"Mas, ini lipstik siapa?" tanya Vhena.
"Punya kamu kan?" tanya Yuda kikuk.Sebenarnya ia tahu jika lipstik itu milik Jheny. Jheny yang bersembunyi di bawah meja lantas memejamkan matanya. Kedua tangannya meremas rok mininya dengan kencang. Ia takut jika Vhena melihatnya."Enggak, bukan. Aku gak pernah punya lipstik dengan warna seperti ini, Mas. Bahkan ini bukan merk lipstik aku, dan aku juga gak pernah meninggalkan lipstik di kantor," jelas Vhena."Mungkin kamu lupa.""Nih, aku kasih tahu punya ku." Vhena mengeluarkan lipstik miliknya dari dalam tas."Tuh, beda, Mas. Merknya aja beda," lanjut Vhena sambil membandingkan warna lipstik yang ia temukan dengan lipstik miliknya."Ya paling punya kamu, Sayang. Kalau bukan punya kamu terus punya siapa coba? Gak mungkin kan punya orang lain?""Nah, itu. Harusnya aku yang nanya ke kamu, Mas. Gak mungkin banget kan kalau ada perempuan lain yang ke ruangan ini? Apalagi sampai ngeluarin benda pribadinya di sini," kata Vhena membalik ucapan Yuda.Tok...tok...tok!"Masuk!" ucap Yuda."Maaf, Pak Yuda. Sudah ditunggu meeting," ujar seorang pegawai."Oke, saya segera ke sana," balas Yuda."Sudah ya, kita lupain masalah lipstik tak bertuan ini. Aku ada meeting, kamu pulang saja," ucap Yuda pada Vhena."Jadi kamu ngusir aku, Mas? Hanya karena lipstik ini?""Vhen, aku lagi gak mau berdebat sama kamu. Aku lagi banyak kerjaan dan kita ada meeting untuk acara anniversary perusahaan ini. Jadi tolong kami ngerti ya."Kletak!Tiba-tiba terdengar suara dari bawah meja."Suara apa itu, Mas?" tanya Vhena dengan menatap curiga ke arah meja."Mungkin tikus.""Ada-ada saja alasan kamu ini, Mas. Mana ada ruangan ber-Ac seperti ini ada tikusnya. Minggir." Vhena mencoba menggeser tubuh Yuda yang menutupi jalannya.Sudahlah, kita keluar saja. Aku ada meeting. Please kamu ngertiin aku dong!""Ya kalau mau meeting, meeting saja, Mas. Gak ada yang ngelarang kamu meeting kok. Biar aku tunggu di sini sambil buang tikus itu.""Vhena!" tiba-tiba Yuda membentak Vhena."Kamu bentak aku?""Sorry, aku mohon kita keluar." Yuda memelankan suaranya. Vhena pun menurut, tangannya di gandeng oleh Yuda dan berjalan bersama memasuki lift untuk menuju ke ruang meeting."Aku tahu ada yang sedang kamu sembunyikan, Mas. Aku sedang mencari tahu. Tapi aku harap dugaanku salah," pikir Vhena dalam hati.***"Acara anniversary Grandtextile ini rencananya akan diadakan di kantor, tepatnya di lantai limabelas. Kalian bebas membawa pasangan masing-masing. Yang memiliki anak juga boleh diajak untuk menghadiri acara tersebut. Dua malam lagi acaranya kita mulai." Jelas Yuda."Serius, Pak Yuda? Kita boleh membawa istri dan anak kita?" tanya salah satu staff."Sangat boleh. Iya kan, Sayang?" jawab Yuda kemudian bertanya kepada istrinya yang berada di sebelahnya untuk meyakinkan pegawainya."Betul sekali," jawab Vhena. Kali ini Vhena kembali diizinkan Yuda untuk mengikuti acara meeting tersebut, tujuannya untuk meminimalisir rasa curiga Vhena.Sejak dulu, Vhena memang selalu berada di samping Yuda saat meeting dilaksanakan. Terkadang Vhena sendiri yang memberikan penjelasan dan presentasi perusahaan.Namun sejak adanya Jheny, Yuda seperti membatasi waktu dan jarak antara pertemuan mereka. Jheny lebih sering mengikuti meeting. Entah meeting di kantor maupun meeting di luar. Wanita itulah yang sekarang selalu mendampingi Yuda, bahkan saat ini pun ia juga ada di sebelah Yuda."Baiklah, meeting hari ini selesai," ujar Yuda.Yuda dan Jheny lebih dulu keluar disusul dengan beberapa staff. Sementara Vhena masih mengecek data yang ada di laptop."Bu Vhena, apa tidak cemburu melihat kedekatan Pak Yuda dengan Bu Jheny?" tanya salah satu pegawai perempuan."Iya. Kenapa Bu Vhena mengizinkan wanita seperti itu menjadi sekretarisnya Pak Yuda?" sahut pegawai perempuan yang lain.Vhena tersenyum. Dengan profesionalitasnya ia menutup pelan laptop itu dan duduk dengan tegap menatap kedua pegawainya."Kita bekerja secara profesional bukan? Saya memperlakukan semua pegawai itu sama rata, begitu juga suami saya. Tidak membedakan antara jabatan ini dengan jabatan itu. Hanya pekerjaannya saja yang berbeda," ujarnya dengan sabar dan senyuman."Bukan begitu, Bu. Yang curiga dengan Bu Jheny bukan hanya kita saja kok. Banyak staff lain merasakan hal yang sama juga, Bu.""Iya betul sekali, Bu. Maaf jika kami berdua lancang. Kami sangat tidak ingin ada orang asing yang masuk ke perusahaan ini dan merusak semuanya."Kedua pegawai perempuan itu langsung keluar meninggalkan Vhena. Ia temenung memikirkan perkataan mereka.Ada benarnya. Baru beberapa kali ia bertemu dengan wanita itu. Tetapi, perasaan seorang istri terhadap suami tidak akan pernah salah. Bahkan staff kantor yang berstatus orang lain saja bisa merasakan hal yang sama.Namun, Vhena tidak ingin gegabah. Ia akan mencari tahu kebenarannya seorang diri. Yuda yang ia kenal adalah laki-laki baik dan bertanggungjawab. Tidak mungkin selingkuh dibelakangnya apalagi dengan sekretarisnya sendiri.***"Pak, wait!" teriak Jheny.Yuda dan Vhena yang sudah ingin pulang itu pun berbalik badan."Ada apa?" tanya Yuda. Vhena langsung menggandeng erat lengan suaminya. Ia ingin tahu ekspresi seperti apa yang akan Jheny keluarkan."Maaf, Pak. Berkas yang Bapak amanahi sampai saat ini belum selesai," ujar Jheny lembut sambil menunduk."Tu-tugas? Yang mana?" Yuda memiringkan kepalanya.Jheny pun menatap wajah Yuda dengan tatapan seperti memberi kode. "Berkas yang ada di dalam map kuning, Pak.""Ah..Yang itu? Oke tidak apa-apa. Lanjutkan saja besok," ucap Yuda kikuk."Oh baik, Pak. Terimakasih." Jheny kemudian kembali ke dalam kantor. Vhena merasa aneh dengan gelagat wanita itu. Apa yang sedang ia rencanakan.***"Malam ini teh ya, Mas. Kamu jangan terlalu sering minum kopi. Harus bisa menjaga kesehatan juga." Vhena menyuguhkan secangkir teh hangat di atas meja. Lelaki itu sedang menonton film favoritnya yang ada di laptopnya."Mas, kita deep talk, yuk," ajak Vhena dengan lembut."Mau bahas tentang apa sih, Sayang?" Yuda merangkul bahu Vhena."Kenapa kamu menerima karyawan baru tanpa sepengetahuan aku, Mas?""Karyawan baru yang mana?""Sekretaris kamu itu, loh.""Memangnya harus banget ya, aku berkonsultasi dulu ke kamu?""Ya bukan begitu, Mas. Setidaknya kan aku juga mau tahu asal usul dan visi misi dia bekerja di perusahaan papa. Apalagi jadi sekretaris, harus pilih-pilih banget, Mas.""Sayang, nyari sekretaris itu gak harus pilih-pilih yang terpenting riwayat pekerjaannya bagus. Riwayat pekerjaan Jheny bagus kok. Dia sudah pernah menjadi sekretaris di perusahaan tekstil lain juga.""Ya, okey. But, aku minta kamu tegas. Melarang siapapun untuk masuk ke dalam ruang pribadi kita. Termasuk Jheny.""Iya, pasti kok."Satu bulan berlalu. Vhena sudah sangat bosan dengan kegiatannya di rumah yang hanya menonton televisi dan short videos di ponsel pintarnya. Rasanya ingin sekali ia mencari hal baru agar tidak bosan di rumah. Semenjak kejadian lipstik dengan pemilik gaib itu, ia tak lagi menemui Yuda ke kantor. Ia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya dan sekretarisnya yang bernama Jheni itu. "Mas, kamu mau kemana lagi? Ini kan sudah malam," tanya Vhena, melihat suaminya yang berpakaian rapi hendak keluar rumah. "Aku ada perlu dengan Bimo," jawab Yuda singkat. "Kamu baru saja pulang loh, Mas," "Ya memangnya kenapa? Ini urusan penting, Vhena," ujar Yuda dengan nada tegas. "Bukan begitu. Jika penting kenapa tadi tidak diselesaikan sekalian sebelum pulang?" "Sudahlah, aku pergi dulu. Aku akan pulang besok." Vhena menganga mendengar perkataan suaminya. Satu bulan terkahir Yuda sangat sering meninggalkannya sendirian hingga larut, bahkan tidak pulang. Yuda sudah jarang kembali ke rumah. Peker
"APA? HAMIL?!" pekik Yuda. Ia sedikit tak menyangka jika istrinya hamil. Berarti progam hamilnya berhasil. "Betul, Pak. Dari hasil USG usianya kini sudah memasuki 7 minggu," jelas dokter kandunga yang memeriksa kondisi Vhena. Yuda kemudian masuk ke ruang IGD tempat Vhena di rawat. "Ini tidak mungkin terjadi, Vhena," ujar Yuda langsung saat tahu Vhena sudah sadar. "Maksud Mas Yuda apa?" tanya Vhena bingung. Rupanya dokter itu belum memberitahu Vhena. "Kau hamil, dan usianya sudah 7 minggu. 2 bulan kurang 1 minggu." Yuda menjelaskan sambil memberikan foto hasil USG Vhena. Wanita itu pun menerima foto tersebut dan tersenyum memandangnya. Ada sebuah lingkaran kecil di dalam foto tersebut, dan di dalam lingkaran itu terdapat sebuah gambar yang lebih kecil lagi. Vhena rasa itu adalah calon janinnya. "Jelaskan padaku?!" ujar Yuda dengan nada marah. "Jelaskan apa, Mas? Ini kan yang kamu mau?" tanya Vhena dengan mata yang berkaca-kaca karena terharu. "Aku tidak lagi menyentuhmu. Bagaiman
"Mas Yuda, mau ke mana?"Vhena melirik suaminya yang tengah sibuk merapikan pakaian."Mau ke kantor, ada pekerjaan mendadak. Mas pergi dulu, ya."'Cup!'Yuda berpamitan seraya mencium dahi Vhena."Aku ikut ya, Mas?" ujar Vhena."Kamu di rumah saja, jangan terlalu lelah. Ingat sekarang sedang menjalani progam hamil," bujuk Yuda. Vhena sang istri hanya menurut. Sebelumnya, Vhena sudah sempat hamil dua kali. Akan tetapi, tidak ada bayi yang lahir. Janin yang ia kandung selalu gugur saat menginjak usia dua bulan.Dengan berkonsultasi ke dokter spesialis, Vhena diberikan beberapa obat untuk diminumnya. Dokter juga mengingatkan untuk mengurangi aktifitas, sebab jika terlalu sering kelelahan itu juga bisa membuat kemungkinan kehamilan menurun.Akhirnya, Yuda pergi ke kantor dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Ia memiliki perusahan tekstil terbesar di kotanya. Sementara Vhena bekerja sebagai penjual barang-barang dan kosmetik online yang ia buka sendiri di rumah.Hari sudah menjelang s
"Jheny, kamu ngapain di sini?"Wanita yang berada di ruang pribadi suaminya adalah Jheni, sang sekretarisa yang tadi ia temui. Vhena menatap wanita itu dengan tatapan curiga."Saya sedang ada urusan dengan Pak Yuda.” Wanita itu bahkan menyahut dengan berani. Pandangan matanya menatap sengit pada netra Vhena. “Anda sendiri untuk apa ada di sini? Ini kan ruang pribadi Pak Yuda?”"Saya istrinya Mas Yuda. Saya juga sering pergi ke kantor ini. Semua staf di sini mengenal saya. Apa kamu sekretaris baru di sini?" tanya Vhena sambil menjelaskan. Sedikit banyak, ia mulai kesal dengan kesemena-menaan wanita itu"Ada apa ini?" Terdengar suara bariton dari arah toilet, membuat dua wanita itu menoleh ke arah sumber suara.Melihat sang suami, segera Vhena menghampiri. "Mas, ini aku bawakan cemilan kesukaan kamu," ujar Vhena dengan mesra, tak lupa menggandeng lengannya."Kamu baik sekali, Sayang. Tapi tidak usah repot-repot. Bekal tadi juga belum sempat aku makan," balas Yuda seraya berjalan ke ara
Pagi hari kembali tiba. Matahari pun kembali menyinari cahayanya. Yuda kini sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. "Sayang, nanti kalau mau ke kantor kamu kabari aku dulu,ya?" pinta Yuda sebelum masuk ke mobilnya. "Memangnya kenapa, Mas? Bukan kah biasanya aku juga bebas untuk datang ke kantor kapanpun aku mau? Kamu kemarin juga bilang seperti itu, kan?" tanya Vhena. "Sayang, perusahaan kan sedang melejit pesat, takutnya kamu datang saat aku sedang mengerjakan tugas yang tidak bisa aku tinggal. Takut menganggu, Sayang," jelas Yuda. "Jadi aku ganggu ya, Mas?" tanya Vhena dengan nada pelan. "Bukan begitu, Sayang," ujar Yuda. "Ya sudah, Mas. Nanti kalau mau ke kantor aku telpon kamu dulu. Berangkat gih sudah siang," ucap Vhena berusaha memberikan pengertian kepada suaminya. Vhena pun mencium punggung tangan Yuda sebelum mobil itu menjauh dari pekarangan rumah besar tempat tinggal mereka. Seperti biasa, keseharian Vhena mengurus orderan barang jualannya dan packing beberapa bara
Matahari bersinar, menembus gorden kamar Vhena. Ia terbangun karena silaunya cahaya itu. Tangannya meraba sesuatu yang biasanya selalu ada di sampingnya, di atas satu ranjang yang sama. Akan tetapi, matanya terbuka secara tiba-tiba tatkala ia tidak menemukan sesuatu yang ia cari. "Mas Yuda!" pekiknya dengan spontan bangkit dari perbaringannya. Vhena tidak melihat suaminya di sampingnya. Ia lupa jika semalam Yuda berpamitan melalui telepon jika dirinya sedang ada urusan dengan Bimo-teman sekantornya. "Astaga, aku lupa. Mas Yuda kan sedang ada urusan dengan Bimo. Lebih baik aku mandi dan memasak untuk Mas Yuda, agar pulang nanti suamiku bisa langsung makan," pikirnya dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Namun sebelum mandi, ia memilih untuk memasak terlebih dahulu agar tubuhnya terlihat segar dan wangi setelah memasak nanti. Sementara di sisi lain. Yuda juga baru selesai membersihkan diri dan bersiap untuk pulang. Tetapi, Jheny berusaha menahannya. "Mas, kita sarapan dulu
"Mas Yuda harus bertanggung jawab!" ujar tegas wanita itu dengan mata yang terus melotot. Dengan mengenakan pakaian seksi dan minim membuat bentuk tubuhnya sangat kentara dengan perut besarnya. "Tanggung jawab apa, Mbak?" Vhena memiringkan kepalanya. "Ini anak Mas Yuda. Dia sudah menghamili ku beberapa bulan yang lalu, sekarang aku sudah mendekati HPL. Mana mungkin bayi ini lahir tanpa seorang ayah!" jelas wanita itu dengan nada tegas. "Enggak mungkin, Mbak. Saya istrinya Mas Yuda," ujar Vhena tak percaya. "Bilang pada suami mu itu, nama ku Netha. Satu tahun kami berhubungan dia selalu meminta tubuh ku. Tapi saat tahu aku hamil dia meninggalkan ku begitu saja. Ingat Vhena, jika Mas Yuda tidak mau bertanggung jawab, rumah tangga mu juga akan merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Ingat itu!" ancam wanita itu sebelum pergi meninggalkan Vhena yang mematung. Jantungnya berdegup kencang. Matanya tiba-tiba buram akibat genangan air mata yang hampir tumpah. Wanita itu ter
"APA? HAMIL?!" pekik Yuda. Ia sedikit tak menyangka jika istrinya hamil. Berarti progam hamilnya berhasil. "Betul, Pak. Dari hasil USG usianya kini sudah memasuki 7 minggu," jelas dokter kandunga yang memeriksa kondisi Vhena. Yuda kemudian masuk ke ruang IGD tempat Vhena di rawat. "Ini tidak mungkin terjadi, Vhena," ujar Yuda langsung saat tahu Vhena sudah sadar. "Maksud Mas Yuda apa?" tanya Vhena bingung. Rupanya dokter itu belum memberitahu Vhena. "Kau hamil, dan usianya sudah 7 minggu. 2 bulan kurang 1 minggu." Yuda menjelaskan sambil memberikan foto hasil USG Vhena. Wanita itu pun menerima foto tersebut dan tersenyum memandangnya. Ada sebuah lingkaran kecil di dalam foto tersebut, dan di dalam lingkaran itu terdapat sebuah gambar yang lebih kecil lagi. Vhena rasa itu adalah calon janinnya. "Jelaskan padaku?!" ujar Yuda dengan nada marah. "Jelaskan apa, Mas? Ini kan yang kamu mau?" tanya Vhena dengan mata yang berkaca-kaca karena terharu. "Aku tidak lagi menyentuhmu. Bagaiman
Satu bulan berlalu. Vhena sudah sangat bosan dengan kegiatannya di rumah yang hanya menonton televisi dan short videos di ponsel pintarnya. Rasanya ingin sekali ia mencari hal baru agar tidak bosan di rumah. Semenjak kejadian lipstik dengan pemilik gaib itu, ia tak lagi menemui Yuda ke kantor. Ia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya dan sekretarisnya yang bernama Jheni itu. "Mas, kamu mau kemana lagi? Ini kan sudah malam," tanya Vhena, melihat suaminya yang berpakaian rapi hendak keluar rumah. "Aku ada perlu dengan Bimo," jawab Yuda singkat. "Kamu baru saja pulang loh, Mas," "Ya memangnya kenapa? Ini urusan penting, Vhena," ujar Yuda dengan nada tegas. "Bukan begitu. Jika penting kenapa tadi tidak diselesaikan sekalian sebelum pulang?" "Sudahlah, aku pergi dulu. Aku akan pulang besok." Vhena menganga mendengar perkataan suaminya. Satu bulan terkahir Yuda sangat sering meninggalkannya sendirian hingga larut, bahkan tidak pulang. Yuda sudah jarang kembali ke rumah. Peker
"Mas, ini lipstik siapa?" tanya Vhena. "Punya kamu kan?" tanya Yuda kikuk. Sebenarnya ia tahu jika lipstik itu milik Jheny. Jheny yang bersembunyi di bawah meja lantas memejamkan matanya. Kedua tangannya meremas rok mininya dengan kencang. Ia takut jika Vhena melihatnya. "Enggak, bukan. Aku gak pernah punya lipstik dengan warna seperti ini, Mas. Bahkan ini bukan merk lipstik aku, dan aku juga gak pernah meninggalkan lipstik di kantor," jelas Vhena. "Mungkin kamu lupa.""Nih, aku kasih tahu punya ku." Vhena mengeluarkan lipstik miliknya dari dalam tas. "Tuh, beda, Mas. Merknya aja beda," lanjut Vhena sambil membandingkan warna lipstik yang ia temukan dengan lipstik miliknya. "Ya paling punya kamu, Sayang. Kalau bukan punya kamu terus punya siapa coba? Gak mungkin kan punya orang lain?" "Nah, itu. Harusnya aku yang nanya ke kamu, Mas. Gak mungkin banget kan kalau ada perempuan lain yang ke ruangan ini? Apalagi sampai ngeluarin benda pribadinya di sini," kata Vhena membalik ucapan
"Mas Yuda harus bertanggung jawab!" ujar tegas wanita itu dengan mata yang terus melotot. Dengan mengenakan pakaian seksi dan minim membuat bentuk tubuhnya sangat kentara dengan perut besarnya. "Tanggung jawab apa, Mbak?" Vhena memiringkan kepalanya. "Ini anak Mas Yuda. Dia sudah menghamili ku beberapa bulan yang lalu, sekarang aku sudah mendekati HPL. Mana mungkin bayi ini lahir tanpa seorang ayah!" jelas wanita itu dengan nada tegas. "Enggak mungkin, Mbak. Saya istrinya Mas Yuda," ujar Vhena tak percaya. "Bilang pada suami mu itu, nama ku Netha. Satu tahun kami berhubungan dia selalu meminta tubuh ku. Tapi saat tahu aku hamil dia meninggalkan ku begitu saja. Ingat Vhena, jika Mas Yuda tidak mau bertanggung jawab, rumah tangga mu juga akan merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Ingat itu!" ancam wanita itu sebelum pergi meninggalkan Vhena yang mematung. Jantungnya berdegup kencang. Matanya tiba-tiba buram akibat genangan air mata yang hampir tumpah. Wanita itu ter
Matahari bersinar, menembus gorden kamar Vhena. Ia terbangun karena silaunya cahaya itu. Tangannya meraba sesuatu yang biasanya selalu ada di sampingnya, di atas satu ranjang yang sama. Akan tetapi, matanya terbuka secara tiba-tiba tatkala ia tidak menemukan sesuatu yang ia cari. "Mas Yuda!" pekiknya dengan spontan bangkit dari perbaringannya. Vhena tidak melihat suaminya di sampingnya. Ia lupa jika semalam Yuda berpamitan melalui telepon jika dirinya sedang ada urusan dengan Bimo-teman sekantornya. "Astaga, aku lupa. Mas Yuda kan sedang ada urusan dengan Bimo. Lebih baik aku mandi dan memasak untuk Mas Yuda, agar pulang nanti suamiku bisa langsung makan," pikirnya dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Namun sebelum mandi, ia memilih untuk memasak terlebih dahulu agar tubuhnya terlihat segar dan wangi setelah memasak nanti. Sementara di sisi lain. Yuda juga baru selesai membersihkan diri dan bersiap untuk pulang. Tetapi, Jheny berusaha menahannya. "Mas, kita sarapan dulu
Pagi hari kembali tiba. Matahari pun kembali menyinari cahayanya. Yuda kini sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. "Sayang, nanti kalau mau ke kantor kamu kabari aku dulu,ya?" pinta Yuda sebelum masuk ke mobilnya. "Memangnya kenapa, Mas? Bukan kah biasanya aku juga bebas untuk datang ke kantor kapanpun aku mau? Kamu kemarin juga bilang seperti itu, kan?" tanya Vhena. "Sayang, perusahaan kan sedang melejit pesat, takutnya kamu datang saat aku sedang mengerjakan tugas yang tidak bisa aku tinggal. Takut menganggu, Sayang," jelas Yuda. "Jadi aku ganggu ya, Mas?" tanya Vhena dengan nada pelan. "Bukan begitu, Sayang," ujar Yuda. "Ya sudah, Mas. Nanti kalau mau ke kantor aku telpon kamu dulu. Berangkat gih sudah siang," ucap Vhena berusaha memberikan pengertian kepada suaminya. Vhena pun mencium punggung tangan Yuda sebelum mobil itu menjauh dari pekarangan rumah besar tempat tinggal mereka. Seperti biasa, keseharian Vhena mengurus orderan barang jualannya dan packing beberapa bara
"Jheny, kamu ngapain di sini?"Wanita yang berada di ruang pribadi suaminya adalah Jheni, sang sekretarisa yang tadi ia temui. Vhena menatap wanita itu dengan tatapan curiga."Saya sedang ada urusan dengan Pak Yuda.” Wanita itu bahkan menyahut dengan berani. Pandangan matanya menatap sengit pada netra Vhena. “Anda sendiri untuk apa ada di sini? Ini kan ruang pribadi Pak Yuda?”"Saya istrinya Mas Yuda. Saya juga sering pergi ke kantor ini. Semua staf di sini mengenal saya. Apa kamu sekretaris baru di sini?" tanya Vhena sambil menjelaskan. Sedikit banyak, ia mulai kesal dengan kesemena-menaan wanita itu"Ada apa ini?" Terdengar suara bariton dari arah toilet, membuat dua wanita itu menoleh ke arah sumber suara.Melihat sang suami, segera Vhena menghampiri. "Mas, ini aku bawakan cemilan kesukaan kamu," ujar Vhena dengan mesra, tak lupa menggandeng lengannya."Kamu baik sekali, Sayang. Tapi tidak usah repot-repot. Bekal tadi juga belum sempat aku makan," balas Yuda seraya berjalan ke ara
"Mas Yuda, mau ke mana?"Vhena melirik suaminya yang tengah sibuk merapikan pakaian."Mau ke kantor, ada pekerjaan mendadak. Mas pergi dulu, ya."'Cup!'Yuda berpamitan seraya mencium dahi Vhena."Aku ikut ya, Mas?" ujar Vhena."Kamu di rumah saja, jangan terlalu lelah. Ingat sekarang sedang menjalani progam hamil," bujuk Yuda. Vhena sang istri hanya menurut. Sebelumnya, Vhena sudah sempat hamil dua kali. Akan tetapi, tidak ada bayi yang lahir. Janin yang ia kandung selalu gugur saat menginjak usia dua bulan.Dengan berkonsultasi ke dokter spesialis, Vhena diberikan beberapa obat untuk diminumnya. Dokter juga mengingatkan untuk mengurangi aktifitas, sebab jika terlalu sering kelelahan itu juga bisa membuat kemungkinan kehamilan menurun.Akhirnya, Yuda pergi ke kantor dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Ia memiliki perusahan tekstil terbesar di kotanya. Sementara Vhena bekerja sebagai penjual barang-barang dan kosmetik online yang ia buka sendiri di rumah.Hari sudah menjelang s