Share

Tamparan Untuk Rajendra

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 20:03:18

Ketegangan antara Rajendra dan Langit terlihat dengan jelas.

Rajendra tidak menyukai kehadiran Langit, apalagi Langit terlihat terlalu dekat dengan istrinya.

"Gue cuma nganterin Livia," ucap Langit santai, matanya tidak lepas dari ekspresi Rajendra.

Rajendra mendengkus dengan sorot dingin. “Nggak perlu pake diantar. Ada yang namanya taksi."

Langit hanya tersenyum, tidak ingin memperpanjang perdebatan dengan Rajendra. "Karena lo sepupu gue jadi Livia otomatis sepupu gue juga, Ndra.

Nggak ada salahnya kalau gue peduli kan? Lagian gue kasihan ngeliat dia lo perlakukan kayak gitu."

''Peduli?'' Rajendra mengikis jarak. Suaranya terdengar berbisik. "Gue cuma mau memastikan kepedulian lo itu nggak melampaui batas."

Langit tertawa kecil dan tampak tidak terpengaruh oleh peringatan Rajendra. "Tenang, Ndra. Nggak semua orang jahat seperti yang ada di pikiran lo itu."

Rajendra menggeram kesal, menahan amarah yang memuncak di dadanya. "Kalau udah nggak ada urusan lagi mending lo pergi sekarang,"
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Silent Heart
Bagus Livia, Jangan cuma sekali. Tampar yang banyak. Eh iya, aku gak paham sama pemikiran Rajendra. Kan yang bikin Livia cacat itu dia. Dibandingkan malu, harusnya dia merasa bersalah. Dan kasih perhatian lebih supaya Livia bisa cepat sembuh seperti sedia kala.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Pergi Dari Rumah

    Pukulan itu meninggalkan bekas di pipi Rajendra dan membuat wajahnya tertoleh ke samping. Ia terkejut, tidak pernah menduga Livia berani melakukan hal seperti itu.Suasana terasa mencekam dan keduanya terdiam beberapa saat.Wajah Livia memerah bukan hanya karena marah tapi juga karena kesedihan yang mendalam. "Jangan pernah menghina saya seperti itu lagi, Ndra," suara Livia bergetar. Matanya dipenuhi amarah dan rasa sakit. “Kamu nggak berhak bicara seperti itu pada saya. Saya tahan dengan kelakuanmu dan masih bertahan di sini karena berusaha menjadi istri yang baik."Rajendra menyentuh pipinya yang memerah dan terasa perih. Sepasang matanya masih menatap Livia dengan campuran amarah dan keterkejutan. “Kamu pikir aku nggak tahu apa yang kamu lakukan? Kamu selalu mencari perhatian orang lain dengan kecacatanmu itu."Livia mendengkus lalu menatap suaminya dengan mata terluka. “Kamu terlalu picik untuk mengerti. Saya bekerja dan berinteraksi dengan orang lain adalah satu-satunya cara aga

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Sendiri

    Jihan termangu sejenak, seakan tidak percaya pada apa yang ada di hadapannya. Livia berdiri di depannya dengan wajah yang terlihat lelah dan penuh kesedihan."Kenapa ke sini?" Jihan bertanya. Ada nada tidak senang dalam suaranya.“Ma, izinkan aku masuk dulu. Nanti akan kuceritakan," pinta Livia begitu penuh harap.Meski dengan berat hati Jihan tetap mengizinkan Livia masuk. Setelah duduk di sofa ruang tamu Livia mulai bercerita."Aku dan Rajendra sedang ada masalah, Ma. Aku nggak tahu lagi harus pergi ke mana. Jadi tolong izinkan aku tinggal sementara di sini."Jihan menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Sorot matanya menajam saat ia menatap Livia yang duduk dengan wajah penuh keputusasaan.“Kenapa kamu sebodoh itu, Livia?" Suara Jihan meningkat drastis. "Apa kamu nggak berpikir dari mana kita mendapat uang kalau bukan dari Rajendra? Kamu lupa kalau Mama sakit? Atau kamu ingin Mama mati? Begitu kan yang kamu inginkan?"Livia terdiam mendengar kemarahan ibunya. Ia tidak

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Galau

    Livia merebahkan tubuhnya ke ranjang. Ia ingin tidur sekarang mengistirahatkan badan dan pikirannya. Ketika ia hendak memejamkan mata pintu kamarnya diketuk bersamaan dengan suara Jihan."Livia, buka pintunya!"Dengan enggan Livia bangun lalu berjalan ke arah pintu. Tampak Jihan sedang membawa nampan berisi sepiring nasi dan gelas air putih."Kamu pasti lapar, ayo makan dulu.""Aku nggak selera, Ma," jawab Livia menolak."Ayolah, Livia, Mama sudah susah payah menyiapkannya untukmu. Hargai Mama sedikit."Livia terpaksa menerima nampan tersebut. "Makasih, Ma.""Hm." Jihan menggumam pelan kemudian meninggalkan kamar Livia.Livia menutup pintu. Diletakkannya nampan di atas meja. Ia benar-benar kehilangan selera makan. Yang dilakukannya hanya meneguk air putih di gelas sampai tandas kemudian kembali ke tempat tidur.***Belum sampai sehari Livia pergi tapi Rajendra sudah seperti cacing kepanasan. Biasanya Livialah yang mengurus segalanya. Mulai dari pakaian sampai makanan. Rajendra pikir h

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Akulah Rumahmu

    Jihan.Untuk apa mertuanya itu menelepon? Mau minta uang lagi?Namun sesaat kemudian ia teringat pada Livia. Bisa saja panggilan dari Jihan untuk membicarakan mengenai Livia kan? Atau jangan-jangan saat ini Livia memang sedang berada di rumah Jihan.Demi menjawab rasa penasarannya Rajendra terpaksa menjawab panggilan dari orang yang sebenarnya ia malas bicara dengannya."Halo," suaranya datar."Rajendra?""Ya.""Ini Tante Jihan. Tante hanya ingin memberitahu bahwa Livia ada di sini."Entah mengapa Rajendra merasa lega mendengar informasi yang diterimanya."Tadi Livia datang dan mengatakan kalian sedang ada masalah. Tante sudah menyuruhnya pulang ke rumah kalian tapi dia nggak mau. Tolong maafkan anak Tante ya. Walau sudah dewasa tapi kadang dia masih kekanakan.""Ya, Tante, saya mengerti," jawab Rajendra pendek."Tante sudah nasihati dia bahwa masalah dalam rumah tangga itu biasa. Livia nggak seharusnya pergi dari rumah." Jihan melanjutkan perkataannya. "Bisa kamu jemput Livia sekaran

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Tulus

    Hari sudah pagi di saat Livia terbangun di sofa dingin di kamarnya. Perempuan itu menggeliatkan badannya. Pikirannya bingung. Ia juga merasa asing. Seingatnya kemarin ia berada di rumah ibu tirinya. Lantas kenapa sekarang ia kembali ke tempat ini? Apa yang terjadi?Setelah berpikir dengan keras Livia segera menyadari bahwa seseorang sudah membawanya pulang di saat ia tengah tidur nyenyak. Namun kenapa ia tidak terbangun? Bagaimana bisa ia tidur sepulas itu?Livia akan bangkit dari sofa, terdengar langkah kaki menghampiri. Rajendra. "Sudah bangun?" ujarnya singkat.Pertanyaan Rajendra mendapat balasan yang tidak menyenangkan dari Livia."Jadi kamu yang membawa saya pulang?" tatapnya tajam."Ibu tirimu yang meneleponku memohon-mohon agar aku menjemputmu. Padahal aku juga nggak ingin kamu berada di sini. Tapi karena aku masih menghargainya sebagai mertua dan dia tampak tersiksa oleh kehadiranmu di sana aku terpaksa menjemput."Livia rasanya ingin ngamuk mendengar jawaban Rajendra yang

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Nggak Penting

    "Liv, kamu ke mana? Dari semalam aku nggak ngeliat kamu," ujar Utary begitu Livia menyediakan sarapan untuk Rajendra dan kekasihnya."Oh, kemarin ada sedikit urusan yang harus diselesaikan di luar. Silakan dimakan, Tar," jawab Livia sambil menata roti di atas meja. Ia juga meletakkan segelas susu hamil tepat di hadapan Utary. "Susunya juga dihabisin ya biar nutrisi kamu terpenuhi dan kamu selalu kuat."Utary merasa heran atas sikap Livia pagi ini yang terkesan tidak seperti biasa. Livia bersikap ramah dan penuh perhatian.Begitu pun dengan Rajendra. Lelaki itu menatap Livia tajam tapi sang istri membalas dengan senyum lembut."Kamu nggak kerja?" Utary menanyakannya lantaran melihat Livia hanya memakai baju harian. Tidak seperti biasa. Biasanya Livia sudah siap dengan pakaian kerjanya."Mulai hari ini saya resign. Saya nggak kerja lagi. Saya akan terus berada di rumah." Setelah memberi jawaban, Livia menatap Rajendra sekilas. Pria itu hanya diam sambil menyeruput kopinya."Oh ya? Kenap

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Rajendra Jangan Dilawan

    Livia membersihkan meja makan serta membawa peralatan makan yang kotor ke belakang. Ia membuka lemari penyimpanan makanan tapi tidak ada bahan-bahan untuk membuat donat. Ia harus membelinya terlebih dulu.Livia masuk ke kamarnya untuk mengganti baju. Disampirkannya tas selempang ke bahu. Tepat ketika ia akan memasukkan handphonenya ke sana benda itu berbunyi dan membuat Livia terkesiap.Ada nama Langit tertera di layar.Untuk sejenak Livia terpaku. Ia hampir bisa memastikan untuk apa Langit meneleponnya. Lantaran ponselnya terus berbunyi Livia terpaksa menerima telepon dari Langit."Halo, Langit," sapa Livia pelan dengan suara sedikit bergetar."Kamu di mana, Liv? Kenapa nggak datang ke kantor?" berondong Langit dengan pertanyaan.Livia menghela napas panjang kemudian menjawab, "Maaf kalau saya belum memberi kabar dan terkesan tidak sopan. Saya memutuskan untuk berhenti mulai hari ini."Di ujung telepon Langit terdiam sebentar seakan tengah menganalisis perkataan Livia. "Berhenti? Ma

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Belatung

    Setelah lama duduk termenung setelah menerima telepon dari Langit tadi, Livia langsung bergegas ke luar kamar."Livia, mana donatnya?" tuntut Utary saat Livia berpapasan dengan Utary yang sedang santai nonton televisi di ruang tengah."Ini saya baru mau beli bahan-bahannya dulu ke toko.""Ya ampun, Livia! Jadi dari tadi kamu ngapain aja?" bentak Utary geram. Ia pikir Livia sedang sibuk di dapur menyiapkan donat tersebut untuknya."Sorry, Tary, tadi saya ngeliat tutorialnya dulu di YT.""Pokoknya harus enak ya. Aku ini sedang hamil. Aku nggak mau sampai keracunan," kata Utary setengah mengancam.Livia menganggukkan kepalanya kemudian berlalu pergi menggunakan ojek online.Di atas sepeda motor yang membawanya Livia terus menguatkan diri. Ia mengingat janji pada dirinya sendiri untuk tidak menyerah dan putus asa. Livia akan menjadi istri yang baik untuk Rajendra sampai hati lelaki itu terbuka dan dia bisa 'melihat' keberadaan Livia.Sesampainya di toko yang dituju Livia langsung membeli

Bab terbaru

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Jangan Sebut Dia Anak Haram

    Livia sedang mengajak Randu jalan-jalan pagi di sekeliling rumah. Anak itu begitu anteng di dalam stroller. Semilir angin yang berembus membuat anak itu terkantuk-kantuk. Livia tersenyum melihatnya. "Ngantuk ya, Nak?" Livia mengecup pipi anak itu gemas.Tiba-tiba ponselnya berbunyi, membuat perhatian Livia teralihkan. Ia mengeluarkan benda itu dari dalam sakunya. Senyum terukir di bibirnya menyaksikan nama Langit tertera di layar.Livia jawab panggilan tersebut dengan nada ceria. "Iya, Lang. Tumben nelepon pagi-pagi?"Di seberang sana suara Langit juga terdengar riang. "Nggak boleh emang? Aku lagi kangen ngobrol sama kamu nih. Kamu ngapain?"Livia tertawa ringan. Diliriknya Randu yang sudah hampir tertidur di dalam stroller. "Saya lagi ajak Randu jalan-jalan ngelilingin rumah. Dia kayaknya udah mau tidur. Kalau kangen kenapa nggak ke sini aja?""Di sana herdernya galak, jadi takut kalau mau ke sana." Langit menjawab dengan nada bercanda. Livia tertawa lagi. Begitu tipis."Eh, Liv, n

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Apa Dia Benar Anakku?

    Rajendra melangkah ke kamar Utary dengan berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalanya. Setelah pintu kamar ia buka, Rajendra mendapati Utary sedang leyeh-leyeh di atas tempat tidur sambil main hp.Melihat pemandangan itu Rajendra menghela napasnya."Tary," panggil Rajendra datar.Utary melihat sekilas kemudian kembali fokus pada ponselnya. "Ada apa, Ndra?" tanyanya acuh tak acuh sambil tetap memainkan ponselnya.Rajendra berdiri di sisi pintu, mengamati Utary dengan tatapan menusuk. "Kenapa bukan kamu yang mandiin Randu? Kenapa Livia?"Dengan malas Utary meletakkan ponselnya. "Kan udah aku bilang. Aku masih belum pulih, Ndra. Aku takut nanti Randu jadi kenapa-napa. Kalau dia jatuh saat aku mandiin gimana? Lagian Livia juga nggak keberatan. Dia happy-happy aja tuh."Rajendra membawa langkahnya mendekat. Hingga dirinya dan Utary saling berhadapan. "Tary, ini bukan soal happy atau enggak. Tapi soal kewajiban kamu sebagai ibu. Aku lihat Randu lebih dekat dengan Livia, bukannya dengan k

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Hati Yang Panas

    Perkataan Langit membuat langkah Rajendra terhenti. Rahangnya menegang. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Langit seolah tahu caranya menusuk di tempat yang paling menyakitkan.Bersama napasnya yang menderu Rajendra memutar badan menghadap Langit. Tatapannya lebih tajam dari pisau, seakan hendak mengiris siapa pun yang berani menyakiti hatinya."Lo kalo ngomong hati-hati." Rajendra mengingatkan dengan nada penuh ancaman. Ia khawatir kalau saja ada orang yang berada di dekat mereka dan mendengar ucapan Langit tadi.Langit terkekeh. Tidak merasa gentar sama sekali. "Selow, Ndra. Gue kan cuma nanya. Kok lo jadi marah? Topiknya terlalu sensitif ya? Atau ..." Langit berhenti sesaat membiarkan pertanyaannya menggantung di udara. Kemudian ia kembali melanjutkan. "Lo mulai ngerasa bersalah sama Livia?"Geraman kecil keluar dari mulut Rajendra. Ia memang terusik mendengar nama Livia disebut. Tapi tidak mungkin ia menunjukkannya pada Langit."Urusannya apa sana lo?" Rajendra membalas de

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ketulusan Yang Menggugah Hati Rajendra

    Pagi hari saat Livia sedang bersiap-siap menyediakan sarapan ia mendengar tangisan Randu yang diiringi pekikan Utary."Ndraaa, bantuin aku dong! Randu nangis terus nih!"Tidak ada jawaban dari Rajendra karena pria itu juga sedang bersiap-siap di kamarnya untuk berangkat kerja."Rajendraaaa! Bantuin dong. Anak kamu nangis mulu nih!" Teriakan Utary menggema sekali lagi yang membuat Livia tidak tahan.Livia meninggalkan meja makan lalu meraih tongkatnya. Ia menuju kamar Utary.Livia menemukan Utary sedang duduk di tepi ranjang. Sedangkan si kecil Randu ia biarkan menangis di dalam box-nya."Tary, Randu kenapa?" tanya Livia baik-baik."Udah tahu nanya!" balas Utary sewot. "Lagian Rajendra yang aku panggil kenapa kamu yang ke sini?"Livia menahan napas sambil mencoba tetap bersabar menghadapi Utary meskipun kata-katanya terdengar kasar."Rajendra lagi siap-siap mau berangkat kerja. Mungkin sekarang baru selesai mandi."Kemudian Livia berjalan mendekat. Ia letakkan tongkatnya di samping tem

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kamu Bukan Seorang Ibu

    Utary telah kembali berada di rumah setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Rumah menjadi lebih hidup oleh tangisan dan rengekan Randu. Rajendra juga jadi rajin pulang lebih cepat dari kantor. Hal pertama yang ia lakukan setiap kali tiba di rumah adalah mencari Randu. Ia menggendong anak itu dan menciuminya dengan kasih sayang.Hanya saja Livia merasa miris melihat Randu yang masih bayi tidak menerima ASI dari ibunya. Utary beralasan air susunya tidak ada. Padahal yang sebenarnya terjadi ia malas menyusui, begadang tengah malam dan khawatir bentuk payudaranya akan rusak.Setiap malam ketika tangisan keras Randu membangunkan seisi rumah, Utary selalu mengabaikannya. Perempuan itu tetap tidur atau beralasan kondisinya masih belum pulih dan dia berdalih harus banyak beristirahat.Rajendralah yang nengambil alih tugas Utary. Saat randu terbangun tengah malam ia yang mengurus sang putra sementara Utary tidur nyenyak karena mengaku kelelahan mengurus Randu saat siang.Mulai dari menggendon

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   What's Next?

    Livia Mellanie duduk sendiri di bangku panjang lorong rumah sangkit. Tongkatnya ia sandarkan ke samping. Kedua tangannya saling menggenggam erat di atas pangkuan. Pandangannya tertunduk menatap lantai putih rumah sakit. Ia berusaha menenangkan pikirannya yang kacau namun seribu tanya terus berputar-putar di kepalanya.Untuk apa aku di sini? Apa aku akan tetap bertahan? Sementara Rajendra sudah memiliki kehidupan yang lengkap dan begitu bahagia. Apakah ini saatnya untuk mundur? Apa lebih baik ia kabur saja ke tempat yang jauh?Derap langkah kaki yang mendekat membuat Livia mengangkat kepala dan memandang ke arah tersebut. Rajendra muncul. Ia tidak sendiri. Ada bayi mungil terbungkus selimut biru di dalam dekapannya. Livia bisa melihat dengan jelas betapa rona kebahagiaan menghiasi wajah Rajendra.Rajendra semakin mendekat ke arah Livia."Liv, ini anakku," ucapnya pelan sambil menunjukkannya pada Livia.Livia mengulas senyum. Dipandanginya Rajendra dan bayi yang sedang digendongnya. Bay

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Randu

    Livia yang masih terjaga dan asyik menciumi Rajendra tersentak ketika mendengar ketukan dan suara lirih di pintu. Semula ia mengira itu hanya halusinasinya lantaran terlalu lelah. Namun suara itu terus terdengar. Buru-buru Livia menjauhkan mulutnya dari kening Rajendra. Livia berdiri lalu berjalan menuju pintu dengan bantuan tongkatnya. Ketika daun pintu terbuka ia dibuat termangu oleh pemandangan yang dilihatnya.Kekasih suaminya sedang terbaring di lantai. Tubuhnya menggigil dan badannya basah oleh keringat. Sementara tangannya terus mengusap-usap perut."Tary!" seru Livia panik. "Kenapa begini?" Livia bersimpuh di dekat Utary mengamati keadaan wanita itu."Tolong ... aku, Liv. Perutku ... sakit ... banget ..." Utary merintih dengan suara putus-putus.Livia mencoba membantu Utary bangun namun ia juga tidak berdaya. Dengan segera ia kembali ke kamar untuk membangunkan Rajendra."Bangun, Ndra! Rajendra, bangun! Utary lagi kontraksi. Kayaknya dia bakal ngelahirin!" seru Livia panik. N

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ngesot

    Livia dibuat termangu oleh permintaan Rajendra. Bibirnya setengah terbuka namun tidak ada sepatah kata pun yang keluar. Livia menatap wajah Rajendra yang tampak lelah dengan mata yang hampir terpejam. Ada sesuatu yang ingin ia katakan tapi ditelannya kembali.Jauh di dalam hatinya ada amarah yang mendidih, tetapi juga rasa sayang yang masih bertahta."Baik." Akhirnya Livia menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar.Rajendra membalas dengan anggukan kepala, tidak menangkap perasaan apa pun yang terefleksi dari tatapan Livia. Ia segera menuju tempat tidur dan merebahkan tubuhnya. Dalam sekejap lelaki itu terlelap.Keluar dari kamar, Livia menujukan langkahnya ke kamar Utary. Diketuknya pintu dengan perlahan."Ngapain sih, Ndra, pake ketuk pintu segala?" Suara Utary terdengar dari dalam. Livia memutar gagang pintu dan mendorongnya. Tatapan Utary seketika berubah penuh kecurigaan ketika tahu Livialah yang datang. Tadinya ia pikir Rajendra."Rajendra mana?" Utary bertanya dengan nad

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Aku Butuh Kamu

    Livia terdiam memandangi Utary yang tersenyum dengan penuh kemenangan. Perkataan wanita itu menggema di kepalanya tanpa mampu ia singkirkan.Di sisi pahanya sebelah tangan Livia yang bebas terkepal. Dadanya terlalu sesak. Dengan keberanian yang mulai terkumpul Livia mengangkat dagu, mempertemukan tatapannya dengan mata Utary."Utary ..." Suara Livia begitu tenang. "Saya nggak akan peduli apa pun yang kamu katakan. Tapi satu hal yang jelas saya adalah istri Rajendra satu-satunya yang sah baik dari segi agama ataupun negara. Apa pun yang terjadi, posisi itu nggak akan berubah."Hati Utary panas mendengarnya namun perempuan itu menutupi dengan tawa. Tawa sinis yang terkesan meremehkan. "Kamu itu cuma istri di atas kertas, Livia. Sadar nggak sih? Sedangkan di hati Rajendra kamu bukan siapa-siapa."Puncak kemarahan Livia sudah sampai ubun-ubun tapi ia tetap berusaha menahan diri. "Dan apa kamu tahu apa yang nggak berubah dari Rajendra?"Dahi Utary berkerut. Ia bingung tapi tertarik ingin t

DMCA.com Protection Status