Dara refleks memegang lengan Sagara untuk menopang berat tubuhnya yang secara tiba-tiba melemas itu, membuat laki-laki di sampingnya itu tersentak kaget dengan perlakuannya. Wajah maskulin itu segera berubah menjadi kekhawatiran saat mendapati wajah Dara yang pucat pasi dengan keringat biji jagung, bahkan Sagara bisa merasakan tangan lentik itu yang perlahan mendingin.“Ada apa, Nona Dara?” tanya Sagara sembari menggoyangkan bahu perempuan itu sekonyong-konyong agar Dara lekas sadar dari keterkejutannya.Di sisi lain, entah kenapa Dara tak bisa bergerak barang se-inci pun, mulutnya terkunci rapat, tapi hatinya jelas mengumpat. Apalagi, melihat ekspresi sang gundik berseragam khas penjaga boot, yang berjalan mendekatinya dengan ekspresi yang seakan-akan memberitahu Dara jika perempuan sundal itu akan berbuat rusuh seperti kapan hari terakhir kalinya mereka bertemu.Peringatan Delion Sunarija tiba-tiba menyeruak, membuat Dara langsung gemetaran memikirkan segala kemungkinan yang saya
“Tante kira kamu sudah sarapan sendiri, jadi Tante tidak panggil kamu,” kata Anjani saat melihat sang keponakan yang menuju ke mejanya dengan membawa beberapa menu yang ditawarkan hotel melalui bufet.“tante sudah sarapan?” tanya Dara sambil melihat sang bibi yang memamerkan mangkuk dan menyuapkan sesendok bubur kacang hijau yang merupakan salah satu dessert yang disediakan hotel tempat ketiganya menginap.“Aku masih bersih-bersih dulu, Tan,” jelas Dara tanpa di minta. Tangannya disibukkan dengan beberapa menu yang tampak menggoda iman itu.“Terus ibumu? Kamu tidak panggil ibumu? Sepertinya Mbak Sukma juga belum turun,” tanya Anjani setelah menandaskan bubur kacang hijaunya.Dara terdiam sejenak, bingung memberikan respons apa atas pertanyaan Anjani, yang lebih mengarah ke sebuah perintah untuk memanggil sang ibu yang saat ini masih cuek terhadapnya. “Mungkin sebentar lagi,” katanya pelan, kentara sekali nada keengganan itu. Dara tak ingin semakin menyakiti ibunya yang hatinya sud
Mendengar informasi tersebut, wajah-wajah yang semula berwajah ceria itu langsung berubah pucat pasi. Para warga langsung berlari tunggang langgang berusaha menyelamatkan harta benda yang tak seberapa itu. Alhasil, kerusuhan tak dapat dibendung lagi, banyak orang saling bertabrakan, ada juga yang jatuh dan terinjak-injak orang yang tengah lari. Petugas penyelamatan yang baru saja tiba bahkan tampak kesulitan mengatur para manusia ini.Dara celingak-celinguk mencari keberadaan sang bibi di tengah orang-orang yang berlarian ke sana-ke mari. “Tante Anjani!” panggilnya saat matanya menemukan keberadaan sang bibi.Anjani tampak menoleh sebentar. “Kamu bantu mengondisikan para warga saja! Biar Tante yang membantu mengurusi evakuasi pasien-pasien rumah sakit!” perintahnya sambil berlalu menuju rumah sakit Medika Wijaya.Dara yang sudah diberi amanat demikian, langsung berlari menuju pemukiman warga.“Perhatian-perhatian! Tolong untuk semua warga agar tenang dan fokus pada proses pengungs
“Dara! Mau ke mana kamu?!”Sukma berteriak memanggil anaknya yang kian menjauh. Beberapa mobil yang ditumpangi para calon pengungsi sudah keluar dari zona merah itu dan nantinya akan menuju tempat yang lebih aman.Jika di situasi biasa, Dara akan terkejut dan terharu apabila Sukma yang sudi memanggil namanya. Sayangnya, situasi ini kurang membuatnya terharu. Dara tetap memilih pergi demi sebuah naluri kemanusiaannya yang saat ini tengah meronta-ronta. Ia terus melaju sembari berusaha mengingat-ingat rumah sang wanita rabun yang menarik simpatinya tadi.“Aduh! Maaf-maaf! Saya buru-buru!” mohon Dara pada sisa warga yang masih di sana dengan beberapa benda ditangan serta setumpuk kepanikan di hati mereka.Dara membuang napasnya yang tersengal-sengal, ada lega di relung kalbunya ketika sudah mencapai rumah repot dengan halaman yang dipenuhi sampah dedaunan. Kaki berbalut kets putih tulang itu langsung masuk demi memastikan keberadaan nenek sebatang kara itu.“Nek!” panggil Dara begit
“Sshh! Argh!” desis Dara sembari mencoba membuka matanya. Silau, setidaknya itulah yang ia rasakan saat kelopak mata tajamnya terbuka. Hal yang pertama kali ia lihat setelah menyesuaikan diri adalah langit-langit ruangan yang berwarna putih tulang dan bau obat-obatan medis yang langsung menusuk Indra penciumannya.Dara menoleh ke kanan dan kiri bergantian, membuat otot lehernya yang menganggap itu melemas dan relaks.“Dara!” panggil Anjani dengan ekspresi haru penuh suka cita. “Kamu sudah sadar, Dara!” pekiknya sembari berkaca-kaca, ada kelegaan luar biasa yang menempati hatinya ketika melihat sang keponakan sadar setelah sekian lama berbaring tak berdaya.Dara mengamati sekelilingnya, ia tahu ini di rumah sakit. Namun, ia jelas tak tahu detail dimana dan apa yang terjadi setelah ia tak sadar. “Aku ... dimana?” tanyanya dengan niat memastikan.Anjani mengusap sudut matanya yang basah. “Rumah sakit Medika Wijaya di kota kita, kami membawamu pulang untuk mendapatkan pengobatan inte
Chapter 1. Suamiku Berselingkuh“Suami, mertua, dan ipar-ipar Mbak Dara tidak jemput?” tanya seorang gadis sembari mengemasi beberapa pakaian.Wanita yang dipanggil Mbak Dara menatap ke arah gadis itu. “Mereka sibuk ... mungkin?” jawab Dara tak yakin. Netranya menatap nanar bangsalnya yang siap ditinggal dengan perasaan hampa.Lalu lalang manusia berpakaian khas pegawai rumah sakit yang tengah merawat pasien itu, tampak tak terusik dengan keberadaan keduanya.“Namanya keluarga, mau sesibuk apa pun, minimal usahakan, lah! Suami Mbak juga, memangnya pernah jenguk sekali saja? Bahkan Mbak saja ke sini naik taksi sendirian! Suami seperti itu baiknya dibuang jauh-jauh, Mbak!” Sang gadis yang sudah hampir dua tahun bekerja di butik Dara sebagai asisten tahu betul betapa tidak pedulinya suami dan keluarga dari bosnya tersebut. Sang suami sering bertindak kasar dan marah-marah semenjak di PHK dari perusahaan tempatnya bekerja. Belum lagi omelan dan ocehan para ipar. Hanya butik satu-sat
Sang mertua melotot tak terima. “Jika ingin pergi, kau saja yang pergi dasar mandul pembawa sial! Kaulah yang menumpang di sini!” hardik sang mertua membuat Dara menggeleng tak setuju.“Itu tidak mungkin! Rumah ini milikku apa hak kalian—” Dara berteriak lantang dan terpotong. “Meski kamu yang membangun rumah ini, tetap saja, tanah dan sertifikat rumah ini atas namaku. Dan kamu tidak ada hak!” sahut mama mertua dengan setitik senyum bangga.“Tak usah memperpanjang masalah, Ra. Kamu tinggal ikhlas, maka semuanya beres.” Indri, sang menantu baru mulai angkat bicara. “Lagipula, kita kan, berteman. Tidak akan sulit rasanya membagi suami pada temanmu.”Dara berdiri dengan pandangan mencemooh ke arah Indri. Andai saja ikhlas itu semudah membalikkan telapak tangan.“Indri benar. Tidak perlu berselisih lagi, intinya masalah ini selesai!”Mertua Dara memang kerap kali ikut campur dalam rumah tangganya. Namun, kali ini… Dara tidak akan membiarkan wanita tua itu kembali mencampuri ranahnya.“T
Dara membersihkan mulutnya yang masih menyisakan cairan asam yang tertolak oleh lambungnya. Terhitung sudah tiga kali ia memuntahkan cairan asam itu. Tubuhnya ambruk di lantai berlapis karpet tanpa bisa dicegah.“Mbak? Mau ke rumah sakit lagi?” tanya perempuan yang tengah memberesi sarapan atasannya yang tinggal seperdua.Dara menggeleng pelan. “Tidak perlu, keadaan butik sekarang sangat sibuk. Saya harus turun tangan langsung mengingat peran saya sangat dibutuhkan,” tolak Dara sembari merapikan rambutnya yang entah sudah berapa hari tak tersentuh sisir.Sang asisten diam-diam menyetujui ucapan Dara. Mau bagaimana lagi? Butik yang tidak seberapa besar ini kekurangan sumber daya manusia, dan sayangnya hanya memiliki satu desainer yang tak lain dan tak bukan adalah sang pemiliknya sendiri.Apa lagi, pendapatan butik selama beberapa hari terakhir, khususnya saat Dara menjalani rawat inap, mengalami penurunan yang signifikan.“Tolong ambilkan desain-desain saya sekalian bawakan catatan pe
“Sshh! Argh!” desis Dara sembari mencoba membuka matanya. Silau, setidaknya itulah yang ia rasakan saat kelopak mata tajamnya terbuka. Hal yang pertama kali ia lihat setelah menyesuaikan diri adalah langit-langit ruangan yang berwarna putih tulang dan bau obat-obatan medis yang langsung menusuk Indra penciumannya.Dara menoleh ke kanan dan kiri bergantian, membuat otot lehernya yang menganggap itu melemas dan relaks.“Dara!” panggil Anjani dengan ekspresi haru penuh suka cita. “Kamu sudah sadar, Dara!” pekiknya sembari berkaca-kaca, ada kelegaan luar biasa yang menempati hatinya ketika melihat sang keponakan sadar setelah sekian lama berbaring tak berdaya.Dara mengamati sekelilingnya, ia tahu ini di rumah sakit. Namun, ia jelas tak tahu detail dimana dan apa yang terjadi setelah ia tak sadar. “Aku ... dimana?” tanyanya dengan niat memastikan.Anjani mengusap sudut matanya yang basah. “Rumah sakit Medika Wijaya di kota kita, kami membawamu pulang untuk mendapatkan pengobatan inte
“Dara! Mau ke mana kamu?!”Sukma berteriak memanggil anaknya yang kian menjauh. Beberapa mobil yang ditumpangi para calon pengungsi sudah keluar dari zona merah itu dan nantinya akan menuju tempat yang lebih aman.Jika di situasi biasa, Dara akan terkejut dan terharu apabila Sukma yang sudi memanggil namanya. Sayangnya, situasi ini kurang membuatnya terharu. Dara tetap memilih pergi demi sebuah naluri kemanusiaannya yang saat ini tengah meronta-ronta. Ia terus melaju sembari berusaha mengingat-ingat rumah sang wanita rabun yang menarik simpatinya tadi.“Aduh! Maaf-maaf! Saya buru-buru!” mohon Dara pada sisa warga yang masih di sana dengan beberapa benda ditangan serta setumpuk kepanikan di hati mereka.Dara membuang napasnya yang tersengal-sengal, ada lega di relung kalbunya ketika sudah mencapai rumah repot dengan halaman yang dipenuhi sampah dedaunan. Kaki berbalut kets putih tulang itu langsung masuk demi memastikan keberadaan nenek sebatang kara itu.“Nek!” panggil Dara begit
Mendengar informasi tersebut, wajah-wajah yang semula berwajah ceria itu langsung berubah pucat pasi. Para warga langsung berlari tunggang langgang berusaha menyelamatkan harta benda yang tak seberapa itu. Alhasil, kerusuhan tak dapat dibendung lagi, banyak orang saling bertabrakan, ada juga yang jatuh dan terinjak-injak orang yang tengah lari. Petugas penyelamatan yang baru saja tiba bahkan tampak kesulitan mengatur para manusia ini.Dara celingak-celinguk mencari keberadaan sang bibi di tengah orang-orang yang berlarian ke sana-ke mari. “Tante Anjani!” panggilnya saat matanya menemukan keberadaan sang bibi.Anjani tampak menoleh sebentar. “Kamu bantu mengondisikan para warga saja! Biar Tante yang membantu mengurusi evakuasi pasien-pasien rumah sakit!” perintahnya sambil berlalu menuju rumah sakit Medika Wijaya.Dara yang sudah diberi amanat demikian, langsung berlari menuju pemukiman warga.“Perhatian-perhatian! Tolong untuk semua warga agar tenang dan fokus pada proses pengungs
“Tante kira kamu sudah sarapan sendiri, jadi Tante tidak panggil kamu,” kata Anjani saat melihat sang keponakan yang menuju ke mejanya dengan membawa beberapa menu yang ditawarkan hotel melalui bufet.“tante sudah sarapan?” tanya Dara sambil melihat sang bibi yang memamerkan mangkuk dan menyuapkan sesendok bubur kacang hijau yang merupakan salah satu dessert yang disediakan hotel tempat ketiganya menginap.“Aku masih bersih-bersih dulu, Tan,” jelas Dara tanpa di minta. Tangannya disibukkan dengan beberapa menu yang tampak menggoda iman itu.“Terus ibumu? Kamu tidak panggil ibumu? Sepertinya Mbak Sukma juga belum turun,” tanya Anjani setelah menandaskan bubur kacang hijaunya.Dara terdiam sejenak, bingung memberikan respons apa atas pertanyaan Anjani, yang lebih mengarah ke sebuah perintah untuk memanggil sang ibu yang saat ini masih cuek terhadapnya. “Mungkin sebentar lagi,” katanya pelan, kentara sekali nada keengganan itu. Dara tak ingin semakin menyakiti ibunya yang hatinya sud
Dara refleks memegang lengan Sagara untuk menopang berat tubuhnya yang secara tiba-tiba melemas itu, membuat laki-laki di sampingnya itu tersentak kaget dengan perlakuannya. Wajah maskulin itu segera berubah menjadi kekhawatiran saat mendapati wajah Dara yang pucat pasi dengan keringat biji jagung, bahkan Sagara bisa merasakan tangan lentik itu yang perlahan mendingin.“Ada apa, Nona Dara?” tanya Sagara sembari menggoyangkan bahu perempuan itu sekonyong-konyong agar Dara lekas sadar dari keterkejutannya.Di sisi lain, entah kenapa Dara tak bisa bergerak barang se-inci pun, mulutnya terkunci rapat, tapi hatinya jelas mengumpat. Apalagi, melihat ekspresi sang gundik berseragam khas penjaga boot, yang berjalan mendekatinya dengan ekspresi yang seakan-akan memberitahu Dara jika perempuan sundal itu akan berbuat rusuh seperti kapan hari terakhir kalinya mereka bertemu.Peringatan Delion Sunarija tiba-tiba menyeruak, membuat Dara langsung gemetaran memikirkan segala kemungkinan yang saya
“Sudah dengar kabar perselingkuhan yang sedang viral di semua platform baru-baru ini?” pancing seorang karyawan bagian dari tim marketing, membuat anggota tim lain langsung menggerombol di kubikelnya.Dara sendiri menguping pembicaraan sang anak buah sembari mengintip dari tirai yang tertutup, beruntung ruangan khusus direktur marketing ini tak kedap suara. Dara ingin mendengar kondisi terkini tentang keluarga sang mantan.“Yang suaminya aktris terkenal dan baru-baru ini main film booming yang judulnya tukang becak naik haji itu, ya?” tanya salah satu perempuan yang langsung diangguki si pemancing itu.“Seratus! Menurut kalian, apa penyebab perselingkuhan itu terjadi sedang istrinya saja modis dan cantik, kok bisa malah berpaling sama upik abu seperti itu sih?” tanya sang pemancing gosip itu dengan nada menggebu-gebu. Dara tebak sang empunya pendukung garis keras si istri sah.Anggota lain tampak kasak-kusuk. “Iya lagi! Sumpah! Kupikir selingkuhannya bakal cantik seperti peri samp
Dara tersentak. Tangannya refleks membalik macbook yang menampilkan thumbnail video kiriman Delion dengan kasar. Jantungnya bertalu-talu saat mendengar suara familier menusuk gendang telinganya.Sialan! Inilah kenapa orang harus banyak hati-hati saat sedang senang, sebab ada banyak sekali hal yang bisa dengan mudah membalikkan keadaan. Seperti sekarang, Dara yang terlalu excited melihat penyelidikan Delion hingga ia melonggarkan kewaspadaan dengan tak mengunci pintu kamar, sampai akhirnya ada nenek dan bibinya yang hampir mengetahui sisi gelapnya.Dara berbalik dengan wajah kaku .“Oma? Tante Anjani? A-da perlu apa, ya?” tanyanya sembari menelan ludahnya gugup.“Bukan hal penting, sebenarnya. Tapi oma ingin minggu depan kamu mengosongkan jadwal pribadi untuk mengunjungi salah satu rumah sakit kita di pelosok. Nanti kamu berangkat bersama tante dan ibumu. Acaranya hari Sabtu dan Minggu kok,” kata Laksmi dengan senyum khas keibuannya.Dara mendesah lega dalam hati. “Baik, nanti aku p
“Wah! Kapan lagi bisa lihat layar tancap dalam rangka memperingati ulang tahun desa kita yang makmur ini,” celetuk seorang warga sembari terduduk di tikar yang sudah di gelar.Sang teman tampak mengangguk setuju. “Iya nih, tahun lalu desa kita tidak melakukan acara seperti ini,” jawab temannya sembari melepas sandalnya dan memasukkannya ke plastik bawaan dari rumah sebab khawatir tertukar atau dicolong orang.Sri Rahmi terlihat baru saja datang bersama tiga anak perempuannya dengan gamis yang kapan hari ia beli dari hasil setor teman. Di belakangnya ada William serta sang istri yang baru saja pulang dari mencari rezeki.“Bu Rahmi! Ayo ke sini!” ajak salah seorang ibu-ibu sembari melambaikan tangan pada sang tetangga Sri Rahmi tampak mengecimus melihat tatanan lapangan desa yang menurutnya tak selevel dengan gamis baru hijau neonnya. “Wah! Sudah datang saja kalian, semangat sekali, padahal hanya mau menonton layar tancap,” celetuknya sembari mengangkat gamisnya sebetis, tak mau ba
‘Lapor komandan, pion utama sudah dijalankan, untuk selanjutnya, aku akan menginfokan keadaan lawan lebih lanjut.’ Dara tersenyum tipis saat membaca pesan dari Delion Sunarija yang mengatakan jika pihak istri sah dosen hidung belang itu akan melancarkan ultimatumnya malam ini.Jangan khawatir, kali ini Dara tak akan turun tangan langsung, sebab ia hanya akan menjadi penonton dengan popcorn di tangannya. Benar juga kata Delion, tema dendamnya kali ini adalah membunuh tanpa menyentuh. Apalagi, setelah Dara melihat susunan rencana sang istri sah yang sangat rapi dan apik, entah Delion mendapatkannya dari mana, tapi yang jelas Dara jadi memahami ucapan sang dosen jika istrinya bukan berlian yang pantas dibuang.Dara menyesap teh hijaunya dengan anggun. Saat ini, perempuan yang sebentar lagi menginjak umur 30 itu berada di ruang keluarga di kediaman Wijayakusuma bersama seluruh anggota.Laksmi memejam merasakan pijatan sang putri. “Bagaimana peluncuran produk barumu? Oma dengar itu me