu untuk sendirian sejenak.Archer terus berjalan men
Setelah menghabiskan waktu selama tiga hari di Puncak, Feli dan Archer kembali ke Jakarta bersama mertuanya. Sedangkan Cassie, Lavina dan Aurora tidak ikut pulang. Mereka akan menghabiskan waktu beberapa hari lagi di sana.Sementara itu, sikap Feli terhadap Archer pun belum kembali hangat seperti semula. Feli memang bersikap normal, tapi tidak ada senyuman penuh cinta dan tatapannya yang lembut. Itu membuat Archer tidak bisa duduk dengan nyaman. Archer sulit mendapat ketenangan jika Feli belum memaafkannya.“Sunshine, boleh aku minta tolong?”Feli menoleh ke arah pintu dan mendapati Archer tengah melongokan kepalanya. “Untuk?”“Kancingin kemejaku,” jawab Archer sembari tersenyum kecil.Meski masih enggan untuk berbaikan dengan pria itu, Feli tetap tidak menolak keinginan suaminya. Ia menyelimuti Ernest sebentar, lalu keluar dari kamar bayi itu dan masuk ke kamar utama melalui pintu penghubung.“Nggak bisa ya kancingin baju sendiri?” tanya Feli dengan ekspresi datar, ia berdiri di hada
“Masa lalu memang nggak bisa diubah, Fel. Tapi masa depan bisa memperbaiki kesalahan yang dilakukan di masa lalu.”Kata-kata Binar membuat Feli keluar dari lamunannya. Feli mengalihkan tatapannya dari arah jalanan di luar café, ke arah sahabatnya yang sejak tadi mau mendengarkan keresahan hatinya.“Aku tahu itu, Nar.” Feli menyesap matcha ice blended-nya sejenak. “Tapi bukan kesalahan dia yang bikin aku resah sekarang,” lanjutnya setelah menaruh gelas ke meja.Binar mengerutkan kening mendengarnya. “Terus?”“Mungkin aku terdengar egois.” Feli tersenyum samar. “tapi aku ingin seluruh ruang hatinya hanya diisi olehku.”“So… sekarang kamu menganggap dan takut kalau suamimu masih menyisakan ruang buat cewek yang sudah meninggal itu?”Feli mengangguk. “Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar, Nar. Rasanya aneh aja kalau dia bisa menghilangkan wanita itu begitu saja dari hatinya,” gumam Feli dengan tatapan sendu. “Aku memang nggak bisa mengontrol isi hati seseorang, termasuk suamiku sendiri.
Feli tertegun melihat anak itu memunguti risol miliknya, sesekali anak itu mengelap keringat di dahi dengan lengannya.Tak tega membiarkan dia melakukannya sendirian, Feli lantas berjongkok dan membantu memasukkan risol itu ke dalam keranjang. Beruntung masing-masing makanan itu dibungkus plastik sehingga tidak kotor.“Kamu jualan risol ini?”“Iya, Tante.”“Maaf ya, karena menolong anak Tante kamu jadi mengabaikan barang daganganmu seperti ini,” ujar Feli, sejujurnya ia hanya menebak saja, anak bertubuh kurus ini kemungkinan besar melempar keranjangnya ketika melihat pencuri menyambar tas Kimberly.Dan tebakan Feli tidak salah ketika anak itu menjawab, “Nggak apa-apa, Tante. Ada kejahatan di depan mata saya mana mungkin saya memikirkan diri sendiri.”Feli tercengang mendengarnya. Ia tak menyangka anak sekecil itu bisa berbicara bijak seperti barusan. Padahal jika ditilik dari wajahnya, anak berpakaian hitam lusuh itu mungkin baru berusia sekitar dua belas tahun.“Terima kasih sudah me
“Siapa dia?” bisik Archer setelah mengecup puncak kepala Feli.Alih-alih menjawab, Feli justru terkejut dengan kedatangan suaminya itu. Ia mendongak dan bertanya, “Kenapa kamu ke sini? Bukannya ada meeting?”“Baru aja selesai tiga puluh menit yang lalu. Setelah itu aku langsung ke sini untuk menemui kalian.” Archer menjawab seraya beralih ke kursi Kimberly.“Tapi dari mana kamu tahu kalau aku masih di sini? Kamu nggak tanya dulu ke aku.” Kening Feli mengernyit bingung. Tidak mungkin kalau Archer bertanya kepada Binar, pikirnya.Archer tidak menjawab, ia menggendong Kimberly dan mengecup pipinya bertubi-tubi hingga anak itu tertawa.Feli geleng-geleng kepala melihatnya. Lalu tanpa sengaja ia melihat ekspresi Malik yang tengah memperhatikan Kimberly dan Archer dengan tatapan sendu.Feli mengerti kenapa anak itu terlihat sedih. Dia yatim piatu sehingga mungkin sangat merindukan pelukan orang tuanya.“Papi, tadi tas aku dicuri sama penjahat, terus diselamatkan sama kakak… em… Mami, namany