Dara menganggukkan kepalanya saat mendengar presentasi dari salah satu timnya. Telinganya memang mendengar strategi marketing dari presentasi tersebut dengan saksama, tapi tangannya sibuk memijit pahanya yang terasa linu sebab terlalu lama duduk di kursi roda dengan pergelangan kaki yang sayangnya tak bisa digerakkan secara leluasa.“Karena sesi rapat kita sudah berakhir, kita akan melanjutkan sesi selanjutnya besok,” kata sang sekretaris semua orang bernama lega setelah menghabiskan waktu beberapa jam untuk rapat yang dipenuhi argumentasi.Dara menutup laptopnya sebelum merenggangkan kedua tangannya ke atas dan menggerakkan lehernya hingga terdengar bunyi tulang yang saling beradu.Perempuan itu mengambil ponselnya yang tergeletak tanpa tuan sebab si empunya sibuk pada rapat daring itu.Ada pesan dari nama baru yang ia tambahkan kemarin, tak lain adalah orang kenalan Delion yang pandai di bidang untuk pembalasan dendamnya. Entah apa yang Delion katakan pada orang ini, tapi Dara c
Dara membaca pesan Sagara berisi izin untuk menelepon, karena sudah terlanjur melihat, Dara tak ingin dicap sebagai orang yang tak menghargai. Apalagi keberadaannya ruang tamu diawasi sang bibi membuat Dara tak punya pilihan lain dan memulai panggilannya.Didekatkan benda pipih sejuta umat itu ke telinganya. “Halo, Pak Sagara,” sapa Dara sebagai pembuka sambungan.“Hai, Dara.” Suara Sagara terdengar menyahuti kemudian. “Bagaimana kabarmu?” tanyanya yang sudah Dara duga. Tentu saja sebuah basa-basi sebelum masuk ke pembahasan utama.Dara mengerutkan alisnya saat mendengar panggilan Sagara yang mulai akrab kepadanya itu. Sejujurnya ini tidak baik, sebab Sagara adalah orang yang memegang kartu As miliknya. Sagara tahu statusnya, Sagara tahu permasalahannya. Seperti dirinya yang mengirim PI untuk menyelidik Sagara. Pria itu pun boleh jadi melakukan hal yang sama dan semakin mengetahui sisi gelapnya. Orang yang sudah mengetahui rahasia kelamnya, menurut Dara harusnya dijauhi sedemikia
Dara menunggu respons sang lawan bicara yang saat ini sudah menerima panggilannya. Membutuhkan beberapa saat hingga ia mendengar suara maskulin dari seberang sana.“Apakah Anda luang? Bisakah kita membicarakan rencananya sekarang saja?” tanya Dara melewatkan sesi basa-basi. Sebenarnya perempuan itu agak tak nyaman meminta hal ini pada kenalan Delion Sunarija, apalagi mereka berdua baru berkenalan dan menulis kesepakatan kontrak lewat daring.Bagaimana kalau sikapnya ini membuat Delion malu? tapi apa boleh buat? Kediaman Wijayakusuma akan kedatangan tamu yang jujur saja tak pernah ia harapkan. Sedang di sisi lain, Dara harus segera mengeluarkan ultimatum baru untuk para pengkhianat itu.“Maaf, bukankah kita kan membicarakannya nanti malam? Saya sedang ada kepentingan sekarang,” jawab sang lawan bicara membuat bahu Dara melemas.“Apakah sangat mendesak?” tanya perempuan itu penuh harap.Sang lawan bicara terdiam sejenak sebelum menjawab, “Sejujurnya tidak terlalu.”‘Ini kesempat
Hening menyapa mereka, karena kecanggungan yang mendominasi, akhirnya Sukma yang melakukan improvisasi. “Ayo masuk!” ajaknya yang langsung disetujui semua orang. “Kamu masih sering membuat proyek baru?” tanya Laksmi pada mantan mahasiswinya. “Setelah saya diamanahi untuk memegang satu rumah sakit, Saya memang sempat membuat beberapa proyek baru. Hanya, saya memang tidak mampu memegangnya langsung seperti dulu-dulu,” jawab sang tamu sembari mendudukkan dirinya di sofa. Sebagai seorang tenaga pengajar yang mengharapkan ketekunan para muridnya. Laksmi jelas bangga. “Itu bagus, kalau aku malah tidak bisa ke mana-mana, kegiatannya di rumah hanya makan tidur,” ungkapnya sambil menunjuk keadaan dirinya yang sudah termakan usia. Dara hanya menyimak percakapan keduanya sembari mencuri-curi pandang antara sepasang tamu ibu dan anak itu yang menurutnya sangat tidak mirip itu. “Loh? Saya pernah dengar kalau anggota keluarga Wijayakusuma ada yang buak proyek yang bergerak di bidang p
Dara memandang layar ponselnya dengan perasaan gelisah, itu adalah nama kontak Sagara yang terpampang nyata di sana. Ia langsung memblokir sang empunya nomor setelah pernyataan ketertarikan kemarin. Untuk sekarang, baginya menjauhi pria itu adalah solusi terbaik. Setelah Dara memulai satu-persatu wishlist hidupnya, kenapa Sagara harus datang dengan perasaan sialan itu? Dan apa alasan sang empunya memilih meletakkan ketertarikan padanya? Apa yang Sagara lihat dari seorang janda yang diselingkuhi suaminya dan anak yang pernah durhaka pada orang tuanya? Ini jelas aneh untuk dicerna pikiran kusutnya.Bunyi pintu kamarnya yang diketuk membuat Dara langsung sadar dari lamunannya. Mendengar suara ART yang memberitahu waktunya untuk sarapan, Dara praktis menuju ruang makan yang sudah ditempati seluruh anggota keluarga Wijayakusuma minus sang pria satu-satunya alias Hendra Yusman yang masih disibukkan dengan proyek barunya.“Kemarin ... kamu kenapa?” tanya Sukma begitu sang anak sampai di
sang menantu yang terpojok itu semakin kalang kabut dan hanya bisa memberikan cengir-cengir bodoh, menjadikan sang istri dan mertuanya semakin gemas ingin menonjok. “Mas! Jawab dong, Mas!” tambah sang istri sembari menarik-narik baju suaminya yang terlihat mematung dengan wajah memerah malu. Melihat ekspresi sang menantu, Rahmi akhirnya bisa mengonfirmasi sendiri. “Kamu bagaimana sih?! Punya hutang bukannya segera dibayar malah ke sini, kalau tetangga sampai dengar, saya yang malu tahu!” bentaknya pada sang menantu yang terlihat menunduk itu. Tangannya yang dihiasi gelang imitasi menunjuk-nunjuk wajah sang menantu. “Jadi bagaimana, Pak?” tanya sang debt collector meminta kepastian sekaligus sebagai penengah kegaduhan itu. Untuk menyelamatkan muka dari tetangga dan tamu rupawan penagih hutang itu, akhirnya Rahmi mengambil dompetnya yang ia jepit di ketiak. Jarinya menarik resleting dompet buluk itu. “Berapa Pak? Biar saya yang bayar,” tanyanya sembari mengeluarkan tiga lembar m
Dara menatap pantulan wajannya di cermin rias, ada sepasang lingkar hitam yang menghiasi matanya. Dua hari sudah berlalu, yang artinya hari ini ia akan bertemu dengan Delion selepas kontrol, dan dia ... belum juga menemukan cara agar pertemuan keduanya tak diketahui anggota keluarganya dan siapa pun yang mengenalnya.Lebih lagi, ia tak bisa berjalan dan mengandalkan kursi roda elektriknya untuk setiap mobilitasnya. Akan sangat mustahil jika keluarga Wijayakusuma membiarkannya kontrol sendiri, pasti akan ada yang mendampinginya.‘Dimana kita akan bertemu?’ Itu adalah pesan dari Delion yang dikirim baru saja.Dara sibuk mengetik. ‘Ada ..., suatu tempat,’ balasnya sedikit berbohong. Mana ada dia memikirkan solusi, dua hari belakangan ini ia disibukkan dengan berbagai makian-makian baru yang dilontarkan untuk Sagara. Cih! Kenapa pula laki-laki itu harus menaksir padanya? Untuk ukuran orang yang tak ingin membangun komitmen, jujur ini merepotkan.‘Jangan bilang kalau kamu belum menemu
Dara ternganga lebar saat melihat penampilan Delion Sunarija yang terlihat bak siang dan malam jika dibandingkan penampilan kesehariannya. Jaket leather hitam yang biasa membungkus tubuh maskulinnya hilang, digantikan dengan sebuah scraf yang membuat pria di depannya itu tampak alim dan jauh dari dunia-dunia gelap.Cambang halus yang membuat kesan galak itu bahkan juga hilang dari pandangan, membuat wajah Delion Sunarija terlihat seperti malaikat penolong. Orang-orang tak akan tahu jika perawakan malaikat ini tak lain dan tak bukan hanyalah seorang iblis yang menyamar.Delion mendekati Dara dengan langkah natural dan berhenti di samping Dara, pria itu berjongkok untuk mengikat sepatunya. “Jatuhkan satu barangmu sampai enam meter lurus ke depan dan jalankan kursi rodamu begitu aku mengambilnya. Lalu berhenti di tempat aku berdiri,” perintahnya membuat Dara mengernyitkan alisnya samar. Namun, Dara tahu jika Delion jelas memiliki pengalaman yang lebih mumpuni dibandingkan dirinya dal
Sebuah mobil mewah terparkir di depan rumah bergaya klasik. Tak berselang lama, sepasang kaki berbalut sandal selop sederhana menuruni kereta besi itu dengan pelan-pelan. Dara berjalan menuju kediaman Wijayakusuma dengan lesu. Kerjaan yang tak ada habisnya membuat mood perempuan itu terjun seketika. Ditambah, adanya rumor miring yang membicarakan tentangnya. Sebelumnya Dara tak terlalu peduli pada rumor-rumor berseliweran tentangnya. Ia selalu bisa menerapkan rasa acuh tak acuhnya itu. Di pikirannya hanya satu, yaitu sebuah kewajaran apabila orang-orang membicarakannya, karena statusnya yang merupakan anak pimpinan perusahaan Anguliger group yang tersohor.Namun, entah kenapa untuk rumor yang satu itu Dara tak bisa mengabaikannya begitu saja. Dara hamil? Sialan! Siapa cecunguk yang tak sengaja melihatnya di warung ubi bakar kemarin dan mengikutinya hingga ke minimarket? Gila saja! Rasa-rasanya Dara ingin menjambak orang itu karena telah membuat karangan yang luar biasa ngawurnya."Si
“Apakah Bu Dara sudah menyelesaikan urusan? Kemarin Bu Sukma Wijayakusuma membuat izin atas nama Anda,” “Yah, memang ada sedikit urusan, dan syukurlah itu sudah selesai,” “Syukurlah,” “Ada jadwal apa saja untuk hari ini?” “Rapat kerja dengan tim finansial jam10.00 sampai 10.30.” Penganggaran dan perkiraan, Perilaku pelanggan dan tren pasar, Dampak pemasaran, Strategi pemasaran, Permasalahan produksi. “Ada gosip baru?” “A-ada, Bu,” “Tentang apa?” “Ada karyawan dari divisi produksi yang ketahuan main kuda-kudaan dengan OB di gudang kantor,” “M-maksud saya, mereka berlaku tidak senonoh di gudang kantor,” “Lalu?” “Dua-duanya langsung mendapat SP, kabarnya si pihak laki-laki alias tim IT itu sudah punya anak dan istri. Sedangkan si OB-nya sendiri juga sudah punya suami,” “Menurut kalian ... kenapa wanita itu rela menjadi orang ketiga dalam hubungan seseorang, di saat dia sendiri sudah punya pasangan?” “Bisa jadi karena lingkungan, Bu. Kita semua tahu bagaimana i
“Maaf, Mbak,” ucap seorang Wanita membuat sembari mengambil barang-barang Dara yang berjatuhan.Sedangkan Dara sendiri, perempuan itu malah terbengong di tempatnya ketika melihat wanita di depannya tersebut. Itu adalah tukang samu simpanan mantan mertuanya! Bukannya segerakan pergi dan menyelamatkan diri, Dara malah terpaku di tempatnya hingga wanita itu membalikan keranjangnya dengan isi yang sudah kembali ke tempat semula.Dara menerima sodoran dari wanita tersebut sembari menahan napas. “I-iya,” katanya setelah bersusah-payah menelan ludahnya gugup. “Mbaknya kok wajahnya terasa tidak asing, ya?” tanya tukang jamu itu sembari mengamati wajah Dara dan membuat si empunya segera mengalihkan pandangannya untuk menghindar. “E-eh?” Dara menyentuh wajahnya dengan gugup. “Benarkah? Mungkin kita pernah berjumpa,” kata Dara dengan senyum kakunya. Untung! Sepertinya wanita itu tak terlalu mengenali Dara meskipun Dara pernah berstatus sebagai menantu kekasih gelap si tukang jamu ini. Apakah
Dara menatap ponselnya yang sedang melakukan panggilan, dengan seribu siasat yang siap diluncurkan. Ia menatap layar ponselnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Begitu terdengar sapaan dari seberang sana, perempuan itu langsung mengambilnya. “Halo, Pak,” ucapnya membalas sapaan tersebut. Ada rasa girang di sudut hatinya yang tak dapat ia bendung. Bagaimana tidak? Orang yang sedang ia telepon ini adalah orang sibuk. Ditambah lagi, pria itu bisa jadi sedang ada pertemuan atau rapat penting mengingat statusnya sebagai CEO perusahaan berkembang. Namun, Dara tentu bukanlah tipikal orang yang berani mengganggu pekerjaan orang lain, maka dari itu, Dara menunggu waktu istirahat kantor untuk menelepon. Tidak salah, kan? “Bagaimana keadaanmu, Dara?” tanya pria itu dengan nada ramah khasnya. Dara tersenyum begitu mendapatkan respons positif dari si penerima panggilan itu. “Baik, syukurlah ada Pak Sagara yang membantu menyelesaikan masalah itu. Saya sangat berterima kasih kepada Pak Sagara
Sinar keemasan sang surya menembus jendela kaca yang disampiri kelambu hingga menusuk kelopak mata sampai menembus retina. Seorang wanita yang tengah terlelap nyaman itu menutup wajahnya dengan selimut tebal untuk menghalau silau, tapi gerakan malas-malas itu sontak terhenti saat si empunya merasakan tarikan kuat yang menahan gerakannya. Siapa itu? Berani-beraninya mengganggu tidur khidmatnya? Sontak Dara membuka mata dan menemukan wajah Sukma Wijayakusuma yang terpampang di depannya, tengah mencengkram erat sisi selimutnya hingga membuat Dara kesulitan menariknya. “Ma?” panggil Dara sembari mengucek matanya yang masih tak mau lepas layaknya dua kutub magnet yang saling tarik-menarik. Sukma berjalan ke sisi nakas dan menuangkan air mineral untuk putrinya. “Minum dulu,” katanya sembari menyodorkan segelas cairan bening itu pada putrinya. Dara menerimanya sebelum mengucap terima kasih. Namun, sebelum bibir gelas itu bersentuhan dengan bibirnya , Dara tiba-tiba teringat sekelebat
“Sudah siap turun?” tanya Sagara begitu mobil yang mereka tumpangi sampai di depan kediaman Wijayakusuma. Di belakang mereka, ada mobil Sagara yang baru saja sampai. Karena Sagara menjemput Dara dengan mobil pribadinya, maka lelaki itu harus menyuruh sopir mobilnya sementara ia menemani Dara pulang. Dara duduk termenung, tak lama kemudian perempuan itu terlihat gusar. “Bagaimana ... bagaimana kalau dia melakukan apa yang dia ancamkan tadi?” bisiknya dengan suara sengau dan napas yang belum sepenuhnya stabil. Sagara menurunkan volume radio dan memandang Dara dengan pandangan meyakinkan. “Pada umumnya, pelaku pemerasan akan melakukan apa pun dengan tujuan keuntungan pribadi, sedangkan jika dia melakukannya, otomatis itu akan menghancurkan jalan rencananya sendiri,” jelasnya seakan-akan sangat berpengalaman dalam bidang ini. Meskipun sudah diyakinkan sedemikian rupa, nyatanya perempuan itu masih tampak gusar di tempatnya. “Tapi, mantan suami saya tipikal orang yang nekat, Pak,” ke
Dara menatap ponsel yang layarnya sudah retak terbanting lantai dengan wajah linglung, segala kata yang seharunya tersimpan rapi di perpustakaan otaknya tiba-tiba raib, menjadikannya manusia gagu seketika. Di sisi lain, benda yang layarnya sudah cacat itu kembali berdering, membuat sang pemilik langsung tersadar dari mimpi buruknya. Tidak-tidak! Dara menyadari itu bukanlah mimpi buruk semenjak ada nama William yang terpampang di sana. Dara membiarkan panggilan sang mantan suami yang beberapa saat lalu mengirim video tak senonoh mereka hingga akhirnya panggilan berakhir tanpa jawaban. Dara membiarkan benda itu tetep teronggok di tempatnya jatuh dengan hati gelisah. Seumur hidup, Dara bahkan belum pernah bertemu dengan orang gila seburuk mantan suaminya. Dengan tangan setengah bergetar, Dara segera mengambil ponsel yang hampir lebur karena terbanting di lantai marmernya. Ketika ponselnya kembali berdering, Dara merasakan ketakutan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Setelah b
Dara duduk termenung begitu mendengar bunyi gemericik dari air terjun buatan di taman kediaman Wijayakusuma. Matanya yang semula terpejam menikmati suara alam itu tiba-tiba terbuka saat mendengar notifikasi ponsel yang menunjukkan adanya pesan dari seseorang. ‘Bagaimana? Apakah nyonya Sukma luang?’ Itu adalah pesan dari Sagara Adikara yang mengusulkan ide untuk mempertemukan nyonya Adikara dengan nyonya Wijayakusuma dalam acara memasak. Ternyata , candaan kapan hari bukanlah sekedar guyonan belaka, tapi tak ada salahnya juga, karena ini juga bertepatan dengan hari libur, dimana semua orang akan rehat sejenak dari pekerjaannya sebelum kembali bekerja bagai kuda. ‘Kebetulan iya, tapi bagaimana dengan nyonya Rissa?’ Dara kembali menyandarkan bahunya pada kursi santai dengan ekspresi lega. Semakin ia tambah berumur, semakin ia sadari pula bahwa self reward tidak melulu harus berkeliling mall sambil menguras saldo. Seperti dirinya, dengan hanya diam saja ditemani gemericik air serta
Perempuan yang sedang menggandeng suaminya itu tersenyum amat lebar seakan-akan sedang bertemu dengan pujaan hati. “Sudah lama tidak berjumpa, sejak kapan, ya? Lima bulan lalu, atau enam bulan lalu?” tanya wanita itu sembari mengelus-elus perut agak buncitnya sambil mendekati Dara, tak peduli sang empunya terlihat menatapnya dingin.Dara memundurkan langkahnya begitu sang mantan ipar berusaha menggapainya. Ia teringat akan nasihat Delion Sunarija yang menyuruhnya untuk menjauhi semua orang di keluarga mantan suaminya itu. Jadi, Dara pun berniat berbalik dan menjauh. Namun, sebuah celetukan dari mantan iparnya membuat Dara langsung mandek.“Owh! Maaf-maaf, aku lupa kalau sedang hamil dan tidak sedang mengejek. Mbak Dara sih, pakai muncul segala, kan aku jadi rindu dan lupa diri, tidak sadar kalau kehadiranku membuat Mbak Dara sedih, karena mengingat keadaan Mbak Dara," kata wanita yang tengah mengandung bayi dosen itu dengan raut iba.Dara tahu, cecunguk kecil ini pasti ingin membuat