Beberapa minggu kemudian. Di kediaman keluarga Oscar sudah dihias dengan begitu indah. Memang hanya untuk merayakan keberhasilan toko berlian Silvia, tetapi Delima menghiasnya dengan begitu indah.Silviana sudah bersiap, gaun warna gold dengan manik berlian di pinggang sebagai aksen. Rambut panjangnya sengaja digelung agar nampak leher putih yang mulus.Ia juga mengenakan berlian terbaiknya, juga yang paling ia sukai adalah geling kecil dengan harga yang fantastis.“Kamu sangat cantik, Nak.” Delima mendekat, mengusap lengan putrinya lembut. Tatapan mereka saling bertemu di pantulan cermin besar di dalam kamar.Silvia tersenyum, ia juga memuji kecantikan dirinya. Malam ini, dia akan bertemu dengan Arsen, dan dengan kecantikannya dia akan mendapatkan hati pria itu.“Ibu, apakah Arsen akan mengakui kecantikanku?” tanya Silvia dengan hati yang berbunga.“Tentu saja, jika dia tidak mengakuinya, Ibu yakin dia hanya malu. Kamu adalah gadis tercantik yang pernah Ibu lihat.”Silvia berbalik da
Di halaman rumah yang sangat luas. Dua orang sudah berdiri dengan perasaan yang berbeda. Jika Leonardo terpaku dengan keindahan rumah bertingkat tiga di hadapannya. Berbeda dengan Alice yang sudah bergetar sejak memasuki mobil beberapa menit yang lalu.Dengan keadaan yang terpaksa dia, menuruti permintaan Leonardo untuk ikut dengannya. Tidak ada cara lain, sebelum Leonardo meminta wanita lain bersamanya.Leonardo merapikan kerah kemejanya, memastikan penampilannya sempurna. Ia melangkah dengan penuh percaya diri, aura kewibawaan terpancar dari setiap gerakannya. Di belakangnya, Alice berjalan dengan kepala menunduk, Langkahnya terasa berat, dan hatinya masih dipenuhi dengan rasa nyeri yang sulit diungkapkan.Menyadari itu, Loenardo menghentikan langkah tanpa berbalik. “Angkat kepalamu!” “Eh, aku–” Alice terdiam, kata-kata yang ingin ia sampaikan terhenti di tenggorokannya ketika seorang wanita cantik melangkah maju dan berdiri di sebelah Leonardo.Wanita itu memiliki pesona yang sul
Dara melihat ke segala arah, untuk menemukan wanita yang sudah mengundang dirinya. Mereka tidak dekat, tetapi Dara adalah salah satu pelanggan di toko Silviana selama ini.Keberuntungan Dara, bisa mendapat undangan dari putri miliarder yang hanya beberapa orang penting saja yang menerima undangan.Mata indah Dara berbinar, tatkala menemukan sosok cantik dengan penampilan sungguh luar biasa cantiknya. Wanita dengan gaun berwarna gold dengan aksen berlian di pinggang.“Pak, itu nona Silviana,” tunjuk Dara pada Silviana yang tak menoleh pada mereka.Leonardo menatap ke arah mana Dara menunjuk, ia melihat wanita muda hampir seusia istrinya. Senyum mereka bahkan terlihat mirip sekilas.Leonardo menggeleng kuat. Ia membawa Dara untuk memenui tuan rumah. Ia sungguh penasaran dengan pria yang kakeknya maksud.“Kamu mengenal ayahnya?” tanya Leonardo penasaran pada Dara.“Tentu saja Pak. Bukan mengenal, tetapi tahu. Tuan Oscar adalah orang terkaya nomor satu. Dia memiliki kekayaan di mana-mana,
Sampai di halam rumah, Arsen mencari di mana letak mobil Leonardo. Ia yakin jika Alice berada di dalam mobil untuk bersembunyi. Ia tidak akan membiarkan Alice menghilangkan kali ini. Ia akan ungkap semua di depan Leonardo agar tidak lagi di remehkan.Arsen yakin, Leonardo tidak memperlakukan baik Alice selama ini. Dari semua informasi yang Jhon berikan, dia yakin Alice menderita.Arsen merogoh ponselnya, menelepon Jhon untuk membantunya mencari Alice di antara mobil yang terparkir.Tak lama, Silvia sampai pada Arsen yang terlihat bingung. Ia juga melihat kemana arah pandang Arsen yang terlalu mencurigakan baginya. “Arsen, kau cari siapa?”Arsen tersadar, melihat Leonardo di ujung sana dengan wanita cantik di sebelahnya. Setelah itu, ia menatap Silvia dengan tatapan rumit. Jika ia mengatakan yang sebenarnya, bisa saja menjadi masalah.Arsen menghela napas, “Jhon. Aku mencari pria itu.”Alis Silvia mengkerut tak mengerti. Tak lama, pelayan datang menghampiri dan memintanya masuk kembali
Setelah acara selesai, Leonardo langsung berpamitan pada tuan rumah. Oscar memberikan senyuman terbaik meski hatinya diliputi dengan banyak pertanyaan dan juga rasa penasaran.“Terima kasih karena sudah menyempatkan hadir, Tuan Muda,” ujar Oscar tersenyum hangat.“Terima kasih juga padamu Tuan, Anda sangat luar biasa,” balas Leonardo dengan senyum hangatnya, “maaf karena kakek tidak bisa hadir seperti yang Anda harapkan.”Oscar tertawa ramah, Ia tahu jika Horison tidak akan hadir, untuk itu, ia sangat berharap informasi yang Hary berikan padanya adalah benar. Namun, semua sepertinya tidak seperti yang terjadi. Pasti ada kesalah pahaman yang seharusnya ia terima.Setelah berpamitan, Leonardo melangkah dengan tegap, ia bahkan tak menghiraukan Dara yang masih sibuk mengobrol dengan Silvia di tempat yang berbeda. Pria itu melangkah tegap ke arah di mana mobil dan supirnya berada.Di ujung sana, Arsen menatap Leonardo dengan tatapan elangnya, ia bahkan dengan diam-diam mengikuti kemana Leo
Sampai di rumah, Alice lebih dahulu masuk ke dalam rumah. Ia berjalan tergesa karena perutnya mendadak sakit. Seingatnya, sore tadi, tidak sesakit ini, tetapi kenapa sekarang menjadi lebih sakit, pikirnya.Alice menaiki anak tangga dengan memegang perut juga menenteng heel miliknya.“Kenapa perutku menjadi lebih sakit?” gumamnya lirih.Setelah tiba di kamar, ia bergegas masuk ke dalam ruang ganti, mengganti gaun miliknya dengan pakaian biasa. Setelah itu, berjalan ke arah kamar mandi.Sementara di lantai bawah, Leonardo masuk dengan langkah tegap, ia menatap Alice yang sudah menghilang menaiki tangga dengan tertatih tadi. Sisa roti milik Alice ia biarkan di dalam mobil.“Kamu sudah pulang, Leo?” Luna mendekati putranya dan tidak menemukan Alice berada di sebelah Leonardo.“Heum, Ibu kenapa belum tidur?” tanya Leo kembali. “Ibu tidak bisa tidur sebelum kamu kembali. Di mana wanita itu?” “Alice, di kamar Bu. Sepertinya perutnya sakit,” jelas Leonardo.Luna berdecak, ia tak akan percay
Alice kembali naik ke kamarnya dengan langkah tertatih, tubuhnya terasa lemah seiring rasa sakit yang semakin menusuk di perutnya. Setiap langkah yang ia ambil di tangga terasa seperti perjuangan tersendiri, dan tangan kirinya mencengkeram erat pegangan tangga, sementara tangan kanannya memegang perutnya yang berdenyut. Napasnya tersengal, namun ia terus memaksa dirinya untuk maju, mencoba mengabaikan rasa sakit yang semakin parah. Kamar tidurnya terasa begitu jauh, tapi Alice tahu ia harus sampai di sana. Di ruang pribadinya, ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan dan mungkin jawaban atas apa yang sedang dialaminya.“Ah, kenapa rasanya sakit sekali, ya?” gumamnya dengan lirih.Alice meraih obat yang Leonardo berikan tadi, mengeluarkan satu butir lagi dan berniat untuk meminumnya. Namun, hal yang mengejutkan dirinya adalah Leonardo meraih obat itu dan membuangnya.Alice menatap nanar butiran obat itu, lalu menatap Leonardo dengan tatapan sedih, “Leon, apa yang kamu lakukan?”
Di tempat yang berbeda, Dara kesal karena Leonardo meninggalkan dirinya di acara Silva. Bosnya itu tak mengatakan apa pun dan langsung melesat pergi.“Dia sudah berubah banyak. Leonardo meninggalkan aku di pesta begitu saja,” gumam Silviana tak tahan ingin menjerit kesal.“Semua karena Alice. Wanita itu merusak momen indah yang seharusnya aku bagikan,” ujar Dara sekali lagi, “aku tidak mengerti kenapa Leonardo selalu saja membawanya di acara penting.”Dara menyeringai, “Tidak. Di acara tadi, Leonardo bahkan tak memperkenalkan Alice lada kolega penting, yang artinya Leonardo hanya membawa Alice keluar dari rumah.”Dara keluar dari mobilnya. Melangkah naik ke unit miliknya dengan senyum yang terus mengembang. Dara yakin, jika Leonardo masih tetap Leonardo yang dulu, hanya saja, mungkin sekarang terlalu tertekan karena pernikahan yang dipaksakan.Dara terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju unit miliknya. Di setiap langkah, pikirannya dipenuhi bayangan-bayangan romantis yang membuat