Hembusan napas seseorang di bahu Valeria membuatnya terbangun. Kepala Valeria terasa sangat berat dan badannya terasa tidak nyaman.Saat Valeria menoleh ke samping, dia mendapati wajah Salvatore sedang tertidur pulas sambil memeluk tubuhnya. Salvatore juga terlihat tidak mengenakan baju, hanya selimut yang menutupi separuh dari tubuhnya.Valeria terkejut bukan main. Bagaimana bisa dia satu ranjang dengan Salvatore?"Apa yang telah aku lakukan?" gumamnya sambil menutup mulutnya dengan tangan.Valeria juga menemukan tubuhnya tertutup selimut. Bisa dirasakan oleh Valeria jika tubuhnya kini telanjang dan tidak memakai pakaian apapun.Dia berusaha keras mengingat apa yang terjadi semalam. Semuanya mengalir begitu saja di kepala Valeria.Dari dia pergi ke club, sampai di mana dia merasa tubuhnya menjadi aneh. Ada Salvatore yang membantunya keluar dari para pria di sana.Mata Valeria langsung membulat saat mengingat bagaimana dia semalam memohon kepada Salvatore. Dia ingat benar. Salvatore s
"Julian benar-benar Sialan," gumam Valeria di meja kerjanya.Dia tetap harus pergi ke kantor karena akan ada rapat penting mengenai proyek barunya. Dia memakai pakaian yang disiapkan Salvatore pagi ini. Setelah sarapan bersama Salvatore, dia buru-buru berangkat ke kantor diantar anak buah Salvatore.Benar apa kata pria itu, kepalanya sangat sakit saat bangun tidur, belum lagi dadanya masih terasa sesak. Untung saja dia minum obat pemberian Salvatore, jadi Valeria merasa lebih baik.Sebelumnya, Salvatore menjelaskan, jika Valeria terpapar obat perangsang. Lalu di club, pria-pria itu memang sengaja ingin membawa Valeria. Belum lagi wartawan yang diam-diam mengikuti Valeria.Dia menduga, Julian ingin menjebaknya dengan pria-pria itu dan memunculkan skandal untuknya. Jika tidak ada Salvatore, maka hari ini pasti akan muncul kabar yang menghebohkan. Seorang pewaris Morreti bermain dengan pria asing di tempat umum. Sungguh judul yang sangat bagus untuk dibaca."Ck, bagaimana bisa aku melew
"Hah!"Valeria membanting tubuhnya di atas sofa. Hari ini sangat melelahkan untuknya. Banyak pekerjaan yang harus diurus dan lagi, tubuhnya tidak terlalu fit. Obat yang diberikan Salvatore memang bekerja, tapi tubuhnya masih sedikit lemah."Baru pulang, Honey?" Elena duduk di sofa seberang. "Semalam kamu tidak pulang?"Valeria menggelengkan kepalanya. "Aku ada urusan semalam, Mom. Maaf tidak mengabari Mommy.""Tentu saja tidak masalah, Honey. Mommy hanya khawatir kamu kenapa-kenapa. Tidak ada masalah kan?"Valeria memejamkan matanya. "Tentu saja tidak, Mom."Tak lama, Lorenzo yang baru saja pulang juga ikut bergabung bersama mereka di sana. Dia duduk di samping istrinya."Mom, kita harus berikan anak kita makan malam yang lezat untuk apa yang telah dia lakukan hari ini," kata Lorenzo."Memangnya ada apa, Dad?""Dia berhasil mendapatkan proyek besar di Salerno."Elena membulatkan matanya menatap suami dan anaknya bergantian. "Benarkah? Kalau begitu ayo kita pesan restoran mahal.""Ah,
Sudah bekali-kali Valeria menolak, tapi kini tetap saja berakhir di dalam mobil Anna.Valeria menghela napasnya saat turun dari mobil. Anna yang melihat Valeria seperti bermalas-malasan saat jalan, langsung saja menarik tangan Valeria."Ayo cepat Valeria."Mereka masuk ke restoran itu. Anna mencari-cari wajah temannya, lalu tak lama ada seseorang yang melambaikan tangan ke arah mereka.Anna langsung tersenyum dan menghampiri meja di ujung sambil menyeret Valeria. Ada dua perempuan dan satu pria duduk di sana."Anna, sini.""Hello guys, aku bawa sepupuku ke sini." Anna langsung duduk di samping perempuan berambut pirang."Bagus sekali, semakin banyak orang semakin asik.""Hai, namaku Valeria," ucap Valeria yang duduk di samping Anna."Hai, sepertinya aku pernah melihatmu. Bukankah kamu CEO Morreti Club yang baru?"Valeria tersenyum ramah lalu mengangguk sebagai jawaban. Mereka semua terkesima dengan senyuman Valeria."Wah, keren. Kita sedang makan malam dengan CEO Morreti." Mereka terl
"Valeria, mobil sudah siap." Morgan berbicara di depan kamar Valeria."Aku akan segera turun."Hari ini, Valeria akan pergi ke Salerno guna perjalanan bisnis. Tentunya perjalanan bisnis ini bersama Salvatore dan juga Julian. Mereka mengambil bagian penting dalam proyek ini.Entah apa yang dipikirkan Julian sampai-sampai membawa RC Group ke dalam proyek konstriksi. Tentunya ini hal yang bagus bagi Valeria, jika ada kesalahan kecil saja, maka RC Group akan mendapatkan nama buruk.Valeria sudah turun ke lantai bawah. Dia menggunakan setelan berwarna cokelat tua, sangat cocok dengan kulitnya.Setelah dia keluar dari lift, Mona dan Morgan sudah menyambutnya. Dia berencana membawa mereka berdua pergi ke Salerno. Akan banyak pekerjaan selama berada di sana, dan Valeria merasa cukup dengan mereka berdua."Nyonya, semuanya sudah siap," kata Mona.Valeria mengangguk lalu berjalan mendahului. Morgan dan Mona mengikutinya di belakang.Mobil hitam sudah menunggu mereka di halaman rumah. Valeria me
Setelah beberapa jam perjalanan, pesawat mendarat di bandara Salerno. Udara hangat kota pesisir menyambut mereka.Sebuah konvoi mobil hitam telah menunggu, siap membawa mereka ke hotel tempat mereka menginap malam ini. Mobil yang membawa mereka, masing-masing melaju tak terkecuali mobil yang dinaiki Valeria."Apa jadwal setelah ini?" tanya Valeria."Tidak ada jadwal yang intens, Nyonya. Setelah sampai hotel, kita banyak waktu untuk istirahat, lalu jam 8 malam ada pertemuan untuk membahas pekerjaan di lapangan besok," jelas Mona.Valeria mengangguk-angguk pelan. Mata Valeria memandang keluar jendela. Pemandangan laut di sore ini sangat menyejukkan mata Valeria.Tak lama, mereka berdua sampai di hotel. Valeria yang dibantu Morgan membawa koper, dia masuk ke dalam kamarnya."Kau tahu kan, cari aku jika perlu sesuatu. Kamarku ada di ujung lorong. Jangan berkeliaran sendirian, apalagi Julian dan Sofia ada di sini," ucap Morgan."Aku tahu itu, aku hanya ingin istirahat sekarang, sampai bert
Ruangan lounge hotel di Salerno, dengan pemandangan laut yang tenang di kejauhan, menawarkan suasana yang santai bagi siapa pun yang masuk. Sofia duduk di sofa panjang, jemarinya memegang cangkir kopi hitam yang baru disajikan. Di sebelahnya, Marvelion duduk dengan postur rileks, sesekali menghela napas panjang sambil menikmati udara pantai yang masuk dari jendela besar di ruangan itu.Julian berdiri di depan meja rendah, melihat dokumen proyek yang baru saja mereka tandatangani. Dia tampak serius, tapi tidak ada tanda-tanda ketegangan di wajahnya. Margareta, sekretaris Julian, duduk tak jauh dari situ, sibuk dengan tabletnya, mencatat beberapa hal penting yang baru saja mereka diskusikan dalam rapat sebelumnya."Aku rasa kita sudah cukup mempersiapkan semuanya," ujar Julian sambil menutup dokumen dan meletakkannya di meja. "Besok pagi kita bisa langsung meninjau lokasi proyek."Sofia mengangguk pelan, tatapannya tertuju pada Julian, tapi pikirannya melayang pada pertemuan makan malam
Valeria berjalan pelan di sepanjang pantai, pasir yang lembut di bawah kakinya tak bisa mengusir keletihan yang terasa di tubuhnya. Sudah hampir satu jam lamanya Valeria hanya berjalan mengikuti Salvatore. Dia merasa kesal. Bukan hanya karena Salvatore, tetapi juga karena setiap langkah yang diambilnya membuatnya semakin lelah."Hah!"Valeria terduduk di atas pasir. Entah apa yang dimau oleh Salvatore. Sejak tadi pria itu bahkan tidak mengeluarkan suara apapun."Aku lelah, Salvatore. Kenapa kamu memaksaku untuk terus berjalan?" Valeria mengeluh sambil menatap Salvatore yang berjalan dengan tenang di depannya.Salvatore, dengan senyum tipis yang menawan, justru menghentikan langkahnya. Valeria berdiri dengan wajah frustasi. Dia masih menunduk menendang-nendang pasir.Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Salvatore berbalik dan membungkuk sedikit, isyarat yang Valeria kenali dengan baik. Sebelum Valeria sempat menolak, Salvatore sudah menggendongnya dengan mudah, membuatnya terkejut dan h