Selamat membaca.Di ruangan pribadi Luke, Sania mendorong Luke Conan beberapa kali.Prang!Lampu dan meja juga beberapa kali menjadi amukan Sania, begitu juga dengan Luke Conan.Bibir Sania berdarah karena tamparan Luke dan dahi Luke beradarh karena ulah Sania.Mengeram marah, Luke menarik tangan Sania. Lalu berkata, "harusnya ku potong saja tanganmu ini agar kau tidak bisa melakukan apapun.""Perusahana ini akan hancur.""Aku akan mengurusnya dengan baik, sama seperti aku mengurus istriku yang cacat dengan baik. Bagaimana? Apa kau setuju?" tanya Luke dengan mata yang melebar, jelas sekali kalau itu adalah ancam.Sania mencoba untuk menarik tangannya tapi ia tak bisa, tenaganya seperti melemah.Namun. "Untuk beberapa tahun, aku menyesal tidak mengambil kelas militer." sinis Sania, dia masih tidak mau kalah dari Luke.Lagi pula, mereka juga masih marahan. Dan Sania sama sekali tak ingin mengulurkan tangannya untuk berbaikan dengan pria di hadapannya saat ini.Luke tersenyum. "Oho, meli
Selamat membaca."Jadi mau ikut ke jepang?" tanya Luke mencari topik pembicaraan lain."Tidak." jawab Sania sembari terkekeh, sambil menatap wajah Luke seperti anak kecil.Cup!Luke mengecup dahi Sania dengan lembut dengan jeda waktu yang cukup lama, Sania hanya menutup matanya sampai Luke akhirnya melepaskannya.Lalu setelah itu, barulah Sania melambaikan tangannya pada Luke. Berlari ke arah pintu sambil terus melayangkan senyumannya pada Luke yang terdiam di tempatnya.Sebenarnya kesalahan paling sering yang Luke lakukan dulu adalah menyakiti dirinya sendiri, juga orang lain. Namun ia tak mendapatkan kepuasan atau rasa yang membuat hampa atau kesakitan. Justru Sanialah luka paling menyakitkan namun begitu indah yang terus ingin ia miliki dengan cara paling menyakiti hatinya. Kebahagiaan yang Sania tunjukan semata-mata untuk menghancurkannya, tetapi ia tidak pernah keberatan menerima darah yang Sania terus tawarkan dengan rasa yang begitu manis di hidupnya."Bagaimana ya, aku terlan
Selamat membaca.“Tidak berguna!”Suara bariton menggelar, membuat aktivitas yang sedang berjalan dalam kantor tiba-tiba saja berhenti. Tampak semua mata tertuju pada beberapa orang karyawan yang sedang di hina dan maki habis-habiskan oleh atasan mereka.Luke benar-benar marah, bahkan Darrel tak luput dari amarah Luke. Tetapi yang visa mereka lakukan hanyalah menundukan kepala mereka, dalam hati Darrel berkata kalau—nanti jika bertemu dengan Sania, ia ingin tahu mengapa Sania melakukan hal ini padanya. Kabur tanpa alasan yang jelas dan menghilang begitu saja.“Gavin!” Bentukan Luke membuat Gavin yang baru saja datang tersentak, kacamatanya hampir lepas karena suara bos barunya yang tidak ada bedanya dengan Sania saat marah.Dia memegang tablet dan terus menghubungi Sania yang entah berada dimana.“Apa dia masih tak bisa di temukan juga?” Tak menjawab, Gavin hanya bisa menundukan kepalanya. Karena ini bukankah tipe Sania, jika pun ada alasannya. Bukankah ia tidak perlu cemas sampai s
Selamat membaca.Di kantor polisi, Sania berdecak kesal. Memaki dirinya sendiri karena terjebak dalam situasi saat ini. Di tambah lagi, kakek tua itu tidak mau membantunya. Dan malah menghilang saat Sania sedang berdiskusi dengan pihak berwajib.Untuk beberapa saat Sania menyesal karena telah memeluk kakek menyebalkan itu.“Nona Sania?”“Ya?” senyuman Sania mengembang, saat pak polisi memberinya kertas untuk mengisi data dirinya. Termasuk walinya.Kok sesak ya. Sania menghela nafasnya kasar, sebelum berkata pada pak polisi secara terang-terangan. “Aku tidak punya ibu.” ucap Sania acuh tak acuh.“Kalau begitu ayah mu.”“Aku tidak punya ayah.”“Saudara mu?” Sania mengelengkan kepalanya. “Bagaimana dengan paman? Bibi? Sepupu atau kerabat dekat?” “Tidak punya.”Jawaban Sania tidak hanya membuat pak polisi itu memijit dahinya gusar, tapi semua staff, petugas, dan kriminal menatap ke arah Sania dengan tatapan terkejut.Polisi itu menatap Sania lagi. “Bagaimana dengan tetangga mu? Harusnya
Selamat membaca.Hantaman terdengar dari ruangan kepala polisi—suara geraman juga turut menghiasi, Sania yakin kalau saat ini Luke sedang marah karena mungkin untuk pertama kalinya koneksi tidak dapat dia andal kan.Sania tidak peduli, dia hanya ingin menunggu hukuman apa yang akan ia dapatkan atas tuduhan palsu yang di layangkan anak-anak muda itu pada Sania.Dari sini mereka terlihat sangat takut, anak-anak itu sepertinya salah satu dari mereka mengenal Luke dengan baik, sayang sekali sudah terlambat untuk menyesal.Sementara Gavin terus memperhatikan, “meeting ini sangat penting, Luke harus menghadiri ya dan kamu harusnya sudah mengerti dengan sikapnya.”“Gavin!”“Saya tidak salah Sania, mengalah lah.” usulnya pada Sania yang sepertinya keberatan akan hal itu.Lama bercakap-cakap, akhirnya Sania di bebaskan setelah Gavin memberikan rekaman pembicaraannya dengan Sania—tentu saja ia berkhinat dari Sania.Maaf, tapi Gavin melakukan itu semata-mata karena Sania tak mencoba untuk melepa
Selamat membaca.Bahkan saat ketahanan Luke sama sekali tak memperdulikan perasaan Sania, dia hanya ingin menang sendirian. Dia—Luke conan tidak pernah memikirkan akan jadi seperti apa wanita yang ia anggap sebagai bagian dari hidupnya saat ini.Benar. Sania membiarkan Luke melakukan itu, tapi percayalah itu bukanlah kehendaknya sendiri.Nael mendekat dengan menyodorkan makanan pada wanita yang sedang termenung memandangi lantai marmer dengan pandangan buram.“Makanlah selagi bisa.”“Dia tidak kau mengerti aku!” ucap Sania lirih, suara serak itu membuat Nael yakin kalau Sania habis bertengkar lagi dengan Luke. Tapi disisi lain Nael tak bisa berbuat apapun untuk menghibur Sania. Dia hanya bisa bilang kalau, “racun tidak boleh bersama dengan yang hidup.”Mata Sania dan Nael kini saling tatap. “Aku takut, aku masih sangat takut akan datangnya hari itu. Aku terlalu takut untuk menyesal.”“Aku tahu, tapi waktu terus berjalan. Sania, tidak akan berhenti atau berjalan mundur meski kau menan
Selamat membaca.Penerbangan susah di pastikan, dan Luke juga Sanialah yang akan pergi terlebih dahulu, sisanya akan menyusul nanti.Dalam pesawat, Sania membuat ulah lagi bahkan sebelum pesawat lepas landas.“Ahhh!” Seorang pramugari terlihat ketakutan, dia memicu terjadinya kecemasan dan ketakutan berlebihan dari para penumpang yang sudah duduk di kursi mereka masing-masing.Teman-temannya yang melihat ia pucat, langsung menariknya dari area umum—lalu di sana mereka mencoba untuk menenangkan pramugari yang ternyata masih baru dalam pekerjaannya.“Ada apa?”“sa–saya menghitung para penumpang, dan kelebihan satu. Mu–mungkinkah ia bukan manusia?” tanyanya gemetaran. Bola matanya kemana-mana, dan menunjukan kewaspadaan yang tinggi.Mereka bilang untuk mengabaikan, tapi seorang pria berjas dengan bahu bidang lengkap dengan sorot mata tajamnya malah menghembuskan nafasnya kasar. Sebelum berjalan ke arah kelas ekonomi, karena tahu siapa hantu yang mereka maksud.***Kehadiran Luke tentu s
Selamat membaca.Tokyo, Jepang.“Wah, inilah yang namanya jepang?”Sania takjub melihat pemandangan di sekitarannya, sangat berbeda dengan Indonesia, orang-orang yang lewat juga memiliki kesan asing.Tapi ini bukan pertama kalinya Sania terbang ke jepang. Tanpa menoleh ke manapun, Luke hanya terus memandangi wajah berseri Sania yang begitu menyenangkan untuk di liatnya saat ini.Wush!Angin berhembus, membawa aroma lain yang tak pernah ia dapatkan selama terkurung dalam tumpukan dokumen yang sudah seperti kue lapis.Sania lalu menyentuh wajahnya. Sebelum menoleh ke arah Luke, dengan ceria iya bertanya pada pria itu. “Katanya angin jepang bisa membuat kulit ku cantik dan berseri-seri. Benarkah itu?”“Dari mana kau menemukan teori itu? Aku yakin Sania yang ku kenal tidak sepolos ini untuk menanyakan tentang angin di negeri ….”Ucapan Luke berhenti saat melihat Sania mengeluarkan kantong plastik. “Apa yang kau lakukan?” tanya Luke sambil menatap ke arah kiri dan kanan Dimana semua oran