"Loh, ada Mutia. Dia jadi Caddy golf? sepertinya wanitamu itu unik sekali, dia ahli dalam mengerjakan semua pekerjaan, yang dia tidak bisa hanya menjadi teman tidurmu saja," bisik lelaki di sebelah Diaz sambil tertawa tertahan. "Diam! jaga bicaramu itu!" hardik Diaz tidak tahan dengan suara sumbang lelaki di sebelahnya. Fadil hanya tertawa ngakak melihat reaksi temannya yang marah tersebut, bagaimana tidak marah, menurut Fadil, Diaz ini sudah berusaha habis-habisan tetapi belum juga melihat hasil usahanya. Tetapi dia salut juga, karena temannya ini baru sekarang begitu serius mengejar seorang perempuan walaupun itu masih istri orang. Seharusnya dia juga mulai serius menjalin hubungan dengan perempuan mengingat usianya sudah kepala tiga. Ah, seandainya perempuan itu ketemu lagi, pasti dia akan mengejarnya seperti Diaz mengejar Mutia. "Baiklah, Pak Diaz! hari sudah menjelang siang, bagaimana kita langsung main?" ujar pak Sumargo dengan semangat, apalagi melihat keempat Caddy yang sa
Diaz memilih stik dengan teliti, lelaki itu bahkan mengelap setiap stik yang dipegangnya dengan tissue, Mutia yang sangat awam dengan permainan golf jadi gatal untuk bertanya. "Jadi stik sebanyak ini ternyata semua untuk dipakai oleh mas Diaz sendiri?" tanya wanita itu sambil menghitung semua stik yang ada di dalam tas golf "Iya." "Lah, bolanya kan satu, kenapa harus dipukul sama stik sebanyak ini?" Biasanya Diaz akan sebal jika ada orang bego yang banyak tanya-tanya begini, tetapi entah kenapa setiap perkataan yang keluar dari mulut Mutia, biarpun itu makian tidak membuatnya bosan, apalagi sebal. "Seorang pemain golf itu, biasanya membawa berbagai macam stik golf atau disebut sebagai klub golf, yang memiliki fungsi berbeda-beda. Pemain golf biasanya membawa sekitar 14 klub yang terdiri dari driver, fairway wood, iron, wedge, dan putter. Selain itu, dibutuhkan bola golf, tee, dan tas golf untuk membawa peralatan." "Oh?" Biarpun Mutia tidak paham dengan apa yang dikata
"Pak Diaz, sekarang giliran anda," instruksi petugas lapangan itu. "Oh, oke!" Ketika Diaz sudah berancang-ancang memukul bola pertamanya, rombongan Sumargo sudah tiba lagi di teeing ground. Wajah sumringah lelaki itu benar-benar membuat semua pemain jatuh mentalnya, walaupun sudah berumur ternyata Sumargo benar-benar masih ahli. Postur tinggi Diaz yang memakai celana training hitam merk Adidas dan kaos abu-abu sangat terlihat begitu keren, topi golf yang dikenakannya juga bukan merek sembarangan, membuat penampilan lelaki itu terlihat mahal dari segala sisi. "Pak Sumargo, tadi itu pukulan yang sangat bagus sekali," puji Diaz dengan tulus pada kliennya ini. "Terimakasih, pak Diaz. saya juga tidak sabar melihat anda beraksi," ujar Sumargo dengan senyuman yang begitu lebar. "Jika saya bisa mengalahkan anda kali ini, saya ijin hanya main satu ronde saja. Saya cukup lelah akhir-akhir ini," kata Diaz sambil mengelap stiknya. "Oh, silahkan, tidak masalah!" Semua orang yang
"Kau tidak mengucapkan selamat pada kemenangan ku?" tanya Diaz Mutia hanya terbengong melihat senyum narsis lelaki di depannya. "Apa mas tadi menang?" Diaz yang mendengar perkataan itu mendadak berhenti melangkah, matanya menyipit menatap wanita di depannya dengan wajah muram. Rasanya kepalanya akan meledak saat itu juga. Perempuan ini, memang ... dia tidak bisa berkata-kata lagi. Apa dia meremehkan atau otaknya benar-benar jongkok sekali? "Em, maksudku ... apa hanya begitu saja menangnya? bukankah hanya memasukkan bola dari jarak dua jengkal itu mudah, di jentik pakai jari saja sudah bisa masuk, terus hebatnya dimana?" Hufff ... Mendnegar perkataan Mutia, Diaz serasa mau muntah. Apa dia benar-benar meremehkannya? hebatnya di mana katanya? benar-benar minta diberi pelajaran perempuan ini. Diaz tertawa sumbang melihat sikap Mutia yang merasa prestasinya itu tidak ada hebat-hebatnya. "Jadi menurutmu itu tidak hebat? jadi kau jauh lebih lebat begitu?!" "Aku belum pernah main g
"Duh, ternyata rumit ya, bermain golf itu. Kenapa para pengusaha dan orang kaya suka main golf, sih?" keluh Mutia."Kamu baru menyadari kalau permainan ini rumit? sebanarnya itu tidaklah rumit, kenapa ada pengusaha menyukai permainan ini? permainan ini ada filosofinya, sesuai dengan dunia usaha. pertama, lihat stik yang ada itu, banyak kan? nah, dunia usaha juga begitu, harus memiliki banyak alat dan cara, menghadapi setiap situasi itu berbeda cara, walaupun permasalahannya sama, memasukkan bola, tetapi kendala yang dihadapi itu berbeda, caranya juga berbeda harus pandai-pandai. yang kedua, bermain golf itu butuh kejujuran, ketika kita memukul bola, di manapun bola jatuh, kita akan memukul kembali jika tidak masuk lubang, hal itu dilarang curang dengan memindahkan bola, itu kesalahan fatal. makanya pengusaha butuh mitra yang berintegritas dan jujur, jika sudah curang sedikit saja bisa hancur kerjasama dan nggak bakal dipakai lagi selamanya. aih, kenapa aku musti repot-repot memberika
"Hu, dasar! kamu memang pintar bicara. Baiklah kalau begitu, kalau tidak bisa membawamu liburan. kita manfaatkan waktu yang sedikit ini, ayo ikut denganku." "Eh, mau kemana?"Diaz tidak peduli dengan teriakan Mutia, lelaki itu sudah menarik tangan wanita itu dengan kuat, sehingga mau tak mau dia mengikuti ke mana Diaz pergi. Fadil yang selalu mengikuti mereka layaknya seorang kameramen sebuah adegan film sudah resah dari tadi dipanas-panasi adegan romantis keduanya."Dasar pamer kau, Diaz!" gerutu lelaki itu. "Ingat, jaga jarak. Jangan sampai Mutia merasa kalau kamu selalu mengambil foto dan vidio kebersamaan kami!" tegas Diaz ketika menyuruh Fadil mengambil foto-foto mereka."Aduh, payah! aku ke sini mau main golf bukan ngintipin orang pacaran!" protes Fadil."Lakukan apa yang aku perintahkan, kalau kau tidak mau, akan kutarik dana investasi untuk membangun rumah sakitmu, paham?!""eh, jangan dong. Iya, iya! akan aku lakukan, anggap saja itu sebagai pertukaran bisnis."kalau sudah
Tasya sangat senang melihat Mutia datang. Acara family gathering di perusahaannya akan berlangsung satu hari lagi, Minggu siang mereka baru akan check out dari resort. Setelah mandi, Mutia memakai baju santai, celana jeans dan baju kaos oblong pendek warna putih bergambar salah satu destinasi wisata di Jawa barat, kaos yang dibelikan oleh Tasya ketika mereka jalan-jalan ke pasar tadi pagi. Tasya sengaja membeli dua buah memang, salah satunya akan diberikan pada Mutia untung Mutia datang. Sementara Tasya langsung menuju ke lokasi acara yang sedang berlangsung. "Kamu istirahat dulu ya, Mut. aku mau menuju ke lokasi gathering. Nanti sore kamu baru aku ajak." "Iya." Mutia juga ingin istirahat, rasanya sudah capek dari lapangan golf tadi. tapi sebelum tidur dia menelpon Walimar karena dia tidak bisa pulang bersama wanita itu malam ini, dia memang sudah bilang pada Walimar, tetapi ini untuk menegaskan kembali. "Jadi kamu nginap dengan temanmu itu, Mut?" "Iya, Mbak. ini saya sudah
Mutia mendongak mendengar suara lembut seorang wanita yang tengah menggoda anaknya, anak kecil yang baru berumur sekitar delapan bulan itu tergelak, dia terlonjak di gendongan seorang pria, dia Raid. "Wah, Bang Raid, anaknya sudah besar, ya? kapan nikahnya kok gak ngundang-ngundang?" seru Mutia yang langsung mengejutkan lelaki yang tengah menggendong anak itu. Raid menatap Mutia yang tengah tersenyum miring menatapnya, sementara Tasya yang berada di hadapan Mutia tampak acuh dengan pertanyaan temannya ini, seolah-olah Raid memang tidak dikenalnya sama sekali. "Eh, Mutia. Kenapa kamu ke sini?" tanya Raid dengan salah tingkah ditatap Mutia seperti itu. "Oh, ini menemani temanku, katanya dia mau dipromosikan menjadi kepala bagian, dia tidak ada pendamping, sengit teman yang baik tentu aku dengan senang hati jadi pendampingnya." "Apa? kata siapa Tasya akan dipromosikan? darimana kamu mendengarnya?" Mutia menatap Tasya, tetapi gadis yang dia tatap juga masih acuh tak acuh. "Oh, itu