Share

Siapa Bapaknya?

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-25 20:24:25

Badan Livia sungguh terasa sangat tidak enak pagi ini. Kepalanya pusing. Ada gelombang dalam perutnya yang ingin menerjang keluar. Berkali-kali ia bolak-balik kamar mandi hanya untuk muntah.

Setiap kali ia mencoba kembali berbaring di atas sofa dinginnya, gelombang mual kembali menyerang. Memaksanya tertatih-tatih ke kamar mandi.

"Huek ... Huek ... Huek ..."

Suara muntahan kembali menggema, membuat tubuh Livia semakin lelah. Ia menghela napas panjang tapi perasaan sakit itu tidak kunjung reda. Pandangannya nanar, tubuh Livia juga gemetar. Livia tidak tahu apa ia sanggup bertahan tanpa meringkuk di sofa sepanjang hari ini.

Livia lalu keluar dari kamar mandi dengan agak terhuyung.

"Huek huek huek. Ngapain sih muntah-muntah terus? Ribut aja kayak orang lagi hamil," omel Rajendra yang masih membungkus dirinya dengan selimut. Entah ada angin apa, tadi malam Rajendra tidur di kamarnya dengan Livia.

Detik itu juga langkah kaki Livia terhenti. Sontak dipegangi perut dengan tangannya yang beb
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Debora Susana
Rajendra gak punya hati ya, Livia cuma tidur sama kmi doang beda sama Utari, Livia masih aja diragukan
goodnovel comment avatar
Silent Heart
Haha, beneran ditanyain sama Rajendra. Woy Rajendra, daripada nanyain anak siapa dikandungan Livia, mending urusin tuh si Randu anak kamu bukan. Giliran sama Livia aja tanyanya pake emosi, eh kalo sama Utary, diancam dikit aja udah mohon mohon minta maaf, cih. Tabok lagi tuh Liv.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan

    Livia mencengkeram sprei di sisi badannya. Napasnya sesak akibat mencoba menahan bobot tubuh Rajendra yang berada di atasnya. Lelaki itu terus bergerak. Menghujam dengan kencang dan menghentak dengan cepat. Membuat Livia melenguh kesakitan. Namun, apa Rajendra peduli? Tentu tidak. Lelaki itu sibuk menikmati sendiri tanpa mau tahu perasaan Livia. Hujaman tajam terus diberikan, hentakan demi hentakan Livia terima. Hanya lirihan perih yang terus terlontar dari bibirnya. Sampai tubuh Rajendra mengejang. Lelaki itu mendapat pelepasannya. Beberapa detik setelah sensasi itu pergi Rajendra menarik diri. Ia buru-buru mengenakan pakaiannya. "Pergi! Tidur di sofa!" perintah lelaki itu pada Livia yang masih berbaring di tempat tidur. Suaranya sedingin tatapannya. Livia cepat mengenakan pakaiannya atau Rajendra akan marah. Diambilnya tongkat yang tersandar di sisi tempat tidur kemudian berjalan terpincang-pincang menuju sofa. Di sanalah Livia tidur setiap malam. Lebih tepatnya sejak i

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Dikhianati Di Depan Mata

    Betapa terkejutnya Livia mendengar pengakuan perempuan yang kemudian ia ketahui bernama Utary itu.Bagaimana bisa perempuan itu hamil? Apa itu artinya Rajendra sudah mengkhianati Livia?Dengan hatinya yang hancur Livia menahan air matanya di depan Utary. Ia tidak boleh menangis menunjukkan kelemahannya."Nggak mungkin kamu mengandung anak Rajendra. Suami saya orangnya sangat setia. Dia nggak mungkin mengkhianati saya. Tolong jangan menipu.""Aku nggak menipu. Anak ini memang anak Rajendra. Kami melakukannya atas dasar perasaan cinta," ucap Utary bangga. "Justru aku yang harusnya meragukan kamu. Perempuan seperti kamu istrinya Rajendra? Nggak mungkin!" Utary memindai sekujur tubuh Livia dari puncak kepala hingga bawah kaki, menunjukkan betapa tidak percayanya dia. Perempuan itu terkejut ketika melihat Livia bertumpu pada sebuah tongkat. "Nggak mungkin kamu istrinya. Kamu hanya pembantu di rumah ini kan?" hinanya dengan pandangan merendahkan."Saya bukan pembantu. Saya istri Rajendra ya

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Dia Hanya Pembantu

    Suara yang ditimbulkan kotak makan membuat Rajendra dan wanitanya terkejut. Keduanya sontak memisahkan diri setelah tadi larut dalam ciuman panas yang membara.Rajendra menggeram kesal menyadari Livialah yang datang. Apalagi perempuan itu langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Tadi saking asyik berciuman ia tidak tahu bahwa Livia sudah mengetuk pintu."Mau apa?" tanya lelaki itu dingin pada Livia yang berdiri membatu.Segala pertanyaan yang tersusun runut di benak Livia buyar begitu saja mengetahui perbuatan Rajendra dan wanita yang berciuman dengannya adalah Utary."Kamu lagi!" seru Utary jengkel. "Ndra, kenapa kamu biarkan perempuan itu datang ke sini? Tadi di rumah kamu dia mengaku-ngaku jadi istrimu. Tapi Tante Marina bilang dia hanya pembantu. Jadi mana yang benar?""Ya, dia hanya pembantu," kata Rendra menjawab sambil memandang Livia dengan tatapannya yang tajam. Ia benci Livia yang selalu saja datang ke kantornya untuk mengantar makanan.Hancur sudah hati Liv

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ceraikan Saya

    Livia tidak punya tempat untuk berteduh. Ingin menginap di hotel tapi ia tidak punya uang lebih. Rajendra membatasi uang belanjanya yang hanya cukup untuk keperluan Livia sehari-hari. Jadi, Livia terpaksa pulang ke rumahnya setelah seharian ini berada di luar. Kepulangan Livia disambut oleh wajah masam mertuanya. "Dari mana kamu? Seharian keluar rumah sesukamu. Kamu pikir kamu siapa yang bisa seenaknya keluar masuk rumah ini?" "Maaf, Bu, tadi saya ke kantor mengantar makan siang untuk Rajendra." "Itu tadi siang. Apa kamu nggak tahu kalau sekarang sudah malam?" Livia hanya bisa menunduk mendengar perkataan mertuanya. Ia pikir dengan tidak meladeni Marina perempuan itu menganggap masalah selesai sampai di sana. Nyatanya Livia salah. Marina terus menyalahkannya. "Oh, jadi selain pincang kamu juga tuli sekarang?" kesalnya lantaran Livia tidak merespon perkataannya. Livia mengangkat wajah, mempertemukan tatapannya dengan sang mertua. "Maaf, Bu, saya salah," akunya tidak ingin

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Terbakar Emosi

    "Jangan harap. Itu nggak akan pernah terjadi. Bukan karena aku mencintai kamu, tapi karena aku ingin melihatmu menderita seperti yang selama ini kurasakan." Perkataan Rajendra kemarin malam yang menolak untuk menceraikannya terus terngiang-ngiang oleh Livia dan terbawa sampai hari ini. Livia tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Rajendra bisa menderita? Lelaki itu mendapat apa pun dari Livia. Setiap kali Rajendra menginginkan tubuhnya Livia selalu bersedia. Pernah saat Livia sedang sakit ia tetap melayani Rajendra lantaran lelaki itu terus memaksa. Jadi, kalau pun ada yang menderita di dalam pernikahan ini, Livia adalah satu-satunya. Tapi, pernahkah Rajendra menyadari akan hal itu? "Aww!!!" Livia terpekik kesakitan. Akibat melamun tangannya jadi ikut teriris bersama bawang. Livia segera membersihkan jarinya yang berdarah dengan air di wastafel. Namun darahnya tetap keluar. Tadi ia mengiris terlalu kuat sehingga lukanya ikut dalam. 'Aku harus beli obat merah atau plester,' pik

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ancaman Rajendra

    Livia menatap lembaran uang yang dilempar Rajendra ke hadapannya dengan tatapan memburam akibat sepasang matanya yang berselimut kabut air mata. Hatinya sedih lantaran cara Rajendra memperlakukannya dan hanya menilainya sebatas uang. "Kenapa diam? Masih kurang uangnya? Berapa lagi yang kamu butuh, hah?" Rajendra membuka lagi dompetnya, mengambil kembali sejumlah uang dari sana, melemparnya ke muka Livia. "Kenapa kamu jahat sama saya, Ndra? Salah saya apa?" tanya Livia lirih dengan air mata yang hampir berderai. Rajendra berdecih. "Masih bisa bertanya salahmu apa?" "Saya memang nggak tahu, Ndra." "Itu karena kamu bodoh!" sergah Rajendra melampiaskan segala sakit hatinya. "Sekarang suruh orang itu pergi. Aku nggak mau ngeliat dia menginjakkan kaki di rumahku lagi!" Livia cepat menggelengkan kepalanya. "Saya sudah terlanjur menerima uang dari Pak Ryuga," dustanya. Yang sebenarnya ia belum menerima sepeser pun dari Ryuga. Mereka baru sekadar berkenalan. "Kembalikan!" Kata be

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Cinta Sendiri

    "Selamat malam, Bu Livia, saya mengantar Hazel les," kata Ryuga setelah Livia muncul dan duduk di hadapannya."Selamat malam, Pak Ryuga," jawab Livia ramah. Ekspresinya begitu ceria. Tidak ada yang tahu jika sesaat yang lalu Livia baru bertengkar hebat dengan suaminya. "Hazel silakan ditinggal ya, Pak. Nanti Bapak bisa jemput satu setengah jam lagi," sambung perempuan itu."Baiklah, Bu." Ryuga lantas berdiri, bersiap untuk pergi."Papa, jangan telat jemput aku ya, Pa," kata Hazel sebelum ayahnya meninggalkannya dengan Livia."Tentu, Sayang, Papa akan tepat waktu," janji pria itu.Sepeninggal Ryuga, Livia mengajak Hazel ke ruangan lain yang berada tepat di depan kamarnya. Di sanalah aktivitas belajar mengajar diselenggarakan.Hari pertama Livia mengajarkan matematika. Tadi Ryuga sempat bercerita padanya bahwa sang putri lemah dalam bidang pelajaran itu."Hazel, Bu Livia tinggal sebentar ya. Sekarang coba kamu kerjakan soal-soal ini dari nomor satu sampai sepuluh," kata Livia memberi in

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kejutan Untuk Livia

    Livia menggenggam ponselnya dengan tangan gemetar. Sudah sejak tadi benda tersebut berada di dalam genggamannya. Livia melakukan itu hanya untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak salah lihat.Livia mengerjap berkali-kali dan ia mendapati hal yang sama. Di layar ponselnya terpampang dengan begitu nyata potret-potret yang memuat kemesraan Rajendra dengan Utary.Dada Livia sesak. Hatinya hancur. Batinnya terluka. Tidak ada yang lebih menyakiti Livia selain menyaksikan sendiri suaminya berbagi kehangatan dengan wanita lain. Livia lebih suka Rajendra membentak-bentaknya atau memperlakukannya dengan dingin ketimbang melihat kemesraan yang dipamerkan lelaki itu dan wanitanya.Ketika Livia akan menghubungi Rajendra sekali lagi untuk menanyakan maksud pria itu mengirim foto-foto tersebut, ponsel lelaki itu sudah mati. Livia tahu Rajendra sengaja melakukannya.Sampai keesokan pagi ketika Livia terbangun di sofanya yang dingin, ia tidak melihat Rajendra. Pria itu tidak ada di kasurnya yang besar. I

Bab terbaru

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Siapa Bapaknya?

    Badan Livia sungguh terasa sangat tidak enak pagi ini. Kepalanya pusing. Ada gelombang dalam perutnya yang ingin menerjang keluar. Berkali-kali ia bolak-balik kamar mandi hanya untuk muntah.Setiap kali ia mencoba kembali berbaring di atas sofa dinginnya, gelombang mual kembali menyerang. Memaksanya tertatih-tatih ke kamar mandi."Huek ... Huek ... Huek ..." Suara muntahan kembali menggema, membuat tubuh Livia semakin lelah. Ia menghela napas panjang tapi perasaan sakit itu tidak kunjung reda. Pandangannya nanar, tubuh Livia juga gemetar. Livia tidak tahu apa ia sanggup bertahan tanpa meringkuk di sofa sepanjang hari ini.Livia lalu keluar dari kamar mandi dengan agak terhuyung."Huek huek huek. Ngapain sih muntah-muntah terus? Ribut aja kayak orang lagi hamil," omel Rajendra yang masih membungkus dirinya dengan selimut. Entah ada angin apa, tadi malam Rajendra tidur di kamarnya dengan Livia.Detik itu juga langkah kaki Livia terhenti. Sontak dipegangi perut dengan tangannya yang beb

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Aku Adalah Prioritas

    "Bu Livia!!!" teriak Hazel panik sembari mengguncang bahu Livia pelan.Ryuga yang mendengar teriakan Hazel langsung berlari ke arah mereka. Dilihatnya Livia terkulai lemah di pundak Hazel. Sepasang matanya terpejam. Wajahnya tampak semakin pucat."Livia! Livia!" panggil Ryuga cemas sembari mengguncang pundak wanita itu. "Bangun, Livia!"Akhirnya Livia membuka matanya. Sejenak tatapannya terlihat kosong sebelum sepenuhnya sadar."Maaf, saya hanya sedikit pusing," ujarnya lemah."Apanya yang sedikit? Kamu udah sempat pingsan begitu," omel Ryuga kemudian memapah Livia yang nyaris jatuh dari kursinya."Papa, gimana kalau Bu Livia kita bawa ke dokter," usul Hazel yang berdiri di dekat keduanya. Anak itu masih panik.Ryuga mengiakan. Ditatapnya Livia dengan muka serius. "Liv, saya antar kamu ke dokter sekarang."Cepat-cepat Livia gelengkan kepalanya. "Nggak perlu. Saya nggak apa-apa. Tadi hanya sedikit pusing. Dibawa istirahat sebentar juga baikan.""Livia, jangan keras kepala. Ayo kita ke

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Saya Baik-Baik Saja

    Rajendra menarik napas dalam-dalam dengan perasaan dongkol. Ditutupnya tirai kemudian tergesa menuju kamar Utary. Tangisan Randu terdengar kian lantang disusul teriakan Utary yang tidak sabar."Lama banget sih!" Utary bersungut-sungut ketika melihat Rajendra muncul."Kenapa bukan kamu sendiri yang urus?" balas Rajendra tak kalah kesal.Utary yang berdiri di pojok ruangan merotasi matanya dengan ekspresi malas. "Mana bisa aku ngurus gituan. Jijik aku tuh, Ndra. Lagian itu kan kerjaan Livia," ujarnya dengan ekspresi jijik lalu menutup hidung.Rajendra menggeleng-gelengkan kepalanya namun tidak lagi berkata apa-apa. Ia sedang malas bertengkar. Mood-nya baru saja memburuk akibat Livia pergi dengan Ryuga tadi.Rajendra mendekati Randu. Wajah bayi kecil itu memerah akibat terlalu lama menangis. Rajendra mengganti popok anak itu dan membersihkan kotorannya. Sedangkan Utary bersandar di dinding sambil mengamati itu semua.Setelah selesai Rajendra menggendong Randu hingga tangisnya reda. Wajah

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Sikap Livia

    Test pack tersebut masih berada di tangan Livia. Dua garis merah di sana bagaikan sebuah mukjizat yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun di balik perasaan bahagia yang membuncah ada kekhawatiran yang menyelinap.Bagaimana sikap suaminya menanggapi hal besar ini?Apakah Rajendra akan menerima dengan senang hati atau justru sebaliknya? Livia tidak ingin kehadiran janin kecil di dalam rahimnya dianggap sebagai beban baru. Apalagi sudah ada Randu.Berbagai pikiran tersebut membuat Livia resah. Akan tetapi Livia juga menyadari bahwa berita ini adalah kesempatan untuk membuktikan dan mematahkan dugaan orang-orang. Ia ingin menunjukkan pada orang-orang yang menghinanya bahwa ia tidaklah serendah seperti yang mereka kira. Ia memiliki sesuatu yang berharga, yaitu janin yang sedang tumbuh di dalam rahimnya.Lama menenangkan diri, Livia memutuskan untuk menyimpan kabar ini sementara waktu. Ia ingin memastikan bahwa dirinya siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi nantinya.

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Bagaimana Cara Mengatakannya?

    Livia terpincang ke kamarnya dengan pelan. Meskipun sudah pergi dan membelakangi Marina serta Utary, tetapi Livia masih merasakan tatapan tajam keduanya yang tertuju padanya.Setelah tiba di kamar Livia menutup pintu dengan pelan lalu merapatkan tubuhnya ke balik pintu tersebut. Livia merasa begitu lelah, baik secara fisik maupun emosional.Kemudian ia melangkah ke sofa dinginnya dan duduk di sana. Dalam kesendirian tersebut Livia meremas ujung bajunya.Perkataan Marina masih terus berputar-putar di kepalanya. Setiap kali terngiang, perasaan sakit yang ia rasakan semakin dalam.Istri yang mandul, tidak berguna, yang kerjanya hanya makan serta tidur.Livia menghela napas mencoba menguatkan diri. Namun dirinya justru semakin rapuh.Perasaan mual itu kembali datang. Kali ini disertai perasaan ingin muntah. Livia cepat meraih tongkatnya kemudian bergegas menuju kamar mandi.Livia menangkup di wastafel mengeluarkan segala isi perutnya sampai ia kehabisan tenaga. Ketika ia mengangkat wajah,

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kedatangan Tamu

    Setelah tiba di kamar mandi Livia menatap refleksinya di cermin. Wajahnya terlihat lebih pucat dari yang sudah-sudah. Tubuhnya juga terasa sangat lemah. Dipercikkannya air dingin ke wajahnya. Namun ternyata tidak bisa menghilangkan mual yang menerpanya.Mungkin aku terlalu kelelahan mengurus Randu, batinnya.Teringat Randu yang ia tinggalkan begitu saja ditambah lagi tangisan anak itu membuat Livia cepat-cepat keluar dari kamar mandi."Astaga, Randu sayang, maafin Mama, Nak, Mama nggak tahu kalau kamu udah bangun. Mama tadi lagi nyetrika baju kamu, Sayang." Livia mendengar suara Utary lalu melihatnya tergopoh-gopoh menuju stroller Randu dan menggendong anak itu. Utary tidak sendiri di sana tapi ada juga Marina, mertuanya."Bu Marina. Saya nggak tahu kalau Ibu datang," sapa Livia. Ia bermaksud menjabat tangan Marina sebagai tanda sopan santun pada mertuanya.Alih-alih akan menyambutnya wanita itu malah menyilangkan tangan di dada dan membiarkan tangan Livia menggantung di udara.Dengan

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Jangan Sebut Dia Anak Haram

    Livia sedang mengajak Randu jalan-jalan pagi di sekeliling rumah. Anak itu begitu anteng di dalam stroller. Semilir angin yang berembus membuat anak itu terkantuk-kantuk. Livia tersenyum melihatnya. "Ngantuk ya, Nak?" Livia mengecup pipi anak itu gemas.Tiba-tiba ponselnya berbunyi, membuat perhatian Livia teralihkan. Ia mengeluarkan benda itu dari dalam sakunya. Senyum terukir di bibirnya menyaksikan nama Langit tertera di layar.Livia jawab panggilan tersebut dengan nada ceria. "Iya, Lang. Tumben nelepon pagi-pagi?"Di seberang sana suara Langit juga terdengar riang. "Nggak boleh emang? Aku lagi kangen ngobrol sama kamu nih. Kamu ngapain?"Livia tertawa ringan. Diliriknya Randu yang sudah hampir tertidur di dalam stroller. "Saya lagi ajak Randu jalan-jalan ngelilingin rumah. Dia kayaknya udah mau tidur. Kalau kangen kenapa nggak ke sini aja?""Di sana herdernya galak, jadi takut kalau mau ke sana." Langit menjawab dengan nada bercanda. Livia tertawa lagi. Begitu tipis."Eh, Liv, n

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Apa Dia Benar Anakku?

    Rajendra melangkah ke kamar Utary dengan berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalanya. Setelah pintu kamar ia buka, Rajendra mendapati Utary sedang leyeh-leyeh di atas tempat tidur sambil main hp.Melihat pemandangan itu Rajendra menghela napasnya."Tary," panggil Rajendra datar.Utary melihat sekilas kemudian kembali fokus pada ponselnya. "Ada apa, Ndra?" tanyanya acuh tak acuh sambil tetap memainkan ponselnya.Rajendra berdiri di sisi pintu, mengamati Utary dengan tatapan menusuk. "Kenapa bukan kamu yang mandiin Randu? Kenapa Livia?"Dengan malas Utary meletakkan ponselnya. "Kan udah aku bilang. Aku masih belum pulih, Ndra. Aku takut nanti Randu jadi kenapa-napa. Kalau dia jatuh saat aku mandiin gimana? Lagian Livia juga nggak keberatan. Dia happy-happy aja tuh."Rajendra membawa langkahnya mendekat. Hingga dirinya dan Utary saling berhadapan. "Tary, ini bukan soal happy atau enggak. Tapi soal kewajiban kamu sebagai ibu. Aku lihat Randu lebih dekat dengan Livia, bukannya dengan k

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Hati Yang Panas

    Perkataan Langit membuat langkah Rajendra terhenti. Rahangnya menegang. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Langit seolah tahu caranya menusuk di tempat yang paling menyakitkan.Bersama napasnya yang menderu Rajendra memutar badan menghadap Langit. Tatapannya lebih tajam dari pisau, seakan hendak mengiris siapa pun yang berani menyakiti hatinya."Lo kalo ngomong hati-hati." Rajendra mengingatkan dengan nada penuh ancaman. Ia khawatir kalau saja ada orang yang berada di dekat mereka dan mendengar ucapan Langit tadi.Langit terkekeh. Tidak merasa gentar sama sekali. "Selow, Ndra. Gue kan cuma nanya. Kok lo jadi marah? Topiknya terlalu sensitif ya? Atau ..." Langit berhenti sesaat membiarkan pertanyaannya menggantung di udara. Kemudian ia kembali melanjutkan. "Lo mulai ngerasa bersalah sama Livia?"Geraman kecil keluar dari mulut Rajendra. Ia memang terusik mendengar nama Livia disebut. Tapi tidak mungkin ia menunjukkannya pada Langit."Urusannya apa sana lo?" Rajendra membalas de

DMCA.com Protection Status