Setelah sampai sejenak menikmati suasana alun-alun kota sambil menikmati makanan khas daerah Sidoarjo, kami memutuskan untuk kembali ke hotel.Meski Raffi berusaha keras untuk menghiburku agar rileks tak terlalu kepikiran sama Intan, tapi tetap saja dasarnya aku orangnya selalu kepikiran dengan masalah yang sedang kuhadapi.Aku tak bisa santai slow, menghadapi masalah yang sedang terjadi. Sudah menjadi sifatku begini, akan berpikir dan terus berpikir mencari cara untuk menyelesaikan masalah itu. Walau sebenarnya jawabnya adalah waktu, ada saatnya nanti semua masalah akan selesai."Aku langsung istirahat ya Fi. Terimakasih untuk hari ini," ucapku sebelum kami sama-sama masuk ke kamar masing-masing. Hari sudah mulai sore. Aku ingin berisitirahat sebentar meregangkan otot-otot yang terasa kaku. Kaku karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri."Iya, istirahatlah, kamu kelihatan capek banget nanti malam jangan lupa kita makan malam sama-sama."Aku hanya mengangguk kemudian masuk ke dal
"Putri, Put, hei mau kemana? Kok mewek gitu?" tanya Raffi yang tiba-tiba datang menghampiriku sedang berjalan cepat menjauhi toko bunga itu.Aku diam tak menanggapinya sambil terus berjalan."Sudah ketemu sama Intan?" Aku mengangguk. Raffi menatap bingung padaku dan toko bunga itu bergantian."Terus?""Aku mau kembali ke hotel, berkemas, kemudian pulang ke Jakarta," sahutku sambil terus berjalan, tak sedikitpun menoleh ke arah Raffi. Entah seperti apa sekarang ekspresi wajahku, yang jelas hatiku sekarang sakit sekali."Hah, kembali ke Jakarta? sekarang? Hei kamu kenapa sih? Putri, Put, stop dulu, coba lihat aku Put, lihat aku!" Raffi menghentikan langkahku, aku pun mengangkat wajahku menatapnya. Wajah tampan itu kini terlihat sendu melihat netraku yang sudah memanas."Sudah bicara sama dia?" Aku mengangguk, dan detik berikutnya luruh sudah air mataku, bahuku bergetar, menahan sesaknya rasa di dada.Tapi aku langsung menyekanya dengan lenganku."Masih marah dia?" tanyanya. Aku memilih
"Intan."Melihat sosok sahabatku datang, tentu membuatku menarik senyum, seketika perasaan haru membuncah di dalam dada.Ia langsung menghambur memelukku. Tentu saja aku langsung menyambut dengan tangan terbuka, memeluknya. Beberapa saat kami saling merangkul, ia terisak, di pundakku."Jangan pergi dulu Nis, aku ingin bicara." Aku mengangguk. Kemudian menoleh ke arah Raffi, ia pun mengangguk seakan tahu apa maksudku."Maaf Pak, saya cancel ya, teman saya masih ada urusan dengan temannya. Tapi tetap saya bayar ongkos yang tadi tertera di aplikasi ya Pak. Sekali lagi saya mohon maaf." Raffi bicara dengan supir taksi online dan menyodorkan uang pecahan berwarna merah padanya.Kami berjalan ke area restoran tak jauh dari lobby dan duduk bertiga di sebuah meja persegi panjang. Kemudian Raffi memesan teh hangat untuk kami.Sejenak kami bertiga saling diam. Aku memberi waktu pada Intan beberapa saat agar lebih tenang sebelum kita bicara."Intan, Kau baik-baik saja?" tanyaku lembut padanya y
Aku memutuskan untuk kembali ke Jakarta esok hari, karena aku masih ingin menghabiskan waktu di sini untuk ngobrol sama Intan."Kamu nggak apa-apa berlama-lama di sini Nis?""Tak apa sekali-kali juga nggak sering, kerjaan di Jakarta aku serahkan pada Damar."Intan kembali mengangguk. Kini kami berdua sedang dalam perjalanan untuk kembali ke rumah Tante Rahmi. Sedangkan Raffi, aku suruh dia balik duluan ke Jakarta, meski awalnya dia menolak tapi bagaimanapun kerjaan dia di Jakarta juga banyak, jadi dia memilih untuk menurutiku kembali ke Jakarta sore ini."Kau sendiri, apa tidak ingin kembali ke Jakarta Tan?" Ia menggeleng. "Aku nyaman di sini, daripada di Jakarta aku sendiri, aku kesepian. Mending aku di sini ada Tante Rahmi dan Abi, yang bisa jadi teman." Aku mengangguk paham. Di Jakarta juga pasti dia akan terus sedih teringat kedua orangtuanya yang sudah tiada. Setelah sekitar dua puluh menit perjalanan akhirnya kami sampai di rumah Tante Rahmi. Seperti biasa beliau menyambut han
Aku seperti pernah melihat dia tapi dimana ya, Ah iya di foto keluarga yang di pajang di dinding ruang tamu rumah ini, dan wajah laki-laki ini juga mirip dengan Abi, ini pasti suaminya Tante Rahmi ayahnya Abi. Dua kali aku datang ke rumah ini, baru kali ini aku berjumpa dengan ayahnya Abi."Kamu siapa?" tanyanya dengan wajah datar menatap lekat padaku."Oh, ini Nisa Pa, temannya Intan." Tiba-tiba Tante Rahmi datang dari ruang tamu menghampiri kami.Aku langsung menunduk, dan menangkupkan kedua tanganku di dada."Saya Anisa Om," ucapku, beliau mengangguk."Ini papanya Abi, Nis." Tante Ranti memperjelas tebakanku."Oh iya Tante, salam kenal Om, Saya temannya Intan. Mohon maaf jika kehadiran saya di sini merepotkan, saya ijin menginap semalam saja di sini," ucapku sopan pada laki-laki itu, yang masih menatap intens ke arahku."Ya sudah tak apa.""Ayo Pa, makan dulu, biar Nisa istirahat, di kamar tamu, Nis Tante tinggal ke belakang ya, temani Om makan malam." Tante Rahmi mengajak suaminya
"Akhirnya sampai juga." Aku bermonolog, menghela napas lega, kini kembali aku menapaki tanah ibu kota.Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Yanto datang, ia langsung membantu membawakan koperku. Sebelum tiba di bandara, aku memang sempat menghubunginya meminta di jemput. Sesampai di rumah, aku langsung merebahkan tubuhku di pembaringan. Hari sudah menjelang tengah hari, aku beristirahat sejenak memejamkan mata ini. Semalam aku hanya tidur beberapa jam, karena Intan banyak bercerita.Aku terlelap, hingga terdengar suara Bik Jum mengagetkanku."Mbak, Mbak Putri! Ada tamu Mbak." Bik Jum memanggilku disertai suara ketukan pintu kamarku."Iya Bik, ada apa?" tanyaku seraya bangkit dari ranjang meraih jepit rambut di atas nakas, kemudian mencepol asal rambutku."Ada tamu Mbak!" ucapnya lagi. Ada tamu? Siapa? Aku tinggal di sini hanya berdua dengan Baik Jum dan aku jarang sekali kedatangan tamu."Siapa Bik?" tanyaku lagi kemudian meraih hijab instan yang tergantung di balik pintu kamar l
"Maksudnya gimana Mas?" tanyaku."Aku ingin kita kembali rujuk Nis."Ucapan laki-laki itu tentu membuat aku tercengang. Aku terdiam, hati ini rasanya sudah mati rasa. Sekarang saja aku masih mempersiapkan diri untuk membuka kembali hati yang terasa mati ini, kini justru dia datang meminta untuk kembali. "Maaf Mas, Aku ... Aku nggak bisa, maaf," sahutku."Kenapa Nis? Kenapa? Aku janji akan berubah, aku janji tak akan mengulangi kesalahan yang pernah aku lakukan dulu, menduakan kamu, aku janji akan memperbaiki hubungan kita. Aku janji Nis, aku janji akan membahagiakanmu, Nisa," ucapnya terdengar begitu menggebu.Dania terdiam mendengar kakak laki-lakinya bicara."Ya, aku mengerti Mas, tapi ini masalah hati. Hatiku yang sudah retak, pernah terluka, pernah tersakiti, walau aku sudah memaafkan, tapi tak bisa utuh kembali seperti dulu, Mas. Nggak bisa." Aku berkata tanpa ragu."Tapi, bukankah kamu sampai sekarang belum menikah lagi, dan itu artinya di hatimu masih ada cinta kan untukku? C
"Aku kerja di klinik deket rumah Mbak. Ya, penginnya sih, pindah kerja gitu cari yang lain lagi, yang gajinya gede, tapi sekarang susah cari kerja. Atau di kantor tempat kerja Mbak Nisa ada lowongan kerja? Siapa tahu aku atau Mas Adrian bisa masuk kesitu."Ucapan Dania sukses membuat aku terperangah. "Oh, ehm, ya nanti kalau ada lowongan nanti pasti Mbak kabarin ya Nia," ucapku akhirnya.Setelah cukup lama kami berbincang, akhirnya mereka pun pamit, ah tidak, tepatnya Aku dan Dania yang lebih banyak ngobrol, Mas Adrian lebih banyak diam. Aku mengantar mereka berdua hingga ke depan pintu gerbang, Mas Adrian mengendarai motor lamanya, yang dulu. Tak banyak yang berubah darinya, bahkan kini wajahnya terlihat lebih tua, dengan jambang halus di sekitar rahangnya, dulu dia paling tak suka membiarkan jambangnya itu tumbuh. Kulitnya sedikit lebih gelap, rambutnya pun dibiarkan memanjang, tidak seperti dulu, sudah panjang sedikit saja, dia langsung memangkasnya.Kentara sekali dia kurang te
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m