Sampai di halam rumah, Arsen mencari di mana letak mobil Leonardo. Ia yakin jika Alice berada di dalam mobil untuk bersembunyi. Ia tidak akan membiarkan Alice menghilangkan kali ini. Ia akan ungkap semua di depan Leonardo agar tidak lagi di remehkan.Arsen yakin, Leonardo tidak memperlakukan baik Alice selama ini. Dari semua informasi yang Jhon berikan, dia yakin Alice menderita.Arsen merogoh ponselnya, menelepon Jhon untuk membantunya mencari Alice di antara mobil yang terparkir.Tak lama, Silvia sampai pada Arsen yang terlihat bingung. Ia juga melihat kemana arah pandang Arsen yang terlalu mencurigakan baginya. “Arsen, kau cari siapa?”Arsen tersadar, melihat Leonardo di ujung sana dengan wanita cantik di sebelahnya. Setelah itu, ia menatap Silvia dengan tatapan rumit. Jika ia mengatakan yang sebenarnya, bisa saja menjadi masalah.Arsen menghela napas, “Jhon. Aku mencari pria itu.”Alis Silvia mengkerut tak mengerti. Tak lama, pelayan datang menghampiri dan memintanya masuk kembali
Setelah acara selesai, Leonardo langsung berpamitan pada tuan rumah. Oscar memberikan senyuman terbaik meski hatinya diliputi dengan banyak pertanyaan dan juga rasa penasaran.“Terima kasih karena sudah menyempatkan hadir, Tuan Muda,” ujar Oscar tersenyum hangat.“Terima kasih juga padamu Tuan, Anda sangat luar biasa,” balas Leonardo dengan senyum hangatnya, “maaf karena kakek tidak bisa hadir seperti yang Anda harapkan.”Oscar tertawa ramah, Ia tahu jika Horison tidak akan hadir, untuk itu, ia sangat berharap informasi yang Hary berikan padanya adalah benar. Namun, semua sepertinya tidak seperti yang terjadi. Pasti ada kesalah pahaman yang seharusnya ia terima.Setelah berpamitan, Leonardo melangkah dengan tegap, ia bahkan tak menghiraukan Dara yang masih sibuk mengobrol dengan Silvia di tempat yang berbeda. Pria itu melangkah tegap ke arah di mana mobil dan supirnya berada.Di ujung sana, Arsen menatap Leonardo dengan tatapan elangnya, ia bahkan dengan diam-diam mengikuti kemana Leo
Sampai di rumah, Alice lebih dahulu masuk ke dalam rumah. Ia berjalan tergesa karena perutnya mendadak sakit. Seingatnya, sore tadi, tidak sesakit ini, tetapi kenapa sekarang menjadi lebih sakit, pikirnya.Alice menaiki anak tangga dengan memegang perut juga menenteng heel miliknya.“Kenapa perutku menjadi lebih sakit?” gumamnya lirih.Setelah tiba di kamar, ia bergegas masuk ke dalam ruang ganti, mengganti gaun miliknya dengan pakaian biasa. Setelah itu, berjalan ke arah kamar mandi.Sementara di lantai bawah, Leonardo masuk dengan langkah tegap, ia menatap Alice yang sudah menghilang menaiki tangga dengan tertatih tadi. Sisa roti milik Alice ia biarkan di dalam mobil.“Kamu sudah pulang, Leo?” Luna mendekati putranya dan tidak menemukan Alice berada di sebelah Leonardo.“Heum, Ibu kenapa belum tidur?” tanya Leo kembali. “Ibu tidak bisa tidur sebelum kamu kembali. Di mana wanita itu?” “Alice, di kamar Bu. Sepertinya perutnya sakit,” jelas Leonardo.Luna berdecak, ia tak akan percay
Alice kembali naik ke kamarnya dengan langkah tertatih, tubuhnya terasa lemah seiring rasa sakit yang semakin menusuk di perutnya. Setiap langkah yang ia ambil di tangga terasa seperti perjuangan tersendiri, dan tangan kirinya mencengkeram erat pegangan tangga, sementara tangan kanannya memegang perutnya yang berdenyut. Napasnya tersengal, namun ia terus memaksa dirinya untuk maju, mencoba mengabaikan rasa sakit yang semakin parah. Kamar tidurnya terasa begitu jauh, tapi Alice tahu ia harus sampai di sana. Di ruang pribadinya, ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan dan mungkin jawaban atas apa yang sedang dialaminya.“Ah, kenapa rasanya sakit sekali, ya?” gumamnya dengan lirih.Alice meraih obat yang Leonardo berikan tadi, mengeluarkan satu butir lagi dan berniat untuk meminumnya. Namun, hal yang mengejutkan dirinya adalah Leonardo meraih obat itu dan membuangnya.Alice menatap nanar butiran obat itu, lalu menatap Leonardo dengan tatapan sedih, “Leon, apa yang kamu lakukan?”
Di tempat yang berbeda, Dara kesal karena Leonardo meninggalkan dirinya di acara Silva. Bosnya itu tak mengatakan apa pun dan langsung melesat pergi.“Dia sudah berubah banyak. Leonardo meninggalkan aku di pesta begitu saja,” gumam Silviana tak tahan ingin menjerit kesal.“Semua karena Alice. Wanita itu merusak momen indah yang seharusnya aku bagikan,” ujar Dara sekali lagi, “aku tidak mengerti kenapa Leonardo selalu saja membawanya di acara penting.”Dara menyeringai, “Tidak. Di acara tadi, Leonardo bahkan tak memperkenalkan Alice lada kolega penting, yang artinya Leonardo hanya membawa Alice keluar dari rumah.”Dara keluar dari mobilnya. Melangkah naik ke unit miliknya dengan senyum yang terus mengembang. Dara yakin, jika Leonardo masih tetap Leonardo yang dulu, hanya saja, mungkin sekarang terlalu tertekan karena pernikahan yang dipaksakan.Dara terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju unit miliknya. Di setiap langkah, pikirannya dipenuhi bayangan-bayangan romantis yang membuat
“Seperti yang kamu ketahui," Oscar memulai dengan suara tenang namun tegas, “dia adalah cucu dari teman lama ayah.”Silvia mengerutkan kening, kebingungan tergambar jelas di wajahnya. Kata-kata ayahnya membuatnya berpikir keras. ‘Cucu dari teman lama ayah?’ gumamnya dalam hati, mencoba mengaitkan fakta yang baru saja didengarnya.Ia menyadari sesuatu yang aneh: jika ayahnya berteman dengan pria yang jauh lebih tua, maka hubungan itu mungkin lebih rumit dari yang ia bayangkan. Pikiran itu membuatnya semakin bingung. Bagaimana mungkin ayahnya, yang ia kenal sebagai sosok yang selalu penuh pertimbangan, memiliki hubungan sedekat itu dengan seseorang dari generasi berbeda? Dan mengapa hubungan itu tiba-tiba menjadi begitu penting?Oscar mengusap kepala Silvia lembut. “Sudah jangan dipikirkan. Ayah lelah, kalian kembali ke kamar, ya.”Delima yang tentu keberatan. Ia baru saja akan menemani suaminya. Namun lagi-lagi ia mendapatkan penolakan, “Aku akan menemanimu sampai terlelap. Biar Silva
Alice menatap kepergian suaminya dengan perasaan hampa. Akankah Leonardo benar-benar membawa Dara ke rumah? Lalu, dia harus bagaimana? Menghela napas dalam, ia bergegas berjalan ke arah taman belakang. Menyiram bunga dan membersihkan rumput serta dedaunan kering yang berjatuhan.“Nyonya, saya yang akan mencabut rumputnya, Anda istirahat saja,” kata tukang kebun yang sudah bersiap untuk mengerjakan.Alice mengangguk, ia mengerjakan pekerjaan yang lain. Apa pun asal tidak mendapatkan kemarahan ibu mertuanya lagi.Beberapa menit kemudian, ponselnya berdering, Alice melihat ada nama ibunya di sana. Ia mengerutkan kening karena tak biasanya dalam jangka waktu yang dekat ibunya akan menelepon.Tidak ingin membuang waktu lama, ia bergegas mencari ibu mertuanya untuk meminta izin.“Di mana ibu?” tanyanya pada pelayan yang kebetulan lewat.“Nyonya Luna dan nona Alisa baru saja keluar,” jawabnya dengan hormat.Alice mengangguk, ia lantas melangkah ke rumah tangga menuju kamarnya. Sampai di lant
Alice menggeleng. “Jangan Ayah, jangan lakukan itu padanya.”“Lihatlah, bagaimana dia memperlakukanmu, Nak? Bahkan untuk pakaian saja dia tak mampu memberimu?”“Ayah, ini bukan salah Leon, aku yang ingin berpakaian seperti ini,” ujar Alice cepat.Dipenuhi perasaan campur aduk yang sulit diungkapkan. Ia tak menyangka jika Alice, yang selama ini ia kenal sebagai gadis lembut dan penurut, kini berubah begitu banyak. Namun, yang paling membuatnya terkejut adalah bagaimana Alice bersikeras membela Leonardo—seorang pria yang jelas-jelas tidak memperlakukan dirinya dengan baik."Ayah tidak mengerti," kata Alice dengan nada tegas, meskipun ada kelembutan di matanya yang selalu membuat Oscar teringat akan putrinya yang dulu, "Leonardo punya sisi baik yang tidak dilihat orang lain. Dia tidak seperti yang Ayah lihat.”Oscar menghela napas panjang, berusaha menahan amarah dan ketidakpercayaannya, "Alice, Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu. Bagaimana kamu bisa terus membela seseorang yang tidak
Sera terdiam, ia tak melanjutkan makannya. Ia lebih memilih mendengarkan pertengkaran orang tuanya.Ia membuang napas kasar dan berdiri meninggalkan Dara dan Bram yang masih berdebat tentang Alice.“Seharusnya aku tidak merusak pestaku sendiri,” gumamnya dengan wajah lesu.Ia keluar dari resto dan duduk di bangku taman, gadis kecil itu menunduk dengan wajah sedih.“Kamu di sini?” Suara seseorang membuatnya menoleh. Sera terlihat mengingat seseorang yang berada di sebelahnya.Ia langsung berdiri tatkala mengingat dengan benar. “Maafkan aku.” Sera hendak meninggalkan tempat, tetapi Damian mencegahnya, “Sera … apakah namamu Sera?”Sera menoleh dengan tatapan tidak suka, “Bukan. Jangan mendekatiku. Aku tidak mau berdekatan dengan keluarga Clara.”“Clara? Kamu mengenal adikku?” Sera mendengus kecil, “Tentu saja, Clara temanku,” katanya duduk lagi di bangku, “tapi aku tidak ingin berteman dengannya lagi.”Alisa Damian menukik tajam, “Apakah adikku membuat ulah? Dia mengganggumu?”Sera men
Leonardo terdiam, ia menatap wajah istrinya yang semakin cantik meski anak-anak mereka telah menjadi remaja.Tangan kekar itu mengulur, mengusap lembut lengan sang istri lembut. “Dia adalah Sera.”“Apakah dia kerabat Bram? Aku merasa tidak asing dengan tatapan mata gadis itu, seperti aku pernah melihat tatapan itu sebelumnya,” kata Alice, “apakah aku salah jika aku merasa gadis kecil itu seperti tidak menyukaiku?”Leonardo memasang wajah datar, ia menatap istrinya dengan tatapan hangat, “Iya, dia adalah kerabat dari Bram,” katanya, “dan tatapan itu, bukan tatapan tidak suka, jangan berpikir terlalu jauh, ya.”Alice menggeleng. “Ya, aku harap salah menilai. Apakah dia anak dari saudara Bram? Atau–”“Dia adalah anak Bram,” jawab Leo segera.“Anak? Bram sudah menikah?” tanya Alice, ia bahkan hak pernah mendengar jika asisten suaminya menikah. Selama ini, mereka mengenal Bram sebagai praibaik, lalu sejak kapan Bram menikah dengan anak sebesar itu?“Tidak menikah, mereka memutuskan untuk t
“Aku akan memikirkan ini dengan segera,” kata Bram pada akhirnya.Dara mengangguk. “Terima kasih, aku hanya ingin Sera baik-baik saja dan jauh dari mereka.”Dara teringat sesuatu. Ia menatap Bram dengan rasa khawatiran yang semakin mencuat. “Bram, bukankah kamu pergi menjemput pak Leo? Kamu tidak memberitahu siapa Sera padanya kan?” tanyanya serius.Bram terdiam, ia memaksa untuk tersenyum, “Dara, aku–”“Jangan katakan jika pak Leo sudah tahu siapa Sera, Bram?” Dara semakin khawatir, ia mencoba percaya pada Bram sepenuhnya.“Pak Leo sudah tahu,” jawabnya tanpa menoleh, pria itu sebenarnya lebih khawatir pada Alice, apalagi tatapannya tadi seolah sudah mengetahui semuanya.“Ba-bagaimana kamu bisa memberitahunya, Bram?” pekik Dara tertahan, takut jika Sera mendengar obrolan mereka.“Jika pak Leo tahu, istrinya sudah pasti–” Dara terdiam lagi, ia menatap Bram semakin lamat, “apakah kamu membawa Sera ke rumahnya? Kamu pergi membawa anakku mengantarnya ke rumah?”Leo membuang napas kasar,
“Leon, siapa gadis yang bersama Bram tadi?” Alice yang hendak memejamkan mata menoleh ke belakang. Ia tidak bisa memejamkan mata mengingat tatapan gadis tadi padanya.“Dia Sera,” jawab Leo singkat, “ayo kita tidur.”Alice mengerutkan kening, tak biasa Leo seperti menolak obrolan mereka. Ibu dari tiga anak itu kembali berkata, “Sera? Aku tidak tahu jika Bram memiliki kekuarga–”“Alice, lebih baik kita–”“Aku hanya ingin tahu, tatapan gadis tadi seperti tidak asing,” imbuhnya, selama Bram bekerja dengannya, ia tak tahu jika pria itu memiliki keluarga.“Apakah dia keluarga Bram? Kenapa kita tidak tahu jika selama ini–”“Alice, kita bahas besok ya,” katanya, “aku sangat mengantuk dan lelah.” Leo meraih Alice dalam dekapannya, ia memeluk istrinya dan mulai memejamkan mata hingga tertidur dengan lelapnya.Alice mendesah pelan, ia menyesal karena telah memaksa Leo menjawab pertanyaan, “Maafkan aku, seharusnya tadi tidak memaksamu untuk menjawab,” gumamnya pelan seperti berbisik.Sementara it
“Ibu … Damian jatuh cinta,” teriak jatuh Laila dari arah luar. Gadis berusia 18 tahun dengan suara melengking itu, berlari dengan sangat kencang.Alice yang masih berada di dapur sampai berdecak karena terkejut. “Ibu, aku yakin kak Laila sangat ditakuti di sekolahnya,” kata gadis kecil berusia sembilan tahu dengan susu di tangan kanannya.Alice menggeleng sembari meletakkan telunjuk di ujung bibir. “Jangan sampai kakakmu dengar, Ibu tidak ingin kamu mendapatkan masalah.”Clara mendengus kecil, “Dia sangat kejam, Ibu. Aku–”“Kamu membicarakanku, Clara?” Laila mendekat dengan tatapan memicing tajam pada adiknya. “Tidak. Mana mungkin aku berani membicarakan wanita angin badai sepertimu, Kak,” katanya dengan senyum yang manis.Laila membuang napas kasar, ia duduk di dekat Clara dan meraih gelas susu adiknya.“Itu milik–”“Mengalah saja. Andaikan dulu kamu lahir lelaki, kamu tidak akan menyusahkan aku,” ketusnya, ia tersenyum lega setelah menghabiskan susu milik adiknya.“Laila …,” tegur
Alice membuang napas pelan, kemudian menatap Leo yang masih terpaku. Bibirnya tersenyum kecil, kemudian melirik pada mertuanya yang terlihat syok di belakang Leo.“Satu lagi,” kata Alice tetapi tatapannya lurus pada Leo, “aku tidak akan menjamin keselamatanmu. Bisnis, dan apa pun yang kamu perjuangkan selama ini, aku tidak akan bertanggung jawab lagi.”Dara mengepalkan tangan, ia semakin yakin jika Alice bukan wanita baik. “Kamu berani melakukan itu pada Pak Leo? Dia–”“Ini bukan untuknya, tetapi untukmu.” Alice menoleh ke arah Dara yang langsung terdiam.Tersenyum kecil, Alice mengulurkan tangan dan menepuk wajah Dara yang sudah bengkak dengan pelan. “Aku memperingatkan dirimu, Nona Dara. Keluargamu, mereka tidak bersalah tetapi dengan cerobohnya, kamu menyeret mereka dalam kebusukanmu.”Alisa mengerutkan kening, tahu jika Dara tak memiliki keluarga, lalu ancaman macam apa yang Alice katakan. Namun, ketika wanita yang terlalu menggilai kakaknya itu bersuara, rasa penasarannya terjawa
Dara bersedekap, ia tak sabar menunggu kehadiran Leo. Dara yakin pria itu akan langsung datang apalagi ketika Alisa yang tak menjawab panggilan darinya.“Walaupun kakak datang, aku yakin dia akan langsung mengusirmu,” kata Alisa, ia sengaja tak menerima panggilan kakaknya, ingin melihat langsung apa yang akan kakaknya lakukan.Dara mendesah mengejek, “Kamu hanya tidak tahu sebesar apa kakakmu mencintaiku, Lisa. Aku yakin dia akan berlari dan meninggalkan istrinya yang sombong itu,” katanya percaya diri.“Oh, aku sangat tidak sabar. Jika benar seperti itu, kenapa harus datang ke sini? Kenapa tidak meminta kakakku datang ke tempatmu saja?” celetuk Lisa jengah.Dara terkekeh. Ia duduk dengan kaki menyilang. “Aku sengaja, aku ingin menunjukkan pada kalian jika Leo memang mencintaiku.”Alisa mendengus dingin, tetapi di dalam hati ia begitu takut dengan apa yang terjadi. Jika benar kakaknya datang, ia berjanji akan keluar dari perusahaan.Suara mobil terdengar, tidak hanya Dara dan Alisa, L
Malam yang mereka nantikan akhirnya tiba. Keluarga inti telah hadir semua, kecuali Luna dan Delima. Delima jelas menolak dengan keras, sementara Luna, Leonardo tidak mengizinkan ibunya bergabung karena kesehatan.“Terima kasih atas jamuan yang sangat istimewa,” kata pihak dari lelaki. Mereka semua sudah berkumpul di ruang keluarga setelah makan malam yang luar biasa.“Kita adalah keluarga. Menjamu keluarga dengan baik adalah kewajiban,” balas Amanda ramah, ia duduk di sebelah Silvia yang sejak tadi belum juga mengeluarkan suara.“Silvia, adalah putri kami, kebahagiaannya adalah kebahagiaan kami,” imbuh Amanda lagi.“Terima kasih Nyonya, Anda adalah Ibu yang baik,” timpal ibu Daniel, saya tidak mempermasalahkan nyonya Delima tidak hadir, saya akan berdoa atas kebahagiaan dirinya.”“Terima kasih, Bi. Saya sungguh sangat menyesal karena tidak bisa membawa ibu saya datang,” balas Silviana akhirnya.“Tidak apa. Aku mengerti,” katanya, “panggil aku Ibu, sebentar lagi kamu dan putraku ini ak
“Bagaimana? Apakah ibu masih marah?” bisik Alice ketika suaminya sudah keluar dari dalam rumah. “Tidak. Ayo kita ke rumah ibu, aku sedikit sibuk hari ini dan kemungkinan akan datang terlambat.”“Bagaimana jika aku dan anak-anak bersama supir saja, pergilah bersama Alisa,” kata Alice kemudian.“Tidak masalah?”“Tidak, pergilah. Aku dan anak-anak akan bersama supir,” katanya lagi, meminta kedua anaknya untuk keluar.Leonardo meminta maaf karena dia benar-benar terburu-buru. Pria itu mendapat telepon mendadak dari Bram yang sudah berada di kantor lebih dulu.“Tolong hati-hati. Beritahu jika kalian sudah sampai, ya.” Leo memeluk istrinya, kemudian mencium kedua anaknya secara bergantian.“Hum. Pergilah! Aku tidak mau kalian terlambat.” ________Setelah kepergian Leo, Alice dan kedua anaknya pun berlalu setelah berpamitan kembali dengan Luna. Wanita itu, masih saja bersikap acuh pada sang menantu yang entah karena apa sebenarnya.“Ibu, ada apa dengan nenek?” tanya Damian.“Nenekmu baik-b