Selamat membaca.Selesai.Brak! Sania memukul meja kerjanya karena akhirnya pekerjaannya selesai, ia tinggal meminta Luke untuk melakukan meeting pertama setelah hampir mengalami kebangkrutan. “Bagaimana kalau kita pergi makan….”Sania menatap ke arah kiri dan kanan, segera ia langsing terhadap. Kalau kantor sudah sepi, lalu tak sengaja matanya tertuju pada kalender kecil yang ada di samping menanyakan. Dimana hari ini adalah hari libur, karena tertunda merah di tanggal 6.Dia menundukan kepalanya sambil tersenyum getar, pasalnya perutnya sudah sangat kosong sekarang.“Kenapa menundukan kepala Sania?” Pertanyaan yang berasal dari suara baraton yang begitu ia kenali, membuat Sania mendonggakan kepalanya menatap pria yang tak lain adalah Luke conan itu sendiri.Dari ujung terowongan terkecil pun Sania bisa tahu kalau suara itu adalah milik Luke. Tapi ia tidak tahu harus menanggapi suara itu sebagai pertolongan dari malaikat baik atau malaikat maut yang akan membunuhnya saat ia melakuk
Selamat membaca. Karena mengganggu Luke conan, Sania harus menerima berjilid-jilid dokumen lainnya yang seharusnya dikerjakan oleh Gavin dan juga Nael. Dan rasanya Sania ingin memikirkan Luke saat ini,bareng bukannya berterima kasih padanya karena sudah membantu memulihkan perusahaan mereka, ia malah membuat Sania seperti pekerja tanpa bayaran yang jelas dan itu sangat menganggu Sania.Berulang kali wanita dengan pakaian hitam putih itu memilih kepalanya dibatasi meja kerjanya yang tadinya sudah bersih m, kini sudah penuh dengan tumpukan kertas yang membuatnya stres bukan main.“Kau mengganggunya lagi Sania?” tanya Nael, sambil melirik Sania yang sedari tadi terus menghembuskan nafasnya kasar.Nael tahu kalau Sania menderita sekarang, dia tidak yakin tapi sepertinya ada pembicaraan yang membuat Luke kembali marah besar pada Sania. Tapi ia tidak tahu apa itu.“aku kepanasan.” ucapan Sania—otaknya seperti manusia pecah, dan saat ini ia ingin mandi dan berendam selamanya ke dalam kolam
Selamat membaca."Kau bercanda kan?" tanya Luke sambil mencengkram kuat dagu Sania, tak lupa juga ia menatap Sania dengan tajam. Seolah Sania saat ini adalah musuhnya.Mengeryit, Sania tersenyum puas saat melihat ekspresi Luke yang ternyata tidak pernah berubah.Dia mendorong Luke dengan kasar. Lalu berkata, "harusnya aku tahu kalau sejak awal, kau memang seperti ini."Luke memiringkan kepalanya, menatap sisa dorongan Sania pada dadanya yang cukup kuat untuk ukuran tangan kurus yang mulus dan lemah—begitu pikirnya."Sayangnya sudah terlambat untuk menyesal Sania, kini kau tidak punya siapapun selain aku. Jadi," Luke menarik kerah baju Sania. "Jangan mencoba untuk melawanku, karena aku tidak suka di lawan olehmu Sania."Sakit. Kepala Sania tiba-tiba saja berdenyut, meski hanya berlangsung tak kurang dari satu menit.Rasanya ia seperti De Javu saat ini. Tatapannya kembali tertuju pada Luke. Apa mungkin, "kau takut kalah dariku atau? Kau pernah kalah dariku?!""Kau benar-benar…."Luke m
Selamat membaca.Di ruangan pribadi Luke, Sania mendorong Luke Conan beberapa kali.Prang!Lampu dan meja juga beberapa kali menjadi amukan Sania, begitu juga dengan Luke Conan.Bibir Sania berdarah karena tamparan Luke dan dahi Luke beradarh karena ulah Sania.Mengeram marah, Luke menarik tangan Sania. Lalu berkata, "harusnya ku potong saja tanganmu ini agar kau tidak bisa melakukan apapun.""Perusahana ini akan hancur.""Aku akan mengurusnya dengan baik, sama seperti aku mengurus istriku yang cacat dengan baik. Bagaimana? Apa kau setuju?" tanya Luke dengan mata yang melebar, jelas sekali kalau itu adalah ancam.Sania mencoba untuk menarik tangannya tapi ia tak bisa, tenaganya seperti melemah.Namun. "Untuk beberapa tahun, aku menyesal tidak mengambil kelas militer." sinis Sania, dia masih tidak mau kalah dari Luke.Lagi pula, mereka juga masih marahan. Dan Sania sama sekali tak ingin mengulurkan tangannya untuk berbaikan dengan pria di hadapannya saat ini.Luke tersenyum. "Oho, meli
Selamat membaca."Jadi mau ikut ke jepang?" tanya Luke mencari topik pembicaraan lain."Tidak." jawab Sania sembari terkekeh, sambil menatap wajah Luke seperti anak kecil.Cup!Luke mengecup dahi Sania dengan lembut dengan jeda waktu yang cukup lama, Sania hanya menutup matanya sampai Luke akhirnya melepaskannya.Lalu setelah itu, barulah Sania melambaikan tangannya pada Luke. Berlari ke arah pintu sambil terus melayangkan senyumannya pada Luke yang terdiam di tempatnya.Sebenarnya kesalahan paling sering yang Luke lakukan dulu adalah menyakiti dirinya sendiri, juga orang lain. Namun ia tak mendapatkan kepuasan atau rasa yang membuat hampa atau kesakitan. Justru Sanialah luka paling menyakitkan namun begitu indah yang terus ingin ia miliki dengan cara paling menyakiti hatinya. Kebahagiaan yang Sania tunjukan semata-mata untuk menghancurkannya, tetapi ia tidak pernah keberatan menerima darah yang Sania terus tawarkan dengan rasa yang begitu manis di hidupnya."Bagaimana ya, aku terlan
Selamat membaca.“Tidak berguna!”Suara bariton menggelar, membuat aktivitas yang sedang berjalan dalam kantor tiba-tiba saja berhenti. Tampak semua mata tertuju pada beberapa orang karyawan yang sedang di hina dan maki habis-habiskan oleh atasan mereka.Luke benar-benar marah, bahkan Darrel tak luput dari amarah Luke. Tetapi yang visa mereka lakukan hanyalah menundukan kepala mereka, dalam hati Darrel berkata kalau—nanti jika bertemu dengan Sania, ia ingin tahu mengapa Sania melakukan hal ini padanya. Kabur tanpa alasan yang jelas dan menghilang begitu saja.“Gavin!” Bentukan Luke membuat Gavin yang baru saja datang tersentak, kacamatanya hampir lepas karena suara bos barunya yang tidak ada bedanya dengan Sania saat marah.Dia memegang tablet dan terus menghubungi Sania yang entah berada dimana.“Apa dia masih tak bisa di temukan juga?” Tak menjawab, Gavin hanya bisa menundukan kepalanya. Karena ini bukankah tipe Sania, jika pun ada alasannya. Bukankah ia tidak perlu cemas sampai s
Selamat membaca.Di kantor polisi, Sania berdecak kesal. Memaki dirinya sendiri karena terjebak dalam situasi saat ini. Di tambah lagi, kakek tua itu tidak mau membantunya. Dan malah menghilang saat Sania sedang berdiskusi dengan pihak berwajib.Untuk beberapa saat Sania menyesal karena telah memeluk kakek menyebalkan itu.“Nona Sania?”“Ya?” senyuman Sania mengembang, saat pak polisi memberinya kertas untuk mengisi data dirinya. Termasuk walinya.Kok sesak ya. Sania menghela nafasnya kasar, sebelum berkata pada pak polisi secara terang-terangan. “Aku tidak punya ibu.” ucap Sania acuh tak acuh.“Kalau begitu ayah mu.”“Aku tidak punya ayah.”“Saudara mu?” Sania mengelengkan kepalanya. “Bagaimana dengan paman? Bibi? Sepupu atau kerabat dekat?” “Tidak punya.”Jawaban Sania tidak hanya membuat pak polisi itu memijit dahinya gusar, tapi semua staff, petugas, dan kriminal menatap ke arah Sania dengan tatapan terkejut.Polisi itu menatap Sania lagi. “Bagaimana dengan tetangga mu? Harusnya
Selamat membaca.Hantaman terdengar dari ruangan kepala polisi—suara geraman juga turut menghiasi, Sania yakin kalau saat ini Luke sedang marah karena mungkin untuk pertama kalinya koneksi tidak dapat dia andal kan.Sania tidak peduli, dia hanya ingin menunggu hukuman apa yang akan ia dapatkan atas tuduhan palsu yang di layangkan anak-anak muda itu pada Sania.Dari sini mereka terlihat sangat takut, anak-anak itu sepertinya salah satu dari mereka mengenal Luke dengan baik, sayang sekali sudah terlambat untuk menyesal.Sementara Gavin terus memperhatikan, “meeting ini sangat penting, Luke harus menghadiri ya dan kamu harusnya sudah mengerti dengan sikapnya.”“Gavin!”“Saya tidak salah Sania, mengalah lah.” usulnya pada Sania yang sepertinya keberatan akan hal itu.Lama bercakap-cakap, akhirnya Sania di bebaskan setelah Gavin memberikan rekaman pembicaraannya dengan Sania—tentu saja ia berkhinat dari Sania.Maaf, tapi Gavin melakukan itu semata-mata karena Sania tak mencoba untuk melepa