Share

Belatung

Author: Zizara Geoveldy
last update Last Updated: 2024-11-07 18:48:34

Setelah lama duduk termenung setelah menerima telepon dari Langit tadi, Livia langsung bergegas ke luar kamar.

"Livia, mana donatnya?" tuntut Utary saat Livia berpapasan dengan Utary yang sedang santai nonton televisi di ruang tengah.

"Ini saya baru mau beli bahan-bahannya dulu ke toko."

"Ya ampun, Livia! Jadi dari tadi kamu ngapain aja?" bentak Utary geram. Ia pikir Livia sedang sibuk di dapur menyiapkan donat tersebut untuknya.

"Sorry, Tary, tadi saya ngeliat tutorialnya dulu di YT."

"Pokoknya harus enak ya. Aku ini sedang hamil. Aku nggak mau sampai keracunan," kata Utary setengah mengancam.

Livia menganggukkan kepalanya kemudian berlalu pergi menggunakan ojek online.

Di atas sepeda motor yang membawanya Livia terus menguatkan diri. Ia mengingat janji pada dirinya sendiri untuk tidak menyerah dan putus asa. Livia akan menjadi istri yang baik untuk Rajendra sampai hati lelaki itu terbuka dan dia bisa 'melihat' keberadaan Livia.

Sesampainya di toko yang dituju Livia langsung membeli
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (11)
goodnovel comment avatar
Silent Heart
Keluarga itu unik memang. Tapi menurutku banyak yang sakit mental, xixix
goodnovel comment avatar
eld
iya ka kalo masih cerita keturunan mahanta tuh emang refreshing banget bacanya. konfliknya ga terlalu berat. baru ini cerita author zi bikin sakit kepala haha
goodnovel comment avatar
Silent Heart
Utary bikin ulah nih. Serius ya Kak Zi, pembantu beneran aja kayaknya bakal lebih bahagia daripada Livia. Moga aja deh perjuangan Livia membuahkan hasil. Aku masih menanti kalo ternyata anak Utary itu bukan anak Rajendra, haha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Lelaki Itu Sudah Pulang

    Dengan cepat Livia berlari kembali ke kamar Utary ketika mendengar teriakan histeris perempuan itu. Jantungnya berdegup tanpa kendali. Benaknya seketika dihantui kecemasan mengenai adanya kesalahan dalam proses membuat donat tersebut.Di kamar Utary, Livia melihat perempuan itu berdiri di atas tempat tidur sembari menunjuk-nunjuk ke arah donat di dalam piring dengan raut jijik dan panik."Ada belatung di sana! Cepat buang semuanya!" Utary berteriak histeris. "Tenang, Tary, tenang dulu," kata Livia. Ia memandangi piring berisi donat itu dengan saksama. Tidak ada belatung di sana. Yang ada hanya irisan keju yang banyak.Livia bingung kenapa Utary mengatakan ada ulat tersebut. Livia tahu persis bahan-bahan yang dibelinya untuk membuat donat tersebut masih baru dan bersih."Tary, nggak ada belatung di sini. Mungkin kamu hanya salah lihat. Yang kamu kira belatung adalah irisan keju," terang Livia tetap tenang."Aku nggak bohong dan aku juga belum rabun. Aku ngeliat sendiri ada belatung di

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Penghakiman

    Livia menegakkan posisinya, mengatur napas yang sejak tadi terasa sesak dan begitu sulit untuk ditenangkan.Dilemparnya pandangan ke luar jendela, melihat kendaraan roda empat suaminya yang baru saja berhenti dan parkir di depan rumah.Rajendra keluar dari mobil bersama wajah tegang dan langkah kilat menuju pintu rumah. Dari ekspresi lelaki itu Livia yakin Rajendra akan memuntahkan kemarahan padanya.Livia yang tidak ingin kesalahpahaman ini berlarut-larut keluar dari kamarnya. Ia harus menjelaskan pada Rajendra mengenai situasi yang terjadi sebelum Utary yang bicara.“Ndra, saya nggak seperti yang Tary bilang,” kata Livia langsung dengan suara bergetar. “Saya nggak pernah berpikir untuk mencelakainya, apalagi sampai meracuni. Saya masih waras. Saya nggak sejahat itu. Tadi itu cuma irisan keju, bukan belatung. Mungkin Tary salah lihat. Donat itu bersih, bahan-bahannya masih baru tadi saya beli di toko. Saya sudah cicipi. Saya bahkan sudah sisihkan donatnya untuk kamu." Livia mencoba

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Menyaksikanmu Bercinta Dengannya

    Livia tersentak ketika mendengar bunyi handphone. Ternyata dirinya ketiduran.Dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka Livia melihat penunjuk waktu di ponselnya. Masih jam delapan malam. Saking lelahnya hari ini ia tidur terlalu cepat."Ryuga, kenapa dia meneleponku?" Livia menggumam pelan kemudian menjawab panggilan dari orang tua murid lesnya itu."Halo, Ryuga," sapa Livia dengan matanya yang masih terasa berat."Malam, Livia, maaf mengganggu," sahut suara di seberang sana."Oh sama sekali tidak.""Maaf, saya mau tanya kenapa sudah beberapa hari ini kamu nggak datang ke rumah untuk mengajar les?"Livia terdiam sejenak. Sudah beberapa malam ia tidak datang untuk mengajar Hazel dan ia tidak memberi kabar sama sekali pada Ryuga.Ah, ini memang salahnya. Ia terlalu larut dalam urusan pribadi sehingga melupakan urusannya yang lain."Maaf, Ryuga, beberapa hari belakangan saya ada urusan pribadi jadi belum bisa datang ke sana," jelas Livia dengan perasaan tidak enak hati."Apa ini ada hub

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Penolakan Livia

    Setibanya di kamar Livia mendudukkan diri di atas sofa dinginnya dengan tatapan kosong.Pikirannya begitu kacau perasaan sakit, marah serta kecewa berbaur menjadi satu.Sekian lama ia bertahan dengan satu harapan bahwa Rajendra akan berubah suatu saat nanti. Namun yang terjadi pemandangan tadi meremukkan semua harapan Livia.Perempuan bernasib malang bernama Livia Mellanie itu menghela napasnya sepanjang mungkin sembari berusaha keras mengendalikan diri. Tapi usahanya hanya sia-sia. Perasaannya tak henti bergejolak.Setiap kali dirinya memejamkan mata bayang-bayang Rajendra dan kekasihnya bergumul tidak berhenti mengejar pikirannya. Mengobrak-abrik hati Livia yang sedang rapuh.Bulir-bulir air bening yang sudah sangat lama Livia tahan akhirnya leleh juga membasahi pipinya yang mulus."Aku memang tolol. Kenapa aku harus bertahan dalam pernikahan toxic ini?" bisik hatinya."Livia, ingat kata Mama. Pernikahan itu nggak selamanya mulus. Akan ada ujian-ujian pahit di dalamnya untuk membukt

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kamu Adalah Kelemahanku

    Napas Livia terengah-engah. Jantungnya berdegup cepat tanpa bisa dikendalikan setelah ia berhasil melakukan perlawanan pada Rajendra barusan.Rajendra yang merintih kesakitan menatap Livia dengan api amarah yang membara di matanya. Lelaki itu mengusap-usap kakinya yang kesakitan."Beraninya kamu melawanku!" ucap pria itu dengan nada marah namun seperti tidak ada kekuatan yang cukup untuk melanjutkan ucapannya tersebut."Saya sudah bilang dari awal saya nggak mau tapi kamu terus memaksa. Di mana perasaan kamu, Ndra? Setelah kamu berzina dengan dia kamu langsung memaksaku untuk bercinta denganmu. Wanita mana pun nggak akan mau diperlakukan seperti itu!"Rajendra terdiam. matanya yang penuh dengan amarah itu meredup. Perasaan sakit di kakinya membuat kemarahannya seolah terbatasi."Kamu istriku, Livia. Aku berhak melakukan apa pun padamu. Tidak peduli kamu suka atau tidak! Dan kamu wajib memenuhi apa pun yang suamimu inginkan. Belajar lagi k

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Maaf

    Livia masih berada di tempatnya berdiri sambil memandangi Rajendra yang asyik merokok.Cara Rajendra memegang batang rokok. Cara pria itu mengisapnya dalam-dalam lalu mengepulkan asapnya ke udara terlihat begitu estetik di mata Livia. Membuatnya benar-benar jatuh cinta pada lelaki itu.Livia kemudian ingat. Biasanya setiap kali merokok Rajendra akan ditemani secangkir kopi.Saat ini secangkir kopi itu tidak ada di atas meja. Rasanya agak ganjil lantaran Livia sudah tahu kebiasaan Rajendra dengan baik. Tanpa ia sadari Livia melangkahkan kakinya ke dapur untuk membuatkan kopi untuk Rajendra. Dengan gerakan yang sudah terlatih Livia menyiapkan kopi hitam favorit Rajendra. Aroma khasnya yang menguar perlahan memenuhi ruangan, menghangatkan ruangan yang sepi.Sesudah kopi itu siap untuk disajikan Livia berdiri sesaat sambil memandangi uap tipis di permukaan kopi tersebut. Livia hela napasnya dalam-dalam sembari menenangkan gejolak jantungnya yang berdetak dengan cepat.Kemudian Livia memb

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Keguguran?

    Livia masih belum berani mengatakan pada Rajendra tentang rencananya untuk kembali mengajar les. Hubungan mereka baru saja 'membaik'. Livia takut jika ia meminta izin maka akan memancing kemarahan Rajendra.Setelah sekian lama Livia tak juga datang, Hazel merengek pada papanya."Pa, Bu livia kenapa nggak pernah datang. Aku salah apa, Pa?" Anak itu menarik-narik baju Ryuga."Hazel, akhir-akhir ini Bu Livia sangat sibuk makanya belum sempat ke sini," jawab Ryuga memberikan alasan."Tapi masa sibuk melulu sih, Pa? Aku kangen ingin belajar sana Bu Livia. Aku juga ingin main piano dengannya." Hazel mulai merengek, membuat Ryuga sedikit kebingungan untuk menenangkannya."Oke, oke, sekarang kita telepon Bu Livia-nya ya. Coba Hazel yang langsung ngomong dan minta sama Bu Livia." Ryuga mengambil ponsel, mencari nomor telepon Livia dan menghubunginya. Setelah tersambung Ryuga memberikan ponsel pada sang putri."Halo, Ryuga." Livia menyapa pelan."Bu Livia, ini Hazel, bukan papa," jawab suara ke

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Aku Butuh Kamu

    Rajendra yang panik melihat darah yang terus mengalir di sela-sela paha Utary berlutut di sampingnya."Tary, kamu kenapa, Sayang? Kenapa bisa berdarah begini?""Aku nggak tahu, Ndra. Tiba-tiba aja sakit dan keluar darah," rengek Utary dengan wajah pucat sambil menahan rasa sakit. Air mata jatuh setetes demi setetes dari pelupuknya.Livia menyaksikan pemandangan itu dalam diam. Livia kasihan pada Utary yang tampak menahan sakit. Sedangkan di sisi lain ia merasa cemburu melihat Rajendra yang begitu panik karena Utary. Kapan Rajendra akan mencemaskan Livia seperti yang dirasakannya pada Utary?"Ayo bawa Tary ke rumah sakit, Ndra. Dia butuh penanganan dokter. Khawatir nanti terjadi sesuatu yang buruk pada anak kalian," ucap Livia mengesampingkan perasaan pribadinya.Rajendra menengadah memandang Livia. Walau tidak menjawab tapi ia setuju atas saran Livia.Rajendra mengangkat Utary dari lantai lalu membopongnya ke mobil.Livia duduk di kursi belakang sambil terus mengamati Utary yang masih

Latest chapter

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Jangan Sebut Dia Anak Haram

    Livia sedang mengajak Randu jalan-jalan pagi di sekeliling rumah. Anak itu begitu anteng di dalam stroller. Semilir angin yang berembus membuat anak itu terkantuk-kantuk. Livia tersenyum melihatnya. "Ngantuk ya, Nak?" Livia mengecup pipi anak itu gemas.Tiba-tiba ponselnya berbunyi, membuat perhatian Livia teralihkan. Ia mengeluarkan benda itu dari dalam sakunya. Senyum terukir di bibirnya menyaksikan nama Langit tertera di layar.Livia jawab panggilan tersebut dengan nada ceria. "Iya, Lang. Tumben nelepon pagi-pagi?"Di seberang sana suara Langit juga terdengar riang. "Nggak boleh emang? Aku lagi kangen ngobrol sama kamu nih. Kamu ngapain?"Livia tertawa ringan. Diliriknya Randu yang sudah hampir tertidur di dalam stroller. "Saya lagi ajak Randu jalan-jalan ngelilingin rumah. Dia kayaknya udah mau tidur. Kalau kangen kenapa nggak ke sini aja?""Di sana herdernya galak, jadi takut kalau mau ke sana." Langit menjawab dengan nada bercanda. Livia tertawa lagi. Begitu tipis."Eh, Liv, n

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Apa Dia Benar Anakku?

    Rajendra melangkah ke kamar Utary dengan berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalanya. Setelah pintu kamar ia buka, Rajendra mendapati Utary sedang leyeh-leyeh di atas tempat tidur sambil main hp.Melihat pemandangan itu Rajendra menghela napasnya."Tary," panggil Rajendra datar.Utary melihat sekilas kemudian kembali fokus pada ponselnya. "Ada apa, Ndra?" tanyanya acuh tak acuh sambil tetap memainkan ponselnya.Rajendra berdiri di sisi pintu, mengamati Utary dengan tatapan menusuk. "Kenapa bukan kamu yang mandiin Randu? Kenapa Livia?"Dengan malas Utary meletakkan ponselnya. "Kan udah aku bilang. Aku masih belum pulih, Ndra. Aku takut nanti Randu jadi kenapa-napa. Kalau dia jatuh saat aku mandiin gimana? Lagian Livia juga nggak keberatan. Dia happy-happy aja tuh."Rajendra membawa langkahnya mendekat. Hingga dirinya dan Utary saling berhadapan. "Tary, ini bukan soal happy atau enggak. Tapi soal kewajiban kamu sebagai ibu. Aku lihat Randu lebih dekat dengan Livia, bukannya dengan k

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Hati Yang Panas

    Perkataan Langit membuat langkah Rajendra terhenti. Rahangnya menegang. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Langit seolah tahu caranya menusuk di tempat yang paling menyakitkan.Bersama napasnya yang menderu Rajendra memutar badan menghadap Langit. Tatapannya lebih tajam dari pisau, seakan hendak mengiris siapa pun yang berani menyakiti hatinya."Lo kalo ngomong hati-hati." Rajendra mengingatkan dengan nada penuh ancaman. Ia khawatir kalau saja ada orang yang berada di dekat mereka dan mendengar ucapan Langit tadi.Langit terkekeh. Tidak merasa gentar sama sekali. "Selow, Ndra. Gue kan cuma nanya. Kok lo jadi marah? Topiknya terlalu sensitif ya? Atau ..." Langit berhenti sesaat membiarkan pertanyaannya menggantung di udara. Kemudian ia kembali melanjutkan. "Lo mulai ngerasa bersalah sama Livia?"Geraman kecil keluar dari mulut Rajendra. Ia memang terusik mendengar nama Livia disebut. Tapi tidak mungkin ia menunjukkannya pada Langit."Urusannya apa sana lo?" Rajendra membalas de

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ketulusan Yang Menggugah Hati Rajendra

    Pagi hari saat Livia sedang bersiap-siap menyediakan sarapan ia mendengar tangisan Randu yang diiringi pekikan Utary."Ndraaa, bantuin aku dong! Randu nangis terus nih!"Tidak ada jawaban dari Rajendra karena pria itu juga sedang bersiap-siap di kamarnya untuk berangkat kerja."Rajendraaaa! Bantuin dong. Anak kamu nangis mulu nih!" Teriakan Utary menggema sekali lagi yang membuat Livia tidak tahan.Livia meninggalkan meja makan lalu meraih tongkatnya. Ia menuju kamar Utary.Livia menemukan Utary sedang duduk di tepi ranjang. Sedangkan si kecil Randu ia biarkan menangis di dalam box-nya."Tary, Randu kenapa?" tanya Livia baik-baik."Udah tahu nanya!" balas Utary sewot. "Lagian Rajendra yang aku panggil kenapa kamu yang ke sini?"Livia menahan napas sambil mencoba tetap bersabar menghadapi Utary meskipun kata-katanya terdengar kasar."Rajendra lagi siap-siap mau berangkat kerja. Mungkin sekarang baru selesai mandi."Kemudian Livia berjalan mendekat. Ia letakkan tongkatnya di samping tem

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kamu Bukan Seorang Ibu

    Utary telah kembali berada di rumah setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Rumah menjadi lebih hidup oleh tangisan dan rengekan Randu. Rajendra juga jadi rajin pulang lebih cepat dari kantor. Hal pertama yang ia lakukan setiap kali tiba di rumah adalah mencari Randu. Ia menggendong anak itu dan menciuminya dengan kasih sayang.Hanya saja Livia merasa miris melihat Randu yang masih bayi tidak menerima ASI dari ibunya. Utary beralasan air susunya tidak ada. Padahal yang sebenarnya terjadi ia malas menyusui, begadang tengah malam dan khawatir bentuk payudaranya akan rusak.Setiap malam ketika tangisan keras Randu membangunkan seisi rumah, Utary selalu mengabaikannya. Perempuan itu tetap tidur atau beralasan kondisinya masih belum pulih dan dia berdalih harus banyak beristirahat.Rajendralah yang nengambil alih tugas Utary. Saat randu terbangun tengah malam ia yang mengurus sang putra sementara Utary tidur nyenyak karena mengaku kelelahan mengurus Randu saat siang.Mulai dari menggendon

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   What's Next?

    Livia Mellanie duduk sendiri di bangku panjang lorong rumah sangkit. Tongkatnya ia sandarkan ke samping. Kedua tangannya saling menggenggam erat di atas pangkuan. Pandangannya tertunduk menatap lantai putih rumah sakit. Ia berusaha menenangkan pikirannya yang kacau namun seribu tanya terus berputar-putar di kepalanya.Untuk apa aku di sini? Apa aku akan tetap bertahan? Sementara Rajendra sudah memiliki kehidupan yang lengkap dan begitu bahagia. Apakah ini saatnya untuk mundur? Apa lebih baik ia kabur saja ke tempat yang jauh?Derap langkah kaki yang mendekat membuat Livia mengangkat kepala dan memandang ke arah tersebut. Rajendra muncul. Ia tidak sendiri. Ada bayi mungil terbungkus selimut biru di dalam dekapannya. Livia bisa melihat dengan jelas betapa rona kebahagiaan menghiasi wajah Rajendra.Rajendra semakin mendekat ke arah Livia."Liv, ini anakku," ucapnya pelan sambil menunjukkannya pada Livia.Livia mengulas senyum. Dipandanginya Rajendra dan bayi yang sedang digendongnya. Bay

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Randu

    Livia yang masih terjaga dan asyik menciumi Rajendra tersentak ketika mendengar ketukan dan suara lirih di pintu. Semula ia mengira itu hanya halusinasinya lantaran terlalu lelah. Namun suara itu terus terdengar. Buru-buru Livia menjauhkan mulutnya dari kening Rajendra. Livia berdiri lalu berjalan menuju pintu dengan bantuan tongkatnya. Ketika daun pintu terbuka ia dibuat termangu oleh pemandangan yang dilihatnya.Kekasih suaminya sedang terbaring di lantai. Tubuhnya menggigil dan badannya basah oleh keringat. Sementara tangannya terus mengusap-usap perut."Tary!" seru Livia panik. "Kenapa begini?" Livia bersimpuh di dekat Utary mengamati keadaan wanita itu."Tolong ... aku, Liv. Perutku ... sakit ... banget ..." Utary merintih dengan suara putus-putus.Livia mencoba membantu Utary bangun namun ia juga tidak berdaya. Dengan segera ia kembali ke kamar untuk membangunkan Rajendra."Bangun, Ndra! Rajendra, bangun! Utary lagi kontraksi. Kayaknya dia bakal ngelahirin!" seru Livia panik. N

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ngesot

    Livia dibuat termangu oleh permintaan Rajendra. Bibirnya setengah terbuka namun tidak ada sepatah kata pun yang keluar. Livia menatap wajah Rajendra yang tampak lelah dengan mata yang hampir terpejam. Ada sesuatu yang ingin ia katakan tapi ditelannya kembali.Jauh di dalam hatinya ada amarah yang mendidih, tetapi juga rasa sayang yang masih bertahta."Baik." Akhirnya Livia menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar.Rajendra membalas dengan anggukan kepala, tidak menangkap perasaan apa pun yang terefleksi dari tatapan Livia. Ia segera menuju tempat tidur dan merebahkan tubuhnya. Dalam sekejap lelaki itu terlelap.Keluar dari kamar, Livia menujukan langkahnya ke kamar Utary. Diketuknya pintu dengan perlahan."Ngapain sih, Ndra, pake ketuk pintu segala?" Suara Utary terdengar dari dalam. Livia memutar gagang pintu dan mendorongnya. Tatapan Utary seketika berubah penuh kecurigaan ketika tahu Livialah yang datang. Tadinya ia pikir Rajendra."Rajendra mana?" Utary bertanya dengan nad

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Aku Butuh Kamu

    Livia terdiam memandangi Utary yang tersenyum dengan penuh kemenangan. Perkataan wanita itu menggema di kepalanya tanpa mampu ia singkirkan.Di sisi pahanya sebelah tangan Livia yang bebas terkepal. Dadanya terlalu sesak. Dengan keberanian yang mulai terkumpul Livia mengangkat dagu, mempertemukan tatapannya dengan mata Utary."Utary ..." Suara Livia begitu tenang. "Saya nggak akan peduli apa pun yang kamu katakan. Tapi satu hal yang jelas saya adalah istri Rajendra satu-satunya yang sah baik dari segi agama ataupun negara. Apa pun yang terjadi, posisi itu nggak akan berubah."Hati Utary panas mendengarnya namun perempuan itu menutupi dengan tawa. Tawa sinis yang terkesan meremehkan. "Kamu itu cuma istri di atas kertas, Livia. Sadar nggak sih? Sedangkan di hati Rajendra kamu bukan siapa-siapa."Puncak kemarahan Livia sudah sampai ubun-ubun tapi ia tetap berusaha menahan diri. "Dan apa kamu tahu apa yang nggak berubah dari Rajendra?"Dahi Utary berkerut. Ia bingung tapi tertarik ingin t

DMCA.com Protection Status