"Duh, ternyata rumit ya, bermain golf itu. Kenapa para pengusaha dan orang kaya suka main golf, sih?" keluh Mutia."Kamu baru menyadari kalau permainan ini rumit? sebanarnya itu tidaklah rumit, kenapa ada pengusaha menyukai permainan ini? permainan ini ada filosofinya, sesuai dengan dunia usaha. pertama, lihat stik yang ada itu, banyak kan? nah, dunia usaha juga begitu, harus memiliki banyak alat dan cara, menghadapi setiap situasi itu berbeda cara, walaupun permasalahannya sama, memasukkan bola, tetapi kendala yang dihadapi itu berbeda, caranya juga berbeda harus pandai-pandai. yang kedua, bermain golf itu butuh kejujuran, ketika kita memukul bola, di manapun bola jatuh, kita akan memukul kembali jika tidak masuk lubang, hal itu dilarang curang dengan memindahkan bola, itu kesalahan fatal. makanya pengusaha butuh mitra yang berintegritas dan jujur, jika sudah curang sedikit saja bisa hancur kerjasama dan nggak bakal dipakai lagi selamanya. aih, kenapa aku musti repot-repot memberika
"Hu, dasar! kamu memang pintar bicara. Baiklah kalau begitu, kalau tidak bisa membawamu liburan. kita manfaatkan waktu yang sedikit ini, ayo ikut denganku." "Eh, mau kemana?"Diaz tidak peduli dengan teriakan Mutia, lelaki itu sudah menarik tangan wanita itu dengan kuat, sehingga mau tak mau dia mengikuti ke mana Diaz pergi. Fadil yang selalu mengikuti mereka layaknya seorang kameramen sebuah adegan film sudah resah dari tadi dipanas-panasi adegan romantis keduanya."Dasar pamer kau, Diaz!" gerutu lelaki itu. "Ingat, jaga jarak. Jangan sampai Mutia merasa kalau kamu selalu mengambil foto dan vidio kebersamaan kami!" tegas Diaz ketika menyuruh Fadil mengambil foto-foto mereka."Aduh, payah! aku ke sini mau main golf bukan ngintipin orang pacaran!" protes Fadil."Lakukan apa yang aku perintahkan, kalau kau tidak mau, akan kutarik dana investasi untuk membangun rumah sakitmu, paham?!""eh, jangan dong. Iya, iya! akan aku lakukan, anggap saja itu sebagai pertukaran bisnis."kalau sudah
Tasya sangat senang melihat Mutia datang. Acara family gathering di perusahaannya akan berlangsung satu hari lagi, Minggu siang mereka baru akan check out dari resort. Setelah mandi, Mutia memakai baju santai, celana jeans dan baju kaos oblong pendek warna putih bergambar salah satu destinasi wisata di Jawa barat, kaos yang dibelikan oleh Tasya ketika mereka jalan-jalan ke pasar tadi pagi. Tasya sengaja membeli dua buah memang, salah satunya akan diberikan pada Mutia untung Mutia datang. Sementara Tasya langsung menuju ke lokasi acara yang sedang berlangsung. "Kamu istirahat dulu ya, Mut. aku mau menuju ke lokasi gathering. Nanti sore kamu baru aku ajak." "Iya." Mutia juga ingin istirahat, rasanya sudah capek dari lapangan golf tadi. tapi sebelum tidur dia menelpon Walimar karena dia tidak bisa pulang bersama wanita itu malam ini, dia memang sudah bilang pada Walimar, tetapi ini untuk menegaskan kembali. "Jadi kamu nginap dengan temanmu itu, Mut?" "Iya, Mbak. ini saya sudah
Mutia mendongak mendengar suara lembut seorang wanita yang tengah menggoda anaknya, anak kecil yang baru berumur sekitar delapan bulan itu tergelak, dia terlonjak di gendongan seorang pria, dia Raid. "Wah, Bang Raid, anaknya sudah besar, ya? kapan nikahnya kok gak ngundang-ngundang?" seru Mutia yang langsung mengejutkan lelaki yang tengah menggendong anak itu. Raid menatap Mutia yang tengah tersenyum miring menatapnya, sementara Tasya yang berada di hadapan Mutia tampak acuh dengan pertanyaan temannya ini, seolah-olah Raid memang tidak dikenalnya sama sekali. "Eh, Mutia. Kenapa kamu ke sini?" tanya Raid dengan salah tingkah ditatap Mutia seperti itu. "Oh, ini menemani temanku, katanya dia mau dipromosikan menjadi kepala bagian, dia tidak ada pendamping, sengit teman yang baik tentu aku dengan senang hati jadi pendampingnya." "Apa? kata siapa Tasya akan dipromosikan? darimana kamu mendengarnya?" Mutia menatap Tasya, tetapi gadis yang dia tatap juga masih acuh tak acuh. "Oh, itu
Saat itu Tasya hanya mengangguk cuek. Tetapi wajahnya langsung berubah drastis saat pria yang membelakanginya menoleh ke arahnya. "KAMU?!" Ternyata suara itu bukan hanya keluar dari mulut Tasya, tetapi Fadil juga menemukan hal yang sama. Lelaki itu bahkan reflek berdiri, jarak Tasya dan Fadil yang tidak terlalu jauh sangat mudah bagi lelaki itu menjangkau Tasya. Sedangkan Diaz dan Mutia hanya melihat mereka dengan terbengong? jadi mereka saling kenal? "Ternyata kamu di sini? Aku sudah mencarimu ke mana-mana ternyata kamu di sini? Dengar, ya ... aku tidak akan melepaskan kamu lagi!" Dengan arogan Fadil langsung memanggul Tasya seperti seorang kuli memanggul beras. "Dasar lelaki gila! lepaskan aku!" teriak Tasya sambil memukul punggung belakang lelaki itu, memberontak agar dilepaskan. "He, Fadil?! Apa yang kau lakukan?!" tanya Diaz yang heran melihat temannya seagresif itu. "Diaz, aku pergi dulu! terima kasih sudah membawaku ke sini!" teriak Fadil tidak menghiraukan sekita
"Lepaskan!!" teriak Tasya ketika dia dimasukkan ke dalam mobil SUV yang dikendarai Fadil "Lepaskan? heh, ngimpi aja kamu. Bagaimana aku bisa melepaskan kamu? aku terus saja mencarimu ke mana-mana, eh tahunya kamu itu temannya Mutia, kalau tahu gitu sudah dari kemarin-kemarin aku ketemukan kamu." "Dasar lelaki gila! kamu akan membawaku ke mana?" ujar Tasya dengan wajah cemas "Ke mana saja, yang penting bisa mengurung kamu supaya tidak berkeliaran dan kabur lagi." "Apa?! ya, Allah ... mimpi apa aku bisa sial begini ketemu orang kayak kamu." "Astaga naga pak ogah! kamu ini yang perempuan aneh! biasanya perempuan itu kalau direnggut keperawanannya bakalan menuntut orang yang merenggutnya, ini aku sebagai lelaki ingin bertanggung jawab padaku eh, kamunya malah gak mau. situasi seperti ini itu biasanya yang dirugikan yang perempuan loh, sebagai lelaki aku sih gak rugi apa-apa, malah untung bisa mencicipi tubuh perawan kamu." Fadil nampak sedikit frustasi menghadapi sikap Tasya
"Benar-benar kamu ini keterlaluan! kayak besok bakalan kiamat sehingga gak ada hari lain. Ngapain sih cepat-cepat begitu?" "Ya lebih cepat lebih baik dong. Terus terang saja, aku sudah gak tahan pengen main lagi sama kamu, kecuali kamu nggak apa-apa kita main tanpa adanya ikatan pernikahan." "Main? main apa maksud kamu? jangan bilang main kuda-kudaan, ya!" "Ya, apa lagi permainan orang dewasa kalau gak begitu? gak mungkin kan main kelereng?" "Ya Salaam ... apa salah dan dosaku di masa kalau ya, Tuhan ... kenapa kau hukum aku bertemu dengan orang edan seperti ini?" keluh Tasya sambil menetap ke atas. Melihat nada frustasi Tasya, Fadil sungguh merasa lucu. lelaki itu tertawa melihat tingkah konyol gadis itu. "Kenapa ketawa?! nggak ada yang lucu tahu! sekarang putar balik, kita kembali ke hotel tadi!" "Kembali ke hotel? jadi kamu gak nolak kalau aku ajak tidur bareng?" goda lelaki itu dengan senyum-senyum sendiri. "Eh, ngarep! aku mau balik lagi ke hotel karena malam ini
Ketika mereka tengah melangkah di lobi hotel, ternyata mereka bertemu dengan Mutia dan Diaz, Mutia yang melihat dokter Fadil dan Tasya tengah bergandengan tangan, dia langsung takjub melihat pemandangan itu. "Sya, kamu dari mana aja?" Tasya yang terkejut mendengar teguran Mutia, spontan langsung melepaskan pegangan tangan Diaz, tetapi karena sudah terlanjur dilihat Mutia, maka hal itu juga percuma saja. "Fadil, tidak nyangka ternyata perempuan yang kamu bilang selama ini itu temannya Mutia? tahu gitu kenapa kamu pusing-pusing mencari ke mana-mana?" ujar Diaz dengan seringai. "Iya, nih. Tahu gitu kita bisa double date dari dulu," keluh Fadil. "Apaan sih?" tanggap Tasya dengan ketus. "Sya, jadi ... dokter Fadil ini, orang yang itu?" tanya Mutia dengan mengedipkan mata memberi kode "Iya!" jawab Tasya singkat, Tasya juga paham jika pertanyaan Mutia mengarah pada malam ONS itu. "Eh, jadi kamu seorang dokter?" tanya Tasya dengan terpana saat dia menyadari perkataan Mutia.