"Mas Yuda, mau ke mana?"
Vhena melirik suaminya yang tengah sibuk merapikan pakaian."Mau ke kantor, ada pekerjaan mendadak. Mas pergi dulu, ya."'Cup!'Yuda berpamitan seraya mencium dahi Vhena."Aku ikut ya, Mas?" ujar Vhena."Kamu di rumah saja, jangan terlalu lelah. Ingat sekarang sedang menjalani progam hamil," bujuk Yuda.Vhena sang istri hanya menurut. Sebelumnya, Vhena sudah sempat hamil dua kali. Akan tetapi, tidak ada bayi yang lahir. Janin yang ia kandung selalu gugur saat menginjak usia dua bulan.Dengan berkonsultasi ke dokter spesialis, Vhena diberikan beberapa obat untuk diminumnya. Dokter juga mengingatkan untuk mengurangi aktifitas, sebab jika terlalu sering kelelahan itu juga bisa membuat kemungkinan kehamilan menurun.Akhirnya, Yuda pergi ke kantor dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Ia memiliki perusahan tekstil terbesar di kotanya. Sementara Vhena bekerja sebagai penjual barang-barang dan kosmetik online yang ia buka sendiri di rumah.Hari sudah menjelang sore. Tepat pukul lima sore, Vhena segera mengirimkan bekal makanan untuk suaminya dengan memesan kurir dari aplikasi hijau. Tadi, Yuda tidak menjelaskan jam berapa akan pulang. Sebagai istri, tentu ia khawatir dan memikirkan suaminya yang mungkin saja kelaparan.Untuk itu, Vhena kemudian memesan kurir pengantar untuk mengantarkan bekal milik sang suami.Menunggu beberapa saat, Vhena mendapatkan telepon dari kurir yang mengantarkan pesanannya."Hallo, Mas. Bekalnya sudah sampai?" tanya Vhena."Maaf, Mbak. Security bilang hari ini kantor tutup.”Dahi Vhena berkerut dalam. "Hah, tutup?" gumam Vhena yang masih terdengar oleh kurir itu."Jadi bagaimana, Mbak? Apa mau dibawa pulang lagi?"Wanita itu kemudian mengembuskan napas panjang, seraya berkata, "Kalau begitu, berikan saja bekal itu pada Pak satpam. Terima kasih banyak ya, Mas,"ujar Vhena kemudian mematikan panggilan telepon."Tadi kata Mas Yuda ada pekerjaan mendadak. Tapi kok kantor tutup ya? Apa pekerjaannya di luar kantor?" Vhena berdiri di dekat jendela kantor rumahnya sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri. "Tapi pekerjaan apa yang di lakukan di luar kantor?"Hingga pukul sebelas malam, Yuda tidak kunjung pulang. Vhena sampai tertidur di sofa ruang tamu dalam keadaan lampu rumah yang masih menyala, menunggu kepulangan sang suami dengan setia.Pagi hari, Vhena terbangun dan mengedarkan pandangan ke sekitar. Ia yang semalam tidur di ruang tamu, kini telah berada di kamarnya.Vhena yakin, Yuda pasti menemukannya tertidur semalam. Karena tidak tega membangunkan sang istri, pria itu pun membopongnya menuju kamar.Sedikit tersentuh, Vhena menatap Yuda yang masih tertidur pulas di sampingnya. “Terima kasih, Mas.”'Cup!'Vhena mencium kening Yuda sebelum turun dari ranjangnya. Masih menggunakan daster serut Vhena bergegas ke dapur untuk membuatkan sarapan.Sebuah menu spesial yang diyakini adalah makanan kesukaan Yuda telah tersaji dari tangan penuh cinta Vhena. Ia, dengan perasaan yang gembira menyiapkan semua kebutuhan suaminya dan memastika suaminya itu terpenuhi asupan gizinya.Setelah memasak, sebelum membangunkan Yuda, Vhena memilih untuk mandi terlebih dahulu. Usai rapi dengan dress setinggi lutut dengan rambut tergerai lurus, wanita itu menghampiri Yuda."Mas, bangun yuk. Aku sudah siapkan sarapan." Vhena terus berusaha membangunkan suaminya. Terlihat Yuda menggeliat untuk meregangkan otot-otot tubuhnya."Sudah jam berapa, Sayang?" tanya Yuda dengan suara khas orang bangun tidur."Ini sudah jam enam lebih, Mas. Mandi dulu gih.”Yuda pun bangkit dan beranjak dari kasurnya, berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Vhena sudah berada di dapur. Ia menyajikan nasi goreng yang ia siapkan sebagai menu sarapan mereka, berbeda dengan menu bekal makan siang milik suaminya."Morning, Sayang," sapa Yuda sembari duduk di kursi makan.Mereka makan dengan diam. Namun, tiba-tiba ingatan Vhena tertaut pada informasi kurir kemarin, jika kantor tutup padahal sang suami izin untuk bekerja.Tidak ingin terbawa rasa penasaran, Vhena pun memilih membuka pembicaraan, "Mas.” Yuda berdeham sambil terus menyantap nasi goreng yang terasa sangat enak itu. "Kamu kemarin seharian kerja di luar ya, Mas?"Pertanyaan Vhena membuat Yuda berhenti mengunyah."Maksudnya?"Yuda memicingkan kedua matanya."Kemarin aku mengirimkan kamu bekal. Tapi Pak Hasan bilang kantor sedang tutup," jelas Vhena dengan polos."Oh, iya, memang benar aku bekerja di luar.” Ia menuntaskan kunyahannya sebelum melanjutkan bicara, “Kemarin, aku ada janji dengan klien baru. Dia minta desain gaun pernikahan tapi ngajak ketemu di Cafe, dan klien aku kali ini unik, Sayang," balas Yuda sangat antusias."Unik gimana, Mas?" tanya Vhena tersenyum.Lalu, mengalirlah cerita Yuda tentang pekerjaan dadakannya kemarin. Pria itu bercerita dengan semangat, tetapi terselip juga keluhan tentang permintaan klien yang ruwet. Sebagai istri yang baik dan mendukung suami, Vhena mendengarkan dengan baik, juga tidak lupa memberikan saran singkat untuk sang suami.Setelah selesai sarapan, Yuda langsung berpamitan untuk berangkat bekerja."Mas, nanti aku boleh gak nyusul kamu ke kantor?" tanya Vhena."Boleh kok. Kantor aku kan kantor kamu juga, Sayang. Kamu bebas datang kapan saja.”Vhena merasa bahagia menikah dengan Yuda. Meskipun sekarang Yuda sudah jarang mengajaknya keluar, tetapi, sikap hangat Yuda masih diberikan untuknya.Pukul 12:00 WIB.Vhena mengendarai motornya menuju ke kantor. Saat tiba di loby, ia bertemu dengan seorang wanita berpakaian seksi tanpa mengenakan jas. Padahal di perusahaan itu semua pekerja wajib mengenakan kemeja dengan jas, bukan hanya kemejanya saja."Maaf, nama kamu siapa ya?" tegur Vhena."Saya Jheny. Saya sekretarisnya Pak Yuda," jawab wanita itu.Tentu membuat mulut Vhena sedikit menganga. Sang suami tidak pernah bercerita ada sekretaris baru di sini, apalagi sekretarisnya itu berparas seperti Jheni … muda, seksi dan begitu berani memamerkan lekuk tubuhnya.Ada rasa cemburu yang mencuat di hati Vhena. Kendati begitu, ia mencoba membuang pikiran itu jauh-jauh. "Oke. Lain kali pakai jasmu. Peraturan perusahaan, semua karyawan diharuskan memakai jas.”Vhena menegaskan kembali peraturan yang dilanggar sekretaris Yuda itu sebelum melangkah menuju ruangan sang suami. Tidak lupa, kedatangan Vhena ke sini juga untuk mengetahui perkembangan perusahaan ini. Meski tidak terlibat langsung, Vhena merasa harus tahu semuanya.Setelah beberapa menit mengecek data, Vhena bergegas ke ruangan pribadi Yuda. Suara heels tinggi yang dipakainya terdengar menggema seiringan dengan langkah kakinya yang Anggun.Merasa kedatangannya sudah direstui dan diketahui sang suami, ia pun langsung membuka pintu tersebut.Ceklek!Vhena membuka pintu."Mas?” Matanya terbelalak ketika ia melihat seorang wanita berada di ruang pribadi suaminya."Jheny, kamu ngapain di sini?"Wanita yang berada di ruang pribadi suaminya adalah Jheni, sang sekretarisa yang tadi ia temui. Vhena menatap wanita itu dengan tatapan curiga."Saya sedang ada urusan dengan Pak Yuda.” Wanita itu bahkan menyahut dengan berani. Pandangan matanya menatap sengit pada netra Vhena. “Anda sendiri untuk apa ada di sini? Ini kan ruang pribadi Pak Yuda?”"Saya istrinya Mas Yuda. Saya juga sering pergi ke kantor ini. Semua staf di sini mengenal saya. Apa kamu sekretaris baru di sini?" tanya Vhena sambil menjelaskan. Sedikit banyak, ia mulai kesal dengan kesemena-menaan wanita itu"Ada apa ini?" Terdengar suara bariton dari arah toilet, membuat dua wanita itu menoleh ke arah sumber suara.Melihat sang suami, segera Vhena menghampiri. "Mas, ini aku bawakan cemilan kesukaan kamu," ujar Vhena dengan mesra, tak lupa menggandeng lengannya."Kamu baik sekali, Sayang. Tapi tidak usah repot-repot. Bekal tadi juga belum sempat aku makan," balas Yuda seraya berjalan ke ara
Pagi hari kembali tiba. Matahari pun kembali menyinari cahayanya. Yuda kini sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. "Sayang, nanti kalau mau ke kantor kamu kabari aku dulu,ya?" pinta Yuda sebelum masuk ke mobilnya. "Memangnya kenapa, Mas? Bukan kah biasanya aku juga bebas untuk datang ke kantor kapanpun aku mau? Kamu kemarin juga bilang seperti itu, kan?" tanya Vhena. "Sayang, perusahaan kan sedang melejit pesat, takutnya kamu datang saat aku sedang mengerjakan tugas yang tidak bisa aku tinggal. Takut menganggu, Sayang," jelas Yuda. "Jadi aku ganggu ya, Mas?" tanya Vhena dengan nada pelan. "Bukan begitu, Sayang," ujar Yuda. "Ya sudah, Mas. Nanti kalau mau ke kantor aku telpon kamu dulu. Berangkat gih sudah siang," ucap Vhena berusaha memberikan pengertian kepada suaminya. Vhena pun mencium punggung tangan Yuda sebelum mobil itu menjauh dari pekarangan rumah besar tempat tinggal mereka. Seperti biasa, keseharian Vhena mengurus orderan barang jualannya dan packing beberapa bara
Matahari bersinar, menembus gorden kamar Vhena. Ia terbangun karena silaunya cahaya itu. Tangannya meraba sesuatu yang biasanya selalu ada di sampingnya, di atas satu ranjang yang sama. Akan tetapi, matanya terbuka secara tiba-tiba tatkala ia tidak menemukan sesuatu yang ia cari. "Mas Yuda!" pekiknya dengan spontan bangkit dari perbaringannya. Vhena tidak melihat suaminya di sampingnya. Ia lupa jika semalam Yuda berpamitan melalui telepon jika dirinya sedang ada urusan dengan Bimo-teman sekantornya. "Astaga, aku lupa. Mas Yuda kan sedang ada urusan dengan Bimo. Lebih baik aku mandi dan memasak untuk Mas Yuda, agar pulang nanti suamiku bisa langsung makan," pikirnya dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Namun sebelum mandi, ia memilih untuk memasak terlebih dahulu agar tubuhnya terlihat segar dan wangi setelah memasak nanti. Sementara di sisi lain. Yuda juga baru selesai membersihkan diri dan bersiap untuk pulang. Tetapi, Jheny berusaha menahannya. "Mas, kita sarapan dulu
"Mas Yuda harus bertanggung jawab!" ujar tegas wanita itu dengan mata yang terus melotot. Dengan mengenakan pakaian seksi dan minim membuat bentuk tubuhnya sangat kentara dengan perut besarnya. "Tanggung jawab apa, Mbak?" Vhena memiringkan kepalanya. "Ini anak Mas Yuda. Dia sudah menghamili ku beberapa bulan yang lalu, sekarang aku sudah mendekati HPL. Mana mungkin bayi ini lahir tanpa seorang ayah!" jelas wanita itu dengan nada tegas. "Enggak mungkin, Mbak. Saya istrinya Mas Yuda," ujar Vhena tak percaya. "Bilang pada suami mu itu, nama ku Netha. Satu tahun kami berhubungan dia selalu meminta tubuh ku. Tapi saat tahu aku hamil dia meninggalkan ku begitu saja. Ingat Vhena, jika Mas Yuda tidak mau bertanggung jawab, rumah tangga mu juga akan merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Ingat itu!" ancam wanita itu sebelum pergi meninggalkan Vhena yang mematung. Jantungnya berdegup kencang. Matanya tiba-tiba buram akibat genangan air mata yang hampir tumpah. Wanita itu ter
"Mas, ini lipstik siapa?" tanya Vhena. "Punya kamu kan?" tanya Yuda kikuk. Sebenarnya ia tahu jika lipstik itu milik Jheny. Jheny yang bersembunyi di bawah meja lantas memejamkan matanya. Kedua tangannya meremas rok mininya dengan kencang. Ia takut jika Vhena melihatnya. "Enggak, bukan. Aku gak pernah punya lipstik dengan warna seperti ini, Mas. Bahkan ini bukan merk lipstik aku, dan aku juga gak pernah meninggalkan lipstik di kantor," jelas Vhena. "Mungkin kamu lupa.""Nih, aku kasih tahu punya ku." Vhena mengeluarkan lipstik miliknya dari dalam tas. "Tuh, beda, Mas. Merknya aja beda," lanjut Vhena sambil membandingkan warna lipstik yang ia temukan dengan lipstik miliknya. "Ya paling punya kamu, Sayang. Kalau bukan punya kamu terus punya siapa coba? Gak mungkin kan punya orang lain?" "Nah, itu. Harusnya aku yang nanya ke kamu, Mas. Gak mungkin banget kan kalau ada perempuan lain yang ke ruangan ini? Apalagi sampai ngeluarin benda pribadinya di sini," kata Vhena membalik ucapan
Satu bulan berlalu. Vhena sudah sangat bosan dengan kegiatannya di rumah yang hanya menonton televisi dan short videos di ponsel pintarnya. Rasanya ingin sekali ia mencari hal baru agar tidak bosan di rumah. Semenjak kejadian lipstik dengan pemilik gaib itu, ia tak lagi menemui Yuda ke kantor. Ia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya dan sekretarisnya yang bernama Jheni itu. "Mas, kamu mau kemana lagi? Ini kan sudah malam," tanya Vhena, melihat suaminya yang berpakaian rapi hendak keluar rumah. "Aku ada perlu dengan Bimo," jawab Yuda singkat. "Kamu baru saja pulang loh, Mas," "Ya memangnya kenapa? Ini urusan penting, Vhena," ujar Yuda dengan nada tegas. "Bukan begitu. Jika penting kenapa tadi tidak diselesaikan sekalian sebelum pulang?" "Sudahlah, aku pergi dulu. Aku akan pulang besok." Vhena menganga mendengar perkataan suaminya. Satu bulan terkahir Yuda sangat sering meninggalkannya sendirian hingga larut, bahkan tidak pulang. Yuda sudah jarang kembali ke rumah. Peker
"APA? HAMIL?!" pekik Yuda. Ia sedikit tak menyangka jika istrinya hamil. Berarti progam hamilnya berhasil. "Betul, Pak. Dari hasil USG usianya kini sudah memasuki 7 minggu," jelas dokter kandunga yang memeriksa kondisi Vhena. Yuda kemudian masuk ke ruang IGD tempat Vhena di rawat. "Ini tidak mungkin terjadi, Vhena," ujar Yuda langsung saat tahu Vhena sudah sadar. "Maksud Mas Yuda apa?" tanya Vhena bingung. Rupanya dokter itu belum memberitahu Vhena. "Kau hamil, dan usianya sudah 7 minggu. 2 bulan kurang 1 minggu." Yuda menjelaskan sambil memberikan foto hasil USG Vhena. Wanita itu pun menerima foto tersebut dan tersenyum memandangnya. Ada sebuah lingkaran kecil di dalam foto tersebut, dan di dalam lingkaran itu terdapat sebuah gambar yang lebih kecil lagi. Vhena rasa itu adalah calon janinnya. "Jelaskan padaku?!" ujar Yuda dengan nada marah. "Jelaskan apa, Mas? Ini kan yang kamu mau?" tanya Vhena dengan mata yang berkaca-kaca karena terharu. "Aku tidak lagi menyentuhmu. Bagaiman
"APA? HAMIL?!" pekik Yuda. Ia sedikit tak menyangka jika istrinya hamil. Berarti progam hamilnya berhasil. "Betul, Pak. Dari hasil USG usianya kini sudah memasuki 7 minggu," jelas dokter kandunga yang memeriksa kondisi Vhena. Yuda kemudian masuk ke ruang IGD tempat Vhena di rawat. "Ini tidak mungkin terjadi, Vhena," ujar Yuda langsung saat tahu Vhena sudah sadar. "Maksud Mas Yuda apa?" tanya Vhena bingung. Rupanya dokter itu belum memberitahu Vhena. "Kau hamil, dan usianya sudah 7 minggu. 2 bulan kurang 1 minggu." Yuda menjelaskan sambil memberikan foto hasil USG Vhena. Wanita itu pun menerima foto tersebut dan tersenyum memandangnya. Ada sebuah lingkaran kecil di dalam foto tersebut, dan di dalam lingkaran itu terdapat sebuah gambar yang lebih kecil lagi. Vhena rasa itu adalah calon janinnya. "Jelaskan padaku?!" ujar Yuda dengan nada marah. "Jelaskan apa, Mas? Ini kan yang kamu mau?" tanya Vhena dengan mata yang berkaca-kaca karena terharu. "Aku tidak lagi menyentuhmu. Bagaiman
Satu bulan berlalu. Vhena sudah sangat bosan dengan kegiatannya di rumah yang hanya menonton televisi dan short videos di ponsel pintarnya. Rasanya ingin sekali ia mencari hal baru agar tidak bosan di rumah. Semenjak kejadian lipstik dengan pemilik gaib itu, ia tak lagi menemui Yuda ke kantor. Ia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya dan sekretarisnya yang bernama Jheni itu. "Mas, kamu mau kemana lagi? Ini kan sudah malam," tanya Vhena, melihat suaminya yang berpakaian rapi hendak keluar rumah. "Aku ada perlu dengan Bimo," jawab Yuda singkat. "Kamu baru saja pulang loh, Mas," "Ya memangnya kenapa? Ini urusan penting, Vhena," ujar Yuda dengan nada tegas. "Bukan begitu. Jika penting kenapa tadi tidak diselesaikan sekalian sebelum pulang?" "Sudahlah, aku pergi dulu. Aku akan pulang besok." Vhena menganga mendengar perkataan suaminya. Satu bulan terkahir Yuda sangat sering meninggalkannya sendirian hingga larut, bahkan tidak pulang. Yuda sudah jarang kembali ke rumah. Peker
"Mas, ini lipstik siapa?" tanya Vhena. "Punya kamu kan?" tanya Yuda kikuk. Sebenarnya ia tahu jika lipstik itu milik Jheny. Jheny yang bersembunyi di bawah meja lantas memejamkan matanya. Kedua tangannya meremas rok mininya dengan kencang. Ia takut jika Vhena melihatnya. "Enggak, bukan. Aku gak pernah punya lipstik dengan warna seperti ini, Mas. Bahkan ini bukan merk lipstik aku, dan aku juga gak pernah meninggalkan lipstik di kantor," jelas Vhena. "Mungkin kamu lupa.""Nih, aku kasih tahu punya ku." Vhena mengeluarkan lipstik miliknya dari dalam tas. "Tuh, beda, Mas. Merknya aja beda," lanjut Vhena sambil membandingkan warna lipstik yang ia temukan dengan lipstik miliknya. "Ya paling punya kamu, Sayang. Kalau bukan punya kamu terus punya siapa coba? Gak mungkin kan punya orang lain?" "Nah, itu. Harusnya aku yang nanya ke kamu, Mas. Gak mungkin banget kan kalau ada perempuan lain yang ke ruangan ini? Apalagi sampai ngeluarin benda pribadinya di sini," kata Vhena membalik ucapan
"Mas Yuda harus bertanggung jawab!" ujar tegas wanita itu dengan mata yang terus melotot. Dengan mengenakan pakaian seksi dan minim membuat bentuk tubuhnya sangat kentara dengan perut besarnya. "Tanggung jawab apa, Mbak?" Vhena memiringkan kepalanya. "Ini anak Mas Yuda. Dia sudah menghamili ku beberapa bulan yang lalu, sekarang aku sudah mendekati HPL. Mana mungkin bayi ini lahir tanpa seorang ayah!" jelas wanita itu dengan nada tegas. "Enggak mungkin, Mbak. Saya istrinya Mas Yuda," ujar Vhena tak percaya. "Bilang pada suami mu itu, nama ku Netha. Satu tahun kami berhubungan dia selalu meminta tubuh ku. Tapi saat tahu aku hamil dia meninggalkan ku begitu saja. Ingat Vhena, jika Mas Yuda tidak mau bertanggung jawab, rumah tangga mu juga akan merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Ingat itu!" ancam wanita itu sebelum pergi meninggalkan Vhena yang mematung. Jantungnya berdegup kencang. Matanya tiba-tiba buram akibat genangan air mata yang hampir tumpah. Wanita itu ter
Matahari bersinar, menembus gorden kamar Vhena. Ia terbangun karena silaunya cahaya itu. Tangannya meraba sesuatu yang biasanya selalu ada di sampingnya, di atas satu ranjang yang sama. Akan tetapi, matanya terbuka secara tiba-tiba tatkala ia tidak menemukan sesuatu yang ia cari. "Mas Yuda!" pekiknya dengan spontan bangkit dari perbaringannya. Vhena tidak melihat suaminya di sampingnya. Ia lupa jika semalam Yuda berpamitan melalui telepon jika dirinya sedang ada urusan dengan Bimo-teman sekantornya. "Astaga, aku lupa. Mas Yuda kan sedang ada urusan dengan Bimo. Lebih baik aku mandi dan memasak untuk Mas Yuda, agar pulang nanti suamiku bisa langsung makan," pikirnya dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Namun sebelum mandi, ia memilih untuk memasak terlebih dahulu agar tubuhnya terlihat segar dan wangi setelah memasak nanti. Sementara di sisi lain. Yuda juga baru selesai membersihkan diri dan bersiap untuk pulang. Tetapi, Jheny berusaha menahannya. "Mas, kita sarapan dulu
Pagi hari kembali tiba. Matahari pun kembali menyinari cahayanya. Yuda kini sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. "Sayang, nanti kalau mau ke kantor kamu kabari aku dulu,ya?" pinta Yuda sebelum masuk ke mobilnya. "Memangnya kenapa, Mas? Bukan kah biasanya aku juga bebas untuk datang ke kantor kapanpun aku mau? Kamu kemarin juga bilang seperti itu, kan?" tanya Vhena. "Sayang, perusahaan kan sedang melejit pesat, takutnya kamu datang saat aku sedang mengerjakan tugas yang tidak bisa aku tinggal. Takut menganggu, Sayang," jelas Yuda. "Jadi aku ganggu ya, Mas?" tanya Vhena dengan nada pelan. "Bukan begitu, Sayang," ujar Yuda. "Ya sudah, Mas. Nanti kalau mau ke kantor aku telpon kamu dulu. Berangkat gih sudah siang," ucap Vhena berusaha memberikan pengertian kepada suaminya. Vhena pun mencium punggung tangan Yuda sebelum mobil itu menjauh dari pekarangan rumah besar tempat tinggal mereka. Seperti biasa, keseharian Vhena mengurus orderan barang jualannya dan packing beberapa bara
"Jheny, kamu ngapain di sini?"Wanita yang berada di ruang pribadi suaminya adalah Jheni, sang sekretarisa yang tadi ia temui. Vhena menatap wanita itu dengan tatapan curiga."Saya sedang ada urusan dengan Pak Yuda.” Wanita itu bahkan menyahut dengan berani. Pandangan matanya menatap sengit pada netra Vhena. “Anda sendiri untuk apa ada di sini? Ini kan ruang pribadi Pak Yuda?”"Saya istrinya Mas Yuda. Saya juga sering pergi ke kantor ini. Semua staf di sini mengenal saya. Apa kamu sekretaris baru di sini?" tanya Vhena sambil menjelaskan. Sedikit banyak, ia mulai kesal dengan kesemena-menaan wanita itu"Ada apa ini?" Terdengar suara bariton dari arah toilet, membuat dua wanita itu menoleh ke arah sumber suara.Melihat sang suami, segera Vhena menghampiri. "Mas, ini aku bawakan cemilan kesukaan kamu," ujar Vhena dengan mesra, tak lupa menggandeng lengannya."Kamu baik sekali, Sayang. Tapi tidak usah repot-repot. Bekal tadi juga belum sempat aku makan," balas Yuda seraya berjalan ke ara
"Mas Yuda, mau ke mana?"Vhena melirik suaminya yang tengah sibuk merapikan pakaian."Mau ke kantor, ada pekerjaan mendadak. Mas pergi dulu, ya."'Cup!'Yuda berpamitan seraya mencium dahi Vhena."Aku ikut ya, Mas?" ujar Vhena."Kamu di rumah saja, jangan terlalu lelah. Ingat sekarang sedang menjalani progam hamil," bujuk Yuda. Vhena sang istri hanya menurut. Sebelumnya, Vhena sudah sempat hamil dua kali. Akan tetapi, tidak ada bayi yang lahir. Janin yang ia kandung selalu gugur saat menginjak usia dua bulan.Dengan berkonsultasi ke dokter spesialis, Vhena diberikan beberapa obat untuk diminumnya. Dokter juga mengingatkan untuk mengurangi aktifitas, sebab jika terlalu sering kelelahan itu juga bisa membuat kemungkinan kehamilan menurun.Akhirnya, Yuda pergi ke kantor dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Ia memiliki perusahan tekstil terbesar di kotanya. Sementara Vhena bekerja sebagai penjual barang-barang dan kosmetik online yang ia buka sendiri di rumah.Hari sudah menjelang s