“T-terima kasih,” cicit Dara sembari menunduk.Bagaimana kalau Sagara mengenali nama Delion Sunarija sebagai private investigator? Pasalnya, ayah satu anak itu sangat terkenal di dunia investigasi, entah dengan nama asli atau nama samarannya.Sagara bangkit dari duduknya. “Saya keluar dulu,” kata Sagara memahami privasi yang dibutuhkan wanita tersebut.Dara menerima panggilan. “Kenapa harus menghubungi sekarang, sih?!” kata Dara penuh penekanan.“Wow! Santai kawan, aku hanya ingin memastikan keadaanmu sudah stabil. Kamu tahu, kan? Kalau aku ke sana akan membuat semua orang menaruh curiga?” balas Delion membuat Dara menarik napas perlahan guna menghadapi ayah satu anak ini.“Dan? Jangan bilang kamu meneleponku hanya untuk hal sepele. Harusnya kamu mengirim pesan saja dan bertanya kapan aku luang. Masalahnya, aku sedang menerima tamu di sini dan itu bahaya jika sampai tamuku melihat namamu.“Maaf-maaf,” ucap Delion dengan nada bersungguh-sungguh. “Aku hanya ingin menginfokan sesua
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Sukma sembari menyuapi anaknya dengan menu rumah sakit yang kata kebanyakan orang hambar. Meskipun Dara juga merasakan demikian di lidahnya, tapi hatinya jelas tak bisa berbohong. Ada bunga-bunga yang bermekaran di sana. Bagaimana tidak? Saat ini Sukma rela menggunakan waktu sebelum berangkat yang biasanya digunakan untuk melihat-lihat perkembangan perusahaan, tapi kali ini Sukma tampak telaten menyuapinya. Jangan berpikir jika Sukmalah yang menawarkan diri. Tentu hal mustahil itu tak akan terjadi pada wanita yang dinginnya mengalahkan kutub. Dara dengan kesadaran penuh kadang mengeluh pada susternya jika tangannya terkadang sakit apabila digerakkan. Dan setelah beberapa kali percobaan penuh siasat itu pun, Sukma mulai iba dan menekuni pekerjaan barunya itu. “Masih sama dengan kemarin, tapi untungnya dokter sudah membolehkan aku berjalan-jalan di sekitar rumah sakit dengan syarat harus menggunakan kursi roda,” papar Dara setelah menelan makanannya,
Dara menunggu informasi dari Delion tentang kejadian kemarin. Wanita yang tengah duduk menghadap pemandangan luar itu mengetuk-ngetuk layar ponselnya dengan bosan.Ayolah ... masih ada banyak misteri yang belum terpecahkan. Seperti contohnya, alasan sang mantan mertua malah meminta pertanggungjawaban dosen mesum tersebut, lebih lagi di saat genting seperti ini. Lalu, Apakah kemarin ia sempat tertangkap kamera paparazi? Jika iya, bagaimana nasibnya nanti?Tak lama kemudian, terdengar dering ponsel yang membuat Dara buru-buru mengambilnya. Nama kontak sang informan yang tertera di layar ponselnya membuat antusiasme Dara bangkit.“Bagaimana?!” tanya Dara tanpa basa-basi.Terdengar bising dari seberang sana sebelum kemudian hilang secara berangsur-angsur. “Lihatlah saluran TV dengan nama MBN, di sana ada acara talk show yang membahas tentang skandal yang terjadi akhir-akhir ini, wajah mantan adik iparmu akan menjadi salah satu yang menghiasi,” beritahu membuat Dara segera menjalankan
Anjani yang berada di pintu itu merangsek masuk dan berhadapan dengan sang keponakan yang tampak kaget di tempat itu. “Maaf, kamu kaget, ya?” tanya Anjani dengan senyum lembutnya. Dara ikut tersenyum, kali ini terlihat kikuk. Ia bahkan tak tahu Anjani ada di belakangnya. Sejak kapan? Dan sampai mana bibinya itu mencuri dengar percakapannya dengan Delion? Dara mengangguk menyahuti. “Tentu, itu karena Tante yang tiba-tiba berdiri di belakangku,” aku Dara sembari melanjutkan niatnya untuk mengisi daya ponselnya. Anjani menghela napas setelah berhasil duduk di sofa tunggu, perempuan itu merenggangkan sendi-sendi hingga terdengar bunyi tulang yang saling bersinggungan. “Kamu tampak lebih segar dari pada kemarin. Tante dengar dari ART yang menunggumu kemarin, katanya kamu sempat berkunjung di taman,” celetuk Anjani membuat Dara menoleh. “Memangnya dia memberitahu Tante apa?” tanya Dara setelah berhasil melakukan niatnya. Anjani menegakkan tubuhnya. “Kemarin Tante tak sengaj
“Kamu tahu berita yang sedang beredar?” tanya Sukma sembari menyuapi sang putri semata wayangnya. Dara menelan makanannya. “Berita tentang apa, Ma?” tanyanya penasaran. Sulam mengambil tissue yang kemudian disodorkan pada anaknya. “Mantan iparmu yang menjadi simpanan dosen beristri dan sekarang dia sedang hamil muda,” jelasnya membuat Dara terdiam sejenak. Entah kenapa, wanita itu merasa sudah mulai bisa mengendalikan diri jika mendengar hal-hal yang menyinggungnya. Terima kasih kepada yang mulia Delion Sunarija yang mengajarinya pengendalian emosi dengan baik dan benar. Selain itu, berbagai pengalamannya selama ini membuat Dara semakin bisa menguasai diri. “Aku mengetahuinya dari acara gosip di TV, katanya dia sudah dikeluarkan oleh pihak kampus begitu juga dengan dosennya,” terang Dara sembari menatap mata sang ibu. Jika biasanya orang yang berbohong akan takut menatap mata sang lawan bicara, maka Dara sedang mengusahakan sebaliknya agar tidak terlihat gugup. “Rumah
Dara baru bisa bernapas lega seusai Sagara pamit pulang. Di sepanjang percakapan mereka tadi, Dara hanya bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah dan tetap mencoba menebalkan wajah terinspirasi oleh Sri Rahmi. Perempuan 29 tahun itu bahkan tak berani mengangkat wajahnya dan hanya bisa merespons seadanya. Dalam hati, Dara mengutuk kepercayaan dirinya yang entah kenapa sedang tinggi-tingginya itu, saking tingginya sampai ara meringis kesakitan karena jatuh tersandung ekspektasinya sendiri saat Sagara Adikara menyebut nama bisnisnya sendiri alih-alih menyebut namanya.Aduh! Sejak kapan Dara mengharapkan perhatian orang layaknya janda haus belaian? Tidak! Sebelum perasaan tak bermakna ini tumbuh semakin subur dara harus menghapus eksistensinya agar suatu saat ia tak dijatuhkan ekpektasinya sendiri seperti tadi. Memangnya siapa dirinya bagi Sagara hingga Dara mengharapkan sesuatu dari orang yang mungkin saja akan menghancurkannya suatu saat nanti dengan menyebarkan rahasia kelamnya.
Dara menunggu dengan cemas ucapan Delion.“Aku sudah menemukan sisi gelap dari suami iparmu,” kata Delion membuat Dara sontak terdiam.Mendengar sang klien terdiam, private investigator itu kembali melanjutkan, “Dan satu lagi, tentang perkembangan kasus pernikahan tadi, ibu mertuamu bertengkar dengan tetangganya karena menjadi pihak penyebar rahasianya. Sudah kukirimkan padamu. Saranku pastikan tak ada siapa-siapa di sekitarmu, ini akan menjadi kejutan bagimu.” Suara Delion lambat laun memelan.“Memang Kenapa?” tanya Dara tanpa sadar ikut berbisik. Sayangnya, nama kontak sang informan malah menhilang dari layarnya, membua Dara mau tak mau mengikuti sara Delion untuk waspada.Melihat file kiriman Delion, Dara langsung mengklik salah satunya. Dahi perempuan itu lama-lama mengernyit setelah melalui biodata sang target yang kemudian langsung menjurus pada detail kasus. Mata jeli dara langsung bisa menangkap deretan angka. Yang membuat Dara menutup mulutnya ngeri.“Astaga!” serun
Dara menganggukkan kepalanya saat mendengar presentasi dari salah satu timnya. Telinganya memang mendengar strategi marketing dari presentasi tersebut dengan saksama, tapi tangannya sibuk memijit pahanya yang terasa linu sebab terlalu lama duduk di kursi roda dengan pergelangan kaki yang sayangnya tak bisa digerakkan secara leluasa.“Karena sesi rapat kita sudah berakhir, kita akan melanjutkan sesi selanjutnya besok,” kata sang sekretaris semua orang bernama lega setelah menghabiskan waktu beberapa jam untuk rapat yang dipenuhi argumentasi.Dara menutup laptopnya sebelum merenggangkan kedua tangannya ke atas dan menggerakkan lehernya hingga terdengar bunyi tulang yang saling beradu.Perempuan itu mengambil ponselnya yang tergeletak tanpa tuan sebab si empunya sibuk pada rapat daring itu.Ada pesan dari nama baru yang ia tambahkan kemarin, tak lain adalah orang kenalan Delion yang pandai di bidang untuk pembalasan dendamnya. Entah apa yang Delion katakan pada orang ini, tapi Dara c
Dara berjalan keluar kantor bersama para karyawan lain mengingat ini adalah waktu penghujung bekerja. Raut lelah para karyawan menjadi satu-satunya yang menemani Dara dalam kesendiriannya. Saat Dara akan menaiki mobil yang sudah dipersilakan sopirnya, tiba-tiba benda pipih di sakunya bergetar. Dara membukanya, itu adalah panggilan telepon dari ibunya. Segeralah wanita itu menerimanya. “Kenapa, Ma?" tanya Dara sebagai pembuka obrolan sembari masuk ke mobil dan segera memakai. sabuk pengamannya. Terdengar kasak-kusuk dari seberang sana, menunjukkan jika Sukma Wijayakusuma masih berada di kantor pusat dengan berkas-berkas membosankan itu. Tak lama kemudian suara tersebut mulai hening. "Ada undangan dari salah satu kolega bisnis kita. Mama lupa memberi tahu. Kamu sudah di rumah?" tanya wanita paruh baya dengan suara lelahnya. "Belum, Ma. Aku baru saja keluar kantor ini mobilnya baru keluar dari area kantor," jawab Dara sambil melihat pemandangan mobil-mobil yang berjejer macet. "Bag
“Apa, Pak? Bapak tadi bilang apa, coba ulangi!” suruh seorang wanita paruh baya sembari melipat tangannya di kedua sisi tubuh. Matanya menatap nyalang sang suami yang tampak lesu. Pria paruh baya yang merupakan suami si wanita itu, mengangkat kepala yang awalnya menunduk lemas seakan-akan tidak diberi makan sebulan. “Kita coba adopsi anak-anaknya Surti, Buk," lirihnya hampir-hampir tak terdengar. Namun, karena ketajaman telinga sang istri, kalimat lirih itu pun terdengar begitu vokal dan berhasil menabrak keras gendang telinganya, membuat perempuan baya itu langsung meremas gamis ungu jandanya dengan napas yang makin lama makin tak terkendali. Didekati lah sang suami yang tampak pucat penuh keputusasaan itu dengan amarah yang bercokol di benaknya. “Bapak melantur? Bapak sadar apa yang bapak omongkan?” tanya Rahmi dengan suara gigi-gigi yang bergesekan, membuat irama mengerikan bagi siapa saja yang mendengarnya, terkecuali seorang pria paruh baya yang saat ini sudah bertekad kuat ak
“Dara juga sama seperti Sagara, kok. Mereka kan anak muda, berbeda generasi dengan kita juga. Dan pastilah pandangannya hidup pun juga berbeda. Standar kita dan mereka berbeda.”“Bagaimana cara menghadapi anak yang berbeda pandangan dengan orang tua?"“Sebenarnya itu adalah hal yang wajar. Antara anak dan orang tua memang kerap terjadi perbedaan pandangan, bahkan sampai berujung perdebatan. Tugas kita sebagai orang tua tetap mengarahkan anak jika dirasa mereka salah jalan. Hal itu juga berlaku kebalikannya.”“Dulu ... waktu Sagara masih nakal-nakalnya, saya sering berpikir kalau parenting yang saya terapkan salah. Karena sejauh ini, memang Sagara satu-satunya anak laki-laki di antara saudara-saudaranya yang perempuan,”“Bukannya anak remaja memang punya pemikiran bebas melakukan kenakalan? Di tambah jika remaja itu laki-laki.”“Ya, itu benar. Dulu Sagara sering balapan motor dengan anak-anak berandalan luar sana. Padahal saya sudah menghukum, tapi tetap tidak ada kapok-kapoknya.”
Sebuah tampilan menawan dari tubuh pear body shape terpantul indah dari cermin full body. Seorang wanita menyemprotkan parfum sebagai sentuhan terakhir sebelum mengambil sandal selopnya dan keluar kamar. “Bagaimana? Sudah siap?” tanya Sukma Wijayakusuma sembari menatap penampilan putrinya yang lebih kasual dibanding hari-hari kerjanya. Dara mengangguk pelan. “Nanti Mama juga mau ikut masak?” tanyanya sambil memasukkan ponselnya ke saku. Sukma meletakkan majalah mode keluaran sepuluh tahun silam dan segera bangkit. “Entahlah, tapi sepertinya tidak. Nyonya Rissa tidak membicarakan ini saat kami bertelepon,” beri tahunya sambil melangkah keluar rumah setelah menghubungi sopir. Setalah keduanya masuk, Sukma segera memakai sabuk pengamannya diikuti Dara. “Kamu ... kenapa mau-mau saja diajak ke acara ini?” tanya Sukma sembari melirik sang putri semata wayangnya. Dara yang masih difokuskan dengan pekerjaannya itu mengangkat kepalanya hingga bertemu tatap dengan sang ibu. “Kenapa aku haru
Entah kenapa, jantung Dara rasanya seperti berhenti berdetak untuk sesaat, sebelum kemudian kembali berdetak dengan intensitasnya yang semakin tinggi.“Delion, jangan bercanda!” seru Dara memperingati. “Kamu pikir itu lucu?!” sentaknya tak habis pikir. Kenapa Delion berbicara hal konyol itu? Apakah Delion tak tahu jika kata-kata seperti itu bisa mengafirmasi dan menjadi kenyataan sama halnya sebuah pengharapan? Bagaimana jika akhirnya menjadi kenyataan seperti ucapan Delion tadi? Dara tak ingin mendoakan hal buruk bagi wanita itu terlepas statusnya sebagai kekasih gelap mantan mertuanya. Terdengar decak meremehkan dari seberang sana. “Apakah ucapanku terdengar seperti candaan, Dara?” tanya Delion dengan suara rendahnya. Sial! Jika sudah seserius itu, maka kemungkinan bercanda itu sangat kecil, terlebih yang sedang mereka bicarakan adalah seorang ibu hamil. Rasanya, Delion pun tak akan yaga menjadikannya sebagai candaan.Bahu Dara perlahan melemas. “Tapi Delion, itu ... itu sangat ti
Sebuah mobil mewah terparkir di depan rumah bergaya klasik. Tak berselang lama, sepasang kaki berbalut sandal selop sederhana menuruni kereta besi itu dengan pelan-pelan. Dara berjalan menuju kediaman Wijayakusuma dengan lesu. Kerjaan yang tak ada habisnya membuat mood perempuan itu terjun seketika. Ditambah, adanya rumor miring yang membicarakan tentangnya. Sebelumnya, Dara tak terlalu peduli pada rumor-rumor apa pun yang berseliweran tentangnya. Ia selalu bisa menerapkan prinsip acuh tak acuhnya itu. Namun, entah kenapa untuk rumor yang satu itu Dara tak bisa mengabaikannya begitu saja. Dara hamil? Sialan! Siapa cecunguk yang tak sengaja melihatnya di warung ubi bakar kemarin dan mengikutinya hingga ke minimarket? Gila saja! Rasa-rasanya Dara ingin menjambak orang itu karena telah membuat karangan yang luar biasa ngawurnya. Sialnya, beberapa gosip dari PT Juita Betari selalu sampai pada kantor pusat Anguliger group. Bagaimana kalau ibu dan pamannya tahu hal itu? Mungkin ibunya a
Seorang perempuan memasuki kawasan perusahaan Juita Betari dengan langkah tegasnya. Terdapat senyum tipis yang timbul ketika beberapa orang yang ia lewati menyapanya. Ia memasuki ruangan yang dikhususkan untuknya dengan langkah mantap. Begitu ia menduduki kursi kebesarannya, suara pintu yang diketuk dari luar menyahut kemudian. Setelah diizinkan,seseorang dari luar langsung masuk dengan sopan. Dara mengangkat kepalanya. “Ada jadwal apa saja untuk hari ini?” tanyanya sembari menghela napas pasrah melihat beberapa tanggungan berkas yang menunggu sentuhannya. “Untuk hari ini ... ada rapat kerja dengan tim finansial yang dilaksanakan jam 10.00 sampai 10.30.” Dara mengangguk paham. Sehari ia tak masuk, tiba-tiba saja ada rapat dengan divisi finansial untuk membahas penganggaran, perkiraan, perilaku pelanggan dan tren pasar, serta dampak pemasaran dan tak lupa strategi pemasaran ditambah permasalahan produksi. Dara melirik jam di mejanya yang sudah menunjukan kalau rapat akan segera dim
Dara mematung saat melihat wajah ramah nan jelita itu. Tubuhnya tiba-tiba saja kaku seolah-olah kakinya diolesi lem super lengket. Di sisi lain, wanita yang tak sengaja ditabrak itu memunguti belanjaannya yang berceceran akibat ulah perempuan muda yang saat ini malah mematung alih-alih membantunya. Dara sendiri? Ia masih terbengong di tempatnya. Sampai kemudian, wanita itu selesai memunguti barang-barangnya yang sudah kembali ke tempat semula dan mengangkat wajahnya hingga bertemu tatap dengan Dara. Sial! Itu benar-benar penjual jamu yang menjadi simpanan mantan mertuanya! "Maaf, Mbak," kata Dara setelah bersusah-payah menelan ludahnya gugup, aih! Sudah terlambat meminta maaf, malah tidak ikut membantu. Perlahan, tapi pasti. Dara memundurkan langkahnya sembari berjinjit-jinjit sebagai upaya menghindari kekasih gelap sang mantan mertua. Jangan salahkan Dara sebagai orang yang tak bertanggung jawab, kalau pun bisa, Dara pasti akan membantunya. Namun, siapa yang tak akan lari terbi
Dara menunggu ponselnya yang sedang melakukan panggilan, dengan seribu siasat yang siap diluncurkan. Ia menatap benda elektronik itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Begitu terdengar sapaan dari seberang sana, perempuan itu langsung mengambilnya. “Halo, Pak,” ucapnya membuka sambungan tersebut. Ada rasa girang di sudut hatinya yang tak dapat ia bendung. Bagaimana tidak? Orang yang sedang ia telepon ini adalah orang sibuk. Bisa jadi, pria itu sedang ada pertemuan mengingat statusnya sebagai CEO perusahaan berkembang. Namun, Dara tentu bukanlah tipikal orang yang berani mengganggu pekerjaan orang lain, maka dari itu, ia menunggu waktu istirahat kantor untuk menelepon. Tidak salah, kan? “Bagaimana keadaanmu, Dara?” tanya pria itu dengan nada ramah khasnya. Dara tersenyum begitu mendapatkan respons positif dari si penerima panggilan. “Baik, syukurlah ada Pak Sagara yang membantu menyelesaikan masalah itu. Saya sangat berterima kasih kepada Pak Sagara,” katanya dengan nada lembut