Matahari bersinar, menembus gorden kamar Vhena. Ia terbangun karena silaunya cahaya itu. Tangannya meraba sesuatu yang biasanya selalu ada di sampingnya, di atas satu ranjang yang sama. Akan tetapi, matanya terbuka secara tiba-tiba tatkala ia tidak menemukan sesuatu yang ia cari.
"Mas Yuda!" pekiknya dengan spontan bangkit dari perbaringannya.Vhena tidak melihat suaminya di sampingnya. Ia lupa jika semalam Yuda berpamitan melalui telepon jika dirinya sedang ada urusan dengan Bimo-teman sekantornya."Astaga, aku lupa. Mas Yuda kan sedang ada urusan dengan Bimo. Lebih baik aku mandi dan memasak untuk Mas Yuda, agar pulang nanti suamiku bisa langsung makan," pikirnya dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.Namun sebelum mandi, ia memilih untuk memasak terlebih dahulu agar tubuhnya terlihat segar dan wangi setelah memasak nanti.Sementara di sisi lain. Yuda juga baru selesai membersihkan diri dan bersiap untuk pulang. Tetapi, Jheny berusaha menahannya."Mas, kita sarapan dulu yuk," ajaknya dengan nada manja."Aku akan sarapan di rumah, Jheny," tolak Yuda dengan halus."Sesekali saja, Mas," rengek Jheny."Baiklah," putus Yuda kemudian.Akhirnya Jheny mengajak Yuda ke sebuah Mansion Resto bintang lima yang terkenal di kota tempat mereka tinggal.***Hingga pukul 15:30 WIB. Yuda tak kunjung pulang. Wanita itu sudah menunggu sang suami di teras rumah, sambil sesekali mencium aroma wangi dari bunga-bunga yang ia tanam di dalam pot.Di lain tempat. Yuda dan Jheny tengah makan siang di restoran yang ada di dalam sebuah Mall. Setelah wanita itu mengajak Yuda untuk berbelanja keperluan pribadinya, ia kembali mengajak Yuda makan siang hingga lelaki itu pun terlena akan waktu dan lupa jika istrinya sudah menunggunya di rumah sejak pagi."Mas, habis ini kita kemana?" tanya Jheny sambil mengunyah makanan."Pulang dong," jawab Yuda singkat."Hm..tapi aku masih ingin bersamamu, Mas," rengek Jheny."Jheny, aku tidak mau istriku curiga," ujar Yuda dengan lembut seraya mengelus rambut panjang milik Jheny."Baiklah, Mas," balas Jheny dengan nada kecewa.Jam sudah menunjukkan pukul 17:00 WIB.BRRMMM.Vhena yang sedang mengapu teras rumah melihat mobil suaminya datang. Ia lantas menaruh sapunya ke pinggir lalu berdiri di depan halaman rumah sambil tersenyum hangat."Kamu sudah pulang, Mas?" sapa Vhena sembari mencium punggung tangan Yuda."Maaf sudah membuatmu menunggu lama, Sayang," ujar Yuda."Tidak apa-apa, Mas. Yang terpenting sekarang kamu sudah pulang," balas Vhena dengan senang."Besok dan seterusnya kamu tidak usah bekerja lagi. Biarkan aku yang menafkahi mu," ujar Yuda sembari berjalan memasuki rumah dan duduk di sofa ruang tamu."Em...ya sudah, Mas. Aku menurut saja," balas Vhena tersenyum.Vhena membantu Yuda untuk membuka jas dan sepatunya serta kaus kaki yang ia pakai lalu membawanya ke kamar.Saat Vhena sedang menggantungkan jas lain di dalam lemari, tiba-tiba Yuda memeluk tubuhnya dari belakang, membuat Vhena merasa nyaman dan senang. Itu adalah cara Yuda agar Vhena percaya jika ia adalah laki-laki yang setia padanya."Ck, pasti ada maunya." Vhena berdecak kesal."Duduk dulu yuk, Sayang," ajak Yuda. Mereka lalu duduk di pinggir ranjang."Ada apa, Mas? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Vhena."Apa kamu sudah menginginkan seorang anak?" tanya Yuda. Kening Vhena tiba-tiba berkerut."Tentu dong, Mas. Memangnya kenapa kamu nanya gitu?""Tidak, aku hanya iseng. Lalu bagaimana untuk bulan ini?" tanya Yuda"Masih negatif, Mas." Vhena menundukkan kepalanya."Ya sudah, mulai besok kamu tidak usah bekerja lagi meskipun hanya di rumah. Bisa saja kamu sulit hamil karena kelelahan bekerja. Sebelumnya juga kamu keguguran karena bekerja. So, i think kamu harus benar-benar menjalani progam hamil ini dengan serius," ujar Yuda panjang lebar.***"Sayang, aku berangkat dulu ya." Yuda berpamitan. Istrinya pun tersenyum sambil memakaikan jas hitam untuknya."Enggak sarapan dulu, Mas?" tanya Vhena kemudian."Aku sarapan di kantor saja," ujar Yuda."Ya sudah, kamu hati-hati di jalan ya, Mas," ujar Vhena dengan mencium punggung tangan Yuda.Pajero Sport milik Yuda sudah terparkir di rest area perusahaan milik kedua orang tua Vhena. Lelaki itu berjalan angkuh memasuki kantor, dengan kedua tangan yang di masukkan ke dalam saku celananya."Mas Yuda!" seru Jheny yang juga baru datang."Morning, Sayang," sapa Yuda pada Jheny."Kita sarapan dulu yuk, Mas," ajak Jheny dengan nada manja.Dengan bergelayut manja di lengan Yuda, Jheny mengajak lelaki yang sudah beristri itu sarapan di luar kantor.***Hari semakin siang, di rumah Vhena baru saja selesai menyajikan makanan untuk Yuda. Karena tadi pagi ia tidak sarapan, bahkan Vhena juga belum sempat membawakannya bekal.Wanita itu berinisiatif untuk mengirimkan bekal makanan melalui aplikasi hijau agar Yuda tidak perlu berjalan keluar untuk makan siang, pikir Vhena.Tok tok tok!Terdengar suara ketukan dari luar. Vhena pun bergegas untuk membukakan pintu."Oh, Mas kurir. Saya titip bekal untuk suami saya lagi, alamatnya sesuai aplikasi ya, Mas," ucap Vhena dengan sopan dan senyuman."Ke kantor yang waktu itu, Mbak?" tanya Kurir."Iya betul, Mas," jawab Vhena.Kebetulan kurir yang datang sama dengan kurir sebelumnya yang sering mengantarkan bekal untuk Yuda.Kurir driver muda itu pun langsung menjalankan tugasnya. Ia mengendarai motornya dengan santai. Beberapa saat kemudian tibalah di sebuah perusahaan besar dengan dua puluh lima lantai."Permisi, Pak," ujarnya pada security yang bernama Hasan."Bekal untuk Pak Yuda?" tebak Hasan."Oh iya betul, ini kiriman dari Ibu Vhena," jelas kurir."Buat saya saja," cecar Hasan."Maaf, Pak. Ini kiriman untuk Pak Yuda," ujar kurir itu dengan sopan."Pak Yuda sedang keluar, katanya makan siang. Baru saja pergi dengan sekretarisnya," ujar Hasan. Dan di waktu yang sama pula ponsel kurir berdering."Ya hallo, Bu Vhena," sapa kurir."Bekal suami saya sudah sampai?" tanya Vhena."Maaf, Bu Vhena. Pak Yuda sedang tidak ada. Ini bekalnya mau dibawa pulang lagi atau bagaimana, Bu?" tanya sang kurir."Sini-sini, biar saya yang ngomong," sahut Hasan sambil merampas ponsel kurir."Maaf, Bu. Pak Yuda baru saja pergi keluar," ujar Hasan."Kemana, Pak?" tanya Vhena."Tadi sih Pak Yuda pamitnya mau makan siang, Bu. Bersama sekretarisnya, Bu Jheny," jelas Hasan. Vhena yang berdiri di halaman belakang rumahnya itu pun mengerutkan dahinya."Oh ya sudah, Pak. Buat Bapak saja bekalnya," ujar Vhena kemudian."Baik terimakasih, Bu, " balas Hasan dengan antusias."Nih!" Hasan menyodorkan ponsel milik kurir."Saya bilang juga apa? Sudah biasa to jika bekalnya Pak Yuda saya yang makan jika beliau sedang tidak ada," imbuhnya dengan logat khas Jawa.Kurir tersebut lalu memberikan bekal makanan itu pada Hasan, kemudian pergi dari sana. Sementara di halaman belakang rumah, Vhena duduk termenung di kursi santai."Percuma juga kalau aku suruh Pak Hasan buat simpan dulu bekal itu. Kalau Mas Yuda sudah makan juga bekalnya tidak akan dimakan lagi. Biar saja jadi sedekah untuk Pak Hasan.""Tapi sepertinya Mas Yuda dengan Jheny begitu dekat. Atau memang karena status perempuan itu adalah sekretaris hingga membuat mereka begitu dekat?""Atau perasaan ku saja yang berlebihan?"Ting tong!Saat sedang memikirkan Yuda, Vhena dikagetkan dengan suara bel rumah yang tiba-tiba berbunyi. Wanita itu pun bergegas untuk ke depan dan membukakan pintu.Ting tong!DOR DOR DOR!!"Iya sebentar!" seru Vhena dengan setelah berlari. Suara bel berubah menjadi suara gedoran pintu yang kencang.Ceklek!Ia memicingkan matanya saat melihat wanita yang tengah hamil besar berdiri di depan rumahnya dengan membelakanginya."Maaf, anda mencari siapa?" tanya Vhena.Wanita itu pun berbalik badan."Mana Mas Yuda?!" tanyanya dengan nada keras.Matanya membulat sempurna dan merah seperti menahan emosi. Wajahnya menatap bengis wajah Vhena."Maaf sebelumnya, anda siapa? Dan ada urusan apa dengan suami saya?" tanya Vhena sebelum menjawab pertanyaan wanita hamil itu."Dimana Mas Yuda?!" tanya wanita itu lagi dengan ketus sambil memaksa masuk. Akan tetapi, Vhena tetap mencegahnya."Maaf, Mbak, anda ini siapa?" tanya Vhena."Untuk apa mencari suami saya? Dia sedang bekerja di kantor," imbuh Vhena."Mas Yuda harus bertanggung jawab!""Mas Yuda harus bertanggung jawab!" ujar tegas wanita itu dengan mata yang terus melotot. Dengan mengenakan pakaian seksi dan minim membuat bentuk tubuhnya sangat kentara dengan perut besarnya. "Tanggung jawab apa, Mbak?" Vhena memiringkan kepalanya. "Ini anak Mas Yuda. Dia sudah menghamili ku beberapa bulan yang lalu, sekarang aku sudah mendekati HPL. Mana mungkin bayi ini lahir tanpa seorang ayah!" jelas wanita itu dengan nada tegas. "Enggak mungkin, Mbak. Saya istrinya Mas Yuda," ujar Vhena tak percaya. "Bilang pada suami mu itu, nama ku Netha. Satu tahun kami berhubungan dia selalu meminta tubuh ku. Tapi saat tahu aku hamil dia meninggalkan ku begitu saja. Ingat Vhena, jika Mas Yuda tidak mau bertanggung jawab, rumah tangga mu juga akan merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Ingat itu!" ancam wanita itu sebelum pergi meninggalkan Vhena yang mematung. Jantungnya berdegup kencang. Matanya tiba-tiba buram akibat genangan air mata yang hampir tumpah. Wanita itu ter
"Mas, ini lipstik siapa?" tanya Vhena. "Punya kamu kan?" tanya Yuda kikuk. Sebenarnya ia tahu jika lipstik itu milik Jheny. Jheny yang bersembunyi di bawah meja lantas memejamkan matanya. Kedua tangannya meremas rok mininya dengan kencang. Ia takut jika Vhena melihatnya. "Enggak, bukan. Aku gak pernah punya lipstik dengan warna seperti ini, Mas. Bahkan ini bukan merk lipstik aku, dan aku juga gak pernah meninggalkan lipstik di kantor," jelas Vhena. "Mungkin kamu lupa.""Nih, aku kasih tahu punya ku." Vhena mengeluarkan lipstik miliknya dari dalam tas. "Tuh, beda, Mas. Merknya aja beda," lanjut Vhena sambil membandingkan warna lipstik yang ia temukan dengan lipstik miliknya. "Ya paling punya kamu, Sayang. Kalau bukan punya kamu terus punya siapa coba? Gak mungkin kan punya orang lain?" "Nah, itu. Harusnya aku yang nanya ke kamu, Mas. Gak mungkin banget kan kalau ada perempuan lain yang ke ruangan ini? Apalagi sampai ngeluarin benda pribadinya di sini," kata Vhena membalik ucapan
Satu bulan berlalu. Vhena sudah sangat bosan dengan kegiatannya di rumah yang hanya menonton televisi dan short videos di ponsel pintarnya. Rasanya ingin sekali ia mencari hal baru agar tidak bosan di rumah. Semenjak kejadian lipstik dengan pemilik gaib itu, ia tak lagi menemui Yuda ke kantor. Ia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya dan sekretarisnya yang bernama Jheni itu. "Mas, kamu mau kemana lagi? Ini kan sudah malam," tanya Vhena, melihat suaminya yang berpakaian rapi hendak keluar rumah. "Aku ada perlu dengan Bimo," jawab Yuda singkat. "Kamu baru saja pulang loh, Mas," "Ya memangnya kenapa? Ini urusan penting, Vhena," ujar Yuda dengan nada tegas. "Bukan begitu. Jika penting kenapa tadi tidak diselesaikan sekalian sebelum pulang?" "Sudahlah, aku pergi dulu. Aku akan pulang besok." Vhena menganga mendengar perkataan suaminya. Satu bulan terkahir Yuda sangat sering meninggalkannya sendirian hingga larut, bahkan tidak pulang. Yuda sudah jarang kembali ke rumah. Peker
"APA? HAMIL?!" pekik Yuda. Ia sedikit tak menyangka jika istrinya hamil. Berarti progam hamilnya berhasil. "Betul, Pak. Dari hasil USG usianya kini sudah memasuki 7 minggu," jelas dokter kandunga yang memeriksa kondisi Vhena. Yuda kemudian masuk ke ruang IGD tempat Vhena di rawat. "Ini tidak mungkin terjadi, Vhena," ujar Yuda langsung saat tahu Vhena sudah sadar. "Maksud Mas Yuda apa?" tanya Vhena bingung. Rupanya dokter itu belum memberitahu Vhena. "Kau hamil, dan usianya sudah 7 minggu. 2 bulan kurang 1 minggu." Yuda menjelaskan sambil memberikan foto hasil USG Vhena. Wanita itu pun menerima foto tersebut dan tersenyum memandangnya. Ada sebuah lingkaran kecil di dalam foto tersebut, dan di dalam lingkaran itu terdapat sebuah gambar yang lebih kecil lagi. Vhena rasa itu adalah calon janinnya. "Jelaskan padaku?!" ujar Yuda dengan nada marah. "Jelaskan apa, Mas? Ini kan yang kamu mau?" tanya Vhena dengan mata yang berkaca-kaca karena terharu. "Aku tidak lagi menyentuhmu. Bagaiman
"Mas Yuda, mau ke mana?"Vhena melirik suaminya yang tengah sibuk merapikan pakaian."Mau ke kantor, ada pekerjaan mendadak. Mas pergi dulu, ya."'Cup!'Yuda berpamitan seraya mencium dahi Vhena."Aku ikut ya, Mas?" ujar Vhena."Kamu di rumah saja, jangan terlalu lelah. Ingat sekarang sedang menjalani progam hamil," bujuk Yuda. Vhena sang istri hanya menurut. Sebelumnya, Vhena sudah sempat hamil dua kali. Akan tetapi, tidak ada bayi yang lahir. Janin yang ia kandung selalu gugur saat menginjak usia dua bulan.Dengan berkonsultasi ke dokter spesialis, Vhena diberikan beberapa obat untuk diminumnya. Dokter juga mengingatkan untuk mengurangi aktifitas, sebab jika terlalu sering kelelahan itu juga bisa membuat kemungkinan kehamilan menurun.Akhirnya, Yuda pergi ke kantor dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Ia memiliki perusahan tekstil terbesar di kotanya. Sementara Vhena bekerja sebagai penjual barang-barang dan kosmetik online yang ia buka sendiri di rumah.Hari sudah menjelang s
"Jheny, kamu ngapain di sini?"Wanita yang berada di ruang pribadi suaminya adalah Jheni, sang sekretarisa yang tadi ia temui. Vhena menatap wanita itu dengan tatapan curiga."Saya sedang ada urusan dengan Pak Yuda.” Wanita itu bahkan menyahut dengan berani. Pandangan matanya menatap sengit pada netra Vhena. “Anda sendiri untuk apa ada di sini? Ini kan ruang pribadi Pak Yuda?”"Saya istrinya Mas Yuda. Saya juga sering pergi ke kantor ini. Semua staf di sini mengenal saya. Apa kamu sekretaris baru di sini?" tanya Vhena sambil menjelaskan. Sedikit banyak, ia mulai kesal dengan kesemena-menaan wanita itu"Ada apa ini?" Terdengar suara bariton dari arah toilet, membuat dua wanita itu menoleh ke arah sumber suara.Melihat sang suami, segera Vhena menghampiri. "Mas, ini aku bawakan cemilan kesukaan kamu," ujar Vhena dengan mesra, tak lupa menggandeng lengannya."Kamu baik sekali, Sayang. Tapi tidak usah repot-repot. Bekal tadi juga belum sempat aku makan," balas Yuda seraya berjalan ke ara
Pagi hari kembali tiba. Matahari pun kembali menyinari cahayanya. Yuda kini sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. "Sayang, nanti kalau mau ke kantor kamu kabari aku dulu,ya?" pinta Yuda sebelum masuk ke mobilnya. "Memangnya kenapa, Mas? Bukan kah biasanya aku juga bebas untuk datang ke kantor kapanpun aku mau? Kamu kemarin juga bilang seperti itu, kan?" tanya Vhena. "Sayang, perusahaan kan sedang melejit pesat, takutnya kamu datang saat aku sedang mengerjakan tugas yang tidak bisa aku tinggal. Takut menganggu, Sayang," jelas Yuda. "Jadi aku ganggu ya, Mas?" tanya Vhena dengan nada pelan. "Bukan begitu, Sayang," ujar Yuda. "Ya sudah, Mas. Nanti kalau mau ke kantor aku telpon kamu dulu. Berangkat gih sudah siang," ucap Vhena berusaha memberikan pengertian kepada suaminya. Vhena pun mencium punggung tangan Yuda sebelum mobil itu menjauh dari pekarangan rumah besar tempat tinggal mereka. Seperti biasa, keseharian Vhena mengurus orderan barang jualannya dan packing beberapa bara
"APA? HAMIL?!" pekik Yuda. Ia sedikit tak menyangka jika istrinya hamil. Berarti progam hamilnya berhasil. "Betul, Pak. Dari hasil USG usianya kini sudah memasuki 7 minggu," jelas dokter kandunga yang memeriksa kondisi Vhena. Yuda kemudian masuk ke ruang IGD tempat Vhena di rawat. "Ini tidak mungkin terjadi, Vhena," ujar Yuda langsung saat tahu Vhena sudah sadar. "Maksud Mas Yuda apa?" tanya Vhena bingung. Rupanya dokter itu belum memberitahu Vhena. "Kau hamil, dan usianya sudah 7 minggu. 2 bulan kurang 1 minggu." Yuda menjelaskan sambil memberikan foto hasil USG Vhena. Wanita itu pun menerima foto tersebut dan tersenyum memandangnya. Ada sebuah lingkaran kecil di dalam foto tersebut, dan di dalam lingkaran itu terdapat sebuah gambar yang lebih kecil lagi. Vhena rasa itu adalah calon janinnya. "Jelaskan padaku?!" ujar Yuda dengan nada marah. "Jelaskan apa, Mas? Ini kan yang kamu mau?" tanya Vhena dengan mata yang berkaca-kaca karena terharu. "Aku tidak lagi menyentuhmu. Bagaiman
Satu bulan berlalu. Vhena sudah sangat bosan dengan kegiatannya di rumah yang hanya menonton televisi dan short videos di ponsel pintarnya. Rasanya ingin sekali ia mencari hal baru agar tidak bosan di rumah. Semenjak kejadian lipstik dengan pemilik gaib itu, ia tak lagi menemui Yuda ke kantor. Ia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya dan sekretarisnya yang bernama Jheni itu. "Mas, kamu mau kemana lagi? Ini kan sudah malam," tanya Vhena, melihat suaminya yang berpakaian rapi hendak keluar rumah. "Aku ada perlu dengan Bimo," jawab Yuda singkat. "Kamu baru saja pulang loh, Mas," "Ya memangnya kenapa? Ini urusan penting, Vhena," ujar Yuda dengan nada tegas. "Bukan begitu. Jika penting kenapa tadi tidak diselesaikan sekalian sebelum pulang?" "Sudahlah, aku pergi dulu. Aku akan pulang besok." Vhena menganga mendengar perkataan suaminya. Satu bulan terkahir Yuda sangat sering meninggalkannya sendirian hingga larut, bahkan tidak pulang. Yuda sudah jarang kembali ke rumah. Peker
"Mas, ini lipstik siapa?" tanya Vhena. "Punya kamu kan?" tanya Yuda kikuk. Sebenarnya ia tahu jika lipstik itu milik Jheny. Jheny yang bersembunyi di bawah meja lantas memejamkan matanya. Kedua tangannya meremas rok mininya dengan kencang. Ia takut jika Vhena melihatnya. "Enggak, bukan. Aku gak pernah punya lipstik dengan warna seperti ini, Mas. Bahkan ini bukan merk lipstik aku, dan aku juga gak pernah meninggalkan lipstik di kantor," jelas Vhena. "Mungkin kamu lupa.""Nih, aku kasih tahu punya ku." Vhena mengeluarkan lipstik miliknya dari dalam tas. "Tuh, beda, Mas. Merknya aja beda," lanjut Vhena sambil membandingkan warna lipstik yang ia temukan dengan lipstik miliknya. "Ya paling punya kamu, Sayang. Kalau bukan punya kamu terus punya siapa coba? Gak mungkin kan punya orang lain?" "Nah, itu. Harusnya aku yang nanya ke kamu, Mas. Gak mungkin banget kan kalau ada perempuan lain yang ke ruangan ini? Apalagi sampai ngeluarin benda pribadinya di sini," kata Vhena membalik ucapan
"Mas Yuda harus bertanggung jawab!" ujar tegas wanita itu dengan mata yang terus melotot. Dengan mengenakan pakaian seksi dan minim membuat bentuk tubuhnya sangat kentara dengan perut besarnya. "Tanggung jawab apa, Mbak?" Vhena memiringkan kepalanya. "Ini anak Mas Yuda. Dia sudah menghamili ku beberapa bulan yang lalu, sekarang aku sudah mendekati HPL. Mana mungkin bayi ini lahir tanpa seorang ayah!" jelas wanita itu dengan nada tegas. "Enggak mungkin, Mbak. Saya istrinya Mas Yuda," ujar Vhena tak percaya. "Bilang pada suami mu itu, nama ku Netha. Satu tahun kami berhubungan dia selalu meminta tubuh ku. Tapi saat tahu aku hamil dia meninggalkan ku begitu saja. Ingat Vhena, jika Mas Yuda tidak mau bertanggung jawab, rumah tangga mu juga akan merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Ingat itu!" ancam wanita itu sebelum pergi meninggalkan Vhena yang mematung. Jantungnya berdegup kencang. Matanya tiba-tiba buram akibat genangan air mata yang hampir tumpah. Wanita itu ter
Matahari bersinar, menembus gorden kamar Vhena. Ia terbangun karena silaunya cahaya itu. Tangannya meraba sesuatu yang biasanya selalu ada di sampingnya, di atas satu ranjang yang sama. Akan tetapi, matanya terbuka secara tiba-tiba tatkala ia tidak menemukan sesuatu yang ia cari. "Mas Yuda!" pekiknya dengan spontan bangkit dari perbaringannya. Vhena tidak melihat suaminya di sampingnya. Ia lupa jika semalam Yuda berpamitan melalui telepon jika dirinya sedang ada urusan dengan Bimo-teman sekantornya. "Astaga, aku lupa. Mas Yuda kan sedang ada urusan dengan Bimo. Lebih baik aku mandi dan memasak untuk Mas Yuda, agar pulang nanti suamiku bisa langsung makan," pikirnya dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Namun sebelum mandi, ia memilih untuk memasak terlebih dahulu agar tubuhnya terlihat segar dan wangi setelah memasak nanti. Sementara di sisi lain. Yuda juga baru selesai membersihkan diri dan bersiap untuk pulang. Tetapi, Jheny berusaha menahannya. "Mas, kita sarapan dulu
Pagi hari kembali tiba. Matahari pun kembali menyinari cahayanya. Yuda kini sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. "Sayang, nanti kalau mau ke kantor kamu kabari aku dulu,ya?" pinta Yuda sebelum masuk ke mobilnya. "Memangnya kenapa, Mas? Bukan kah biasanya aku juga bebas untuk datang ke kantor kapanpun aku mau? Kamu kemarin juga bilang seperti itu, kan?" tanya Vhena. "Sayang, perusahaan kan sedang melejit pesat, takutnya kamu datang saat aku sedang mengerjakan tugas yang tidak bisa aku tinggal. Takut menganggu, Sayang," jelas Yuda. "Jadi aku ganggu ya, Mas?" tanya Vhena dengan nada pelan. "Bukan begitu, Sayang," ujar Yuda. "Ya sudah, Mas. Nanti kalau mau ke kantor aku telpon kamu dulu. Berangkat gih sudah siang," ucap Vhena berusaha memberikan pengertian kepada suaminya. Vhena pun mencium punggung tangan Yuda sebelum mobil itu menjauh dari pekarangan rumah besar tempat tinggal mereka. Seperti biasa, keseharian Vhena mengurus orderan barang jualannya dan packing beberapa bara
"Jheny, kamu ngapain di sini?"Wanita yang berada di ruang pribadi suaminya adalah Jheni, sang sekretarisa yang tadi ia temui. Vhena menatap wanita itu dengan tatapan curiga."Saya sedang ada urusan dengan Pak Yuda.” Wanita itu bahkan menyahut dengan berani. Pandangan matanya menatap sengit pada netra Vhena. “Anda sendiri untuk apa ada di sini? Ini kan ruang pribadi Pak Yuda?”"Saya istrinya Mas Yuda. Saya juga sering pergi ke kantor ini. Semua staf di sini mengenal saya. Apa kamu sekretaris baru di sini?" tanya Vhena sambil menjelaskan. Sedikit banyak, ia mulai kesal dengan kesemena-menaan wanita itu"Ada apa ini?" Terdengar suara bariton dari arah toilet, membuat dua wanita itu menoleh ke arah sumber suara.Melihat sang suami, segera Vhena menghampiri. "Mas, ini aku bawakan cemilan kesukaan kamu," ujar Vhena dengan mesra, tak lupa menggandeng lengannya."Kamu baik sekali, Sayang. Tapi tidak usah repot-repot. Bekal tadi juga belum sempat aku makan," balas Yuda seraya berjalan ke ara
"Mas Yuda, mau ke mana?"Vhena melirik suaminya yang tengah sibuk merapikan pakaian."Mau ke kantor, ada pekerjaan mendadak. Mas pergi dulu, ya."'Cup!'Yuda berpamitan seraya mencium dahi Vhena."Aku ikut ya, Mas?" ujar Vhena."Kamu di rumah saja, jangan terlalu lelah. Ingat sekarang sedang menjalani progam hamil," bujuk Yuda. Vhena sang istri hanya menurut. Sebelumnya, Vhena sudah sempat hamil dua kali. Akan tetapi, tidak ada bayi yang lahir. Janin yang ia kandung selalu gugur saat menginjak usia dua bulan.Dengan berkonsultasi ke dokter spesialis, Vhena diberikan beberapa obat untuk diminumnya. Dokter juga mengingatkan untuk mengurangi aktifitas, sebab jika terlalu sering kelelahan itu juga bisa membuat kemungkinan kehamilan menurun.Akhirnya, Yuda pergi ke kantor dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Ia memiliki perusahan tekstil terbesar di kotanya. Sementara Vhena bekerja sebagai penjual barang-barang dan kosmetik online yang ia buka sendiri di rumah.Hari sudah menjelang s