Negan hanya mengedikkan bahu, untuk menjawab pertanyaan istrinya.
"Kamu bukakan pintu sana, aku malas," perintah Negan.Damaira segera menuju pintu, khawatir ibu mertuanya semakin membuat gaduh dan didengar oleh tetangga.Laras langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan apapun, diikuti Dina yang menatap sinis padanya.Meski sudah terbiasa dengan kelakuan ibu dan anak itu, kadang kala Damaira merasa geram."Negan!"Laras berdiri di samping anaknya dengan berkacak pinggang dan wajah bersungut-sungut."Ada apa, Bu?" tanya Negan.Sepertinya dia bisa menebak apa yang akan ibunya bicarakan. Apa lagi kalau bukan soal uang."Kamu keterlaluan, baru naik jabatan tapi kiriman untuk Ibu cuma kamu tambah lima ratus ribu!" protes Laras. Benar saja dugaan Negan.Belum sempat Negan menjawab Laras kembali bersuara, karena melihat isi meja makan."Apa ini? Kalian enak-enakan makan makanan seperti ini, tapi tidak ingat sama ibu dan adik-adikmu. Benar-bDamaira memarkir mobilnya di depan sebuah apotek besar. Dari dalam mobil dia melihat dua insan yang sedang bersenda gurau dengan akrab dan saling tertawa.Kesal? Jelas saja Damaira kesal, istri mana yang tidak kesal melihat suaminya berinteraksi seperti itu apalagi di tempat umum.Damaira mengambil paper bag berukuran besar, berisi kue pesanan istri pemilik apotek tersebut. Menarik nafas sebelum turun dari mobil.Damaira memasuki apotek, pura-pura tak melihat dua insan yang masih asik mengobrol.Damaira disambut dengan ramah oleh pegawai apotek tersebut, kemudian bertanya pada pegawai itu."Ko Ferdinan ada, Mbak?""Ada, Mbak. Sebentar ya, mbak Ira. Saya akan sampaikan pada ko Ferdinan kalau pesanan sudah datang," jawab petugas itu. Jelas wanita itu sudah hafal dengan Damaira.Tak lupa Damaira memberikan bingkisan untuk para pegawai apotek, brownies kukus. Pegawai itu bersorak lalu memberikan pada temannya karena dia akan menemui bosnya lebih dulu. "I
Dalam hati Damaira merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa mengontrol emosinya. Akhirnya dia pun memaksakan senyum, berharap senyum itu terlihat natural."Bukan begitu, Mas. Tapi asal kamu tahu, hampir setiap bulan Ibu meminta uang padaku, belum lagi beras, bumbu dapur, mie instant…""Ya ampun, Ra. Benar kata Ibu kamu itu perhitungan sekali," ucap Negan.Mendengar ucapan suaminya, Damaira lebih baik diam sebab tak akan pernah ada ujungnya.Damaira sedang duduk di depan televisi, menonton sebuah acara yang tak begitu menarik."Ra!" seru Negan.Suaminya itu duduk di sofa yang berada di sampingnya dengan membawa satu gelas kopi panas."Ya, Mas." balas Damaira tanpa melihat ke arah suaminya."Dari Mana kamu kenal ko Ferdinan dan istrinya?"Damaira tak mengeluarkan ekspresi apapun dan masih fokus dengan layar datar berukuran 32 inch tersebut."Ra, suamimu bertanya, malah fokus ke TV," protes Negan.Damaira nyengir kuda, lantas menjawab, "Ken
Negan tak menjawab pertanyaan istrinya, seraya menatap kesal dia membuka kunci pintu."Kamu bukannya membuka pintu malah bengong," beo Negan."Aku bukan bengong, Mas. Tapi menunggu jawabanmu.""Sudahlah, aku lelah."Damaira masuk dan mengunci pintu."Sepertinya kamu akhir-akhir ini lebih sering pulang malam, Ra." Ucapan Negan sarat akan kekesalan."Lembur, Mas. Kamu kan tahu, pemilik toko sudah baik sekali sama aku, mengizinkanku masuk shift pagi terus. Padahal karyawan lain gonta-ganti shift, kadang pagi, kadang siang. Setidaknya aku harus loyal sedikit pada perusahaan," Damaira beralasan.Dia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya, sudah pasti suaminya tidak akan percaya dan malah mencibirnya."Suami bicara dua, tiga kata, kamu jawabnya seperti kereta," kesal Negan.Damaira langsung diam, bodohnya dia sudah tahu wajah suaminya tak enak dipandang malah membuat masalah.Dia terus mengikuti langkah Negan menuju kamar."Mas, mau aku buatkan air hangat untuk Mandi? Biar lebih relax!""T
Sampai di kantor, Negan kelimpungan mencari keberadaan handphone miliknya, di tas, jas, bahkan di mobil sama sekali menemukan benda pipih tersebut."Ya Tuhan." "Sepertinya ponselku terjatuh atau tertinggal di rumah makan," gumam Negan sembari memijat keningnya."Kenapa, Gan? Dari tadi wira-wiri," tanya Andi."Handphoneku hilang, Ndi. Boleh pinjam handphonemu?"Andi memberikan handphonenya dengan terus bertanya banyak hal seperti sedang mewawancarai calon pegawai.Sita masih berada di atas motornya, dia sedang melihat jadwal kunjungannya."Mbak!" Panggil seseorang, yang ternyata seorang pelayan."Ya, Mas?" Balas Sita bingung."Ini handphonenya ketinggalan," ucap si pelayan seraya menunjukkan ponsel tersebut.Sita mengerutkan dahi, itu bukan benda miliknya."Tadi tertinggal di kursi, Mbak," imbuh di pelayan. "Coba aku cek dulu, Mas."Setelah melihat dan memastikannya, ternyata handphone tersebut milik Negan."Oh, ini milik tem
Sita tersenyum melihat ke arah Negan, jantungnya berdebar-debar, padahal itu hanya ajakan makan malam sebagai ucapan terima kasih, tapi kenapa reaksinya berlebihan?Saat ini dirinya sudah seperti ABG yang sedang jatuh cinta.'Sadar, Sita. Pak Negan itu pria beristri,' batin Sita.Setelah berhasil menetralkan debar jantungnya, Sita hendak membalas pesan tersebut, tapi urung, sebab sebentar lagi giliran mereka untuk menemui dokter, dia memilih untuk membicarakan langsung ketika usai melakukan kunjungan.Sita memanggil Negan, untuk mendekat kearah Poli."Hei, Gan. Rajin sekali kamu sudah jadi manajer area masih saja turun lapangan," seru salah satu teman Negan.District manager dan manajer area jabatan yang sama, hanya perbedaan dalam penyebutan di masing-masing perusahaan."Kita tidak boleh melupakan jasa mereka, Bro. Secara tidak langsung merekalah yang mengangkat derajat kita hingga naik jabatan," jawab Negan dengan bijak."Kamu memang luar biasa, Gan
Pagi hari yang gerimis, membuat Negan malas membuka mata, dia memilih untuk menarik kembali selimutnya.Gara-gara meladeni chat dari Sita dia tidur terlalu larut, alhasil rasa kantuk masih merajai dirinya."Mas, bangun!" Damaira membangunkanmu suaminya."Lima menit lagi, Ra. Aku masih mengantuk," beo Negan dengan suara seraknya."Sudah hampir jam 6.00." Negan menggeliat, lalu berusaha membuka kelopak mata yang terus menempel."Memangnya semalam tidur jam berapa?" tanya Damaira."Lupa," jawab Negan singkat.Damaira kembali keluar kamar untuk segera membersihkan diri setelah selesai memasak."Ra, tumben kamu belum siap?" tanya Negan."Nggak bareng aku?" imbuhnya.Negan mendatangi Damaira di sofa ruang tengah untuk memakaikan dasi."Dinda akan menjemputku, kami ada pertemuan hari ini," jawab Damaira seraya menerima dasi berwarna marun itu, lalu memakaikannya pada Negan."Pertemuan apa?""Diutus sama bos untuk mengantar proposal."
Pertemuan dengan Mahesa telah menghasilkan kesepakatan kerjasamanya untuk acara ulang tahun perusahaan. Damaira bisa datang ke The Moonlight Bakery dengan kabar gembira."Ah, gila, Ra. Pesona Pak Rian nggak kalah sama Pak Mahesa. Lama-lama aku bisa jantungan," beo Dinda."Ssstttt! Kamu ini kalau lihat laki-laki matanya langsung hijau, macam lihat duit." Dinda terkekeh."Tapi, Ra, sepertinya kita butuh tenaga…""Damaira!"Sebuah seruan memanggil namanya menghentikan langkah Damaira. Wanita itu hafal betul dengan suara itu–Samudra."Pak Sam!"Nampaknya pria itu baru saja kembali dari membeli kopi, dilihat dari kantong plastik yang dibawanya.Dinda mengangguk memberi hormat pada Sam, begitu pun sebaliknya."Bagaimana pertemuannya? Lancar?""Lancar, Pak.""Syukurlah kalau begitu, selamat akhirnya kamu berhasil membuka katering. Sayangnya, aku tidak diundang dalam acara grand opening." Damaira tersenyum."Terima kasih, Pak. Saya memang tida
"Mas!"Suara teriakan Damaira masih terdengar hingga keluar rumah. Tapi, Negan tak peduli, dia lebih baik keluar rumah dan mencari udara segar ketimbang di rumah.Negan mengerang karena kesal dalam mobil. 'Susah juga punya istri cantik, andai orang-orang itu tahu, kalau Damaira itu hanya seorang pelayan toko, tak berpendidikan, dan dari kampung, apa mereka akan tetap mengaguminya. Menyebalkan!' monolog Negan.Dalam perjalanan Negan menghubungi Sita, menanyakan wanita itu melakukan kunjungan di mana, lalu menyusulnya.Sesampainya di klinik, Negan langsung mencari keberadaan Sita. Dia butuh pelampiasan atau sekedar mengobrol dengan teman yang nyaman untuk diajak bicara."Masih lama giliran kita?" tanya Negan dengan nada dingin.Sita yang mendengar sedikit syok, tidak biasanya Negan bersikap seperti itu.'Mungkin sedang ada masalah,' batin Sita."Sepertinya, Pak. Dokternya belum selesai praktek dan saya urutan no…" Sita menjeda kalimatnya lalu mengh