Alca kembali duduk. Rasa penasarannya membuat segera membuka isi dari buku yang ditemukannya itu. Terdapat tulisan "Dima Diary". Tentu saja itu menarik senyum Alca."Dima seperti wanita saja menulis diary." Alca merasa lucu sekali.Alca segera membuka buku diary milik Dima itu. Dia ingin tahu apa yang ditulis oleh Dima.Alca membaca buku diary tersebut. Terdapat hari dan tanggal di pojok kanan atas. Mata Alca membulat sempurna. Dilihatnya jika tanggal yang tertera sudah sepuluh tahun lalu. Tentu saja itu membuat Alca terperangah. Dia memikirkan bagaimana caranya seorang anak laki-laki, menulis diary sejak sekolah.Tak mau pusing memikirkan apa yang membuat Dima menulis, Alca memilih segera membacanya.Ternyata isi diary tersebut adalah pertemuannya dengan Ale. Di buku itu tertulis bagaimana Dima bertemu dengan Ale. Dima menulis jika dia melihat seorang anak gadis yang menangis. Dima menuliskan jika dia mencoba mendekati Ale untuk menenangkan gadis itu. Ternyata, apa yang dilakukannya
“Aku ….” Alca menggantung ucapannya. Dia memikirkan menjawab apa pada papanya.“Menumpang makan?” Papa Adriel menebak apa yang anaknya akan lakukan. Terakhir anaknya datang untuk makan. Jadi dia menduga jika anaknya akan melakukan hal yang sama.Alca melirik sang papa. Entah kenapa, papanya tahu saja niatnya. Dia ingin makan masakan rumah. Jadi memilih ke rumah orang tuanya. Dari pada harus ke restoran.“Apa Ale tidak memasak, Al?” Mama Arriel menatap anaknya. Seharusnya sang anak bisa makan di rumah. Apalagi tampak Ale sudah berganti pakaian dengan pakaian santai. Artinya, anaknya itu sudah pulang ke rumah. Alca diam saja. Bingung mau menjawab apa. Ale selalu memasak. Selalu memintanya untuk makan. Namun, selalu saja dia menolak.“Jelas Ale memasak. Hanya saja anakmu ini yang tidak mau makan.” Papa Adriel pun menebak apa yang dilakukan oleh anaknya itu. Sambil menyelipkan sindiran untuk anaknya.Alca kali ini tidak bisa mengelak dengan yang dituduhkan oleh papanya. Yang dikatakan p
Suara mobil terdengar berhenti di depan. Ale yang sedang menikmati waktunya bersantai sambil membaca artikel langsung bangun untuk membuka pintu. Mengecek siapa gerangan yang datang siang ini.Saat membuka pintu, tampak Mama Arriel di balik pintu. Senyum wanita paruh baya tersebut menyambut Ale yang membuka pintu.“Mama Arriel.” Ale menyapa wanita yang kini jadi mertuanya itu.“Apa kabar?” Mama Arriel menautkan pipinya pada sang menantu.“Baik, Ma.” Ale tersenyum sambil menerima tautan pipi.Mama Arriel beralih pada perut Ale yang sudah terlihat besar. “Apa kabar dengan kandunganmu?” Mama Arriel membelai lembut perut Ale.“Baik, Ma.”Ale mempersilakan mertuanya itu untuk masuk. Mereka berdua duduk bersama di ruang keluarga. Mereka duduk sambil menikmati makanan yang disajikan oleh asisten rumah tangga.“Maaf, Mama baru bisa ke sini sekarang.” Mama Arriel merasa tidak enak. Sejak anaknya menikah, dia justru belum pernah berkunjung ke rumah. “Tidak apa-apa, Ma.” Ale tahu jika mama mert
Alca yang merasakan Ale demam pun segera berlalu ke dapur. Dia mengambil air untuk mengompres istrinya itu. Alca cukup panik mengingat ketika Ale sedang demam saat keadaan hamil. Tentu saja itu sangat membahayakan.Alca membawa satu wadah berisi air. Suhu air hanya normal. Karena tidak baik jika orang yang sedang panas, dikompres dengan air dingin atau bahkan panas. Dia juga mengambil handuk kecil untuk alat mengompres.Segera Alca masuk kembali ke kamar. Meletakkan wadah berisi air tadi di atas nakas. Alca memasukkan haduk kecil yang dibawanya itu untuk dibasahi, kemudian memerasnya. Handuk kecil basah tadi ditempelkan di dahi Ale. Berharap suhu tubuh Ale segera turun. Alca melakukan berulang kali. Memastikan jika suhu tubuh Ale berangsur turun. Alca jelas tidak bisa memberikan obat, mengingat Ale sedang hamil. Jadi mengompres jadi alternatif terbaik saat ini. Suhu tubuh Ale sangat tinggi, tentu saja itu membuatnya harus bersabar untuk terus mengompres. Mengulang terus agar suhu tu
Ale pikir Alca yang akan mengompresnya. Namun, ternyata bukan. Tentu saja itu membuat Ale sedikit kecewa. Ternyata pria itu tidak peduli sama sekali padanya.“Non Ale jangan lupa dimakan dulu rotinya. Bibi ke dapur dulu. Jika perlu apa-apa tinggal panggil.”’“Iya, Bi.” Asisten rumah tangga tersebut mengambil air yang berada di wadah berisi air yang Alca pakai untuk mengompres. Meninggalkan Ale di kamar sendiri.Saat menutup pintu, Bi Jani mengembuskan napas. Rasanya, tidak nyaman sekali ketika berbohong.Tadi pagi saat suhu tubuh Ale sudah reda, Alca segera keluar dari kamar. Tepat di depan kamar, Alca bertemu dengan Bi Jani yang kebetulan bersiap untuk merapikan rumah.“Den.” Bi Jani menyapa Alca. Dia cukup terkejut ketika melihat Alca keluar dari kamar Ale. Setahunya, sejak Ale dan Alca menikah, mereka tidur terpisah. Alca di lantai atas, sedangkan Ale di lantai bawah.“Bi, semalam saya mengompres Ale. Pasti dia akan bertanya siapa yang mengompres nanti saat bangun. Tolong bilang j
Seharian Ale tidur. Apalagi setelah minum obat, rasa kantuknya menghinggapi. Setelah minum obat, demam Ale pun berangsur reda. Badannya juga sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Sehingga dia bisa bangun dan duduk di ruang keluarga.“Non, ini saya buatkan teh hangat.” Bi Jani memberikan minuman hangat itu pada Ale.“Terima kasih, Bi.” Ale tersenyum sambil menerima teh yang diberikan oleh Bi Jani.Ale menikmati teh hangat yang dibuat asisten rumah tangga. Rasa hangat yang dirasakannya begitu memberikan ketenangan.Saat menikmati teh, terdengar suara mobil datang. Ale menebak jika itu adalah mobil Alca. Benar saja. Selang beberapa saat kemudian Alca masuk ke rumah.Alca meliat Ale yang sedang duduk menikmati minuman di ruang keluarga. Tampak istrinya itu sudah lebih baik karena sudah bangun dan berada di ruang keluarga.“Kamu sudah lebih baik?” Alca memilih untuk berhenti.“Sudah.” Ale menjawab singkat. Tidak sama sekali menoleh pada Alca dan fokus pada minumannya.Alca melihat reaksi
Alca meraih gagang pintu. Dengan perlahan, menarik gagang pintu ke arah bawah. Didorongnya dengan perlahan gagang pintu ke dalam dan membuat pintu terbuka. Alca melakukannya dengan pelan-pelan. Agar Ale yang berada di dalam kamar tidak terganggu.Alca melihat jelas jika Ale sedang tidur pulas. Tampak tangannya meraih sisi kosong di tempat tidur. Untuk memastikan Alca mengayunkan langkahnya untuk mendekat ke arah tempat tidur.Tepat saat di sisi Ale, Alca menempelkan punggung tangannya pada dahi Ale. Mengecek suhu tubuh sang istri. Memastikan jika istrinya itu baik-baik saja.“Sepertinya demamnya sudah benar-benar reda.” Alca mendapati jika demam yang dirasakan oleh Ale sudah reda. Dia merasa lega. Karena akhirnya istrinya itu sudah lebih baik. Paling tidak, dia tidak perlu khawatir.Saat mendapati Ale baik-baik saja, Alca memilih untuk segera keluar. Berniat kembali ke kamarnya. Namun, langkah Alca terhenti ketika mendengar suara.“Dima … Dima ….” Ale mengigau lagi.Mendapati Ale yang
Ale yang mendapati pertanyaan itu seketika langsung bingung. Menurut Ale, jelas Alca tidak mau mengantarkan karena tidak peduli dengannya. Namun, dia tidak bisa terlalu frontal mengatakan hal itu pada mertuanya.“Aku kurang tahu kenapa Kak Alca tidak mau mengantarkan, Ma.” Ale menjelaskan pada mertuanya tersebut.“Alca benar-benar. Harusnya dia mengantarkan kamu ke dokter, bukan malah menyuruh kakaknya.” Mama Arriel kesal sekali dengan sikap Alca. Dengan segera Mama Arriel pun mengambil ponselnya di dalam tas. Dia segera menghubungi anaknya itu. “Mama ada di rumah, cepat pulanglah dulu.” Mama Arriel yang menghubungi Alca meminta anaknya itu untuk segera pulang.Ale yang mendengar mertuanya itu meminta sang suami pulang, hanya bisa pasrah. Dia sendiri tidak menyangka jika mertuanya sampai meminta sang suami pulang.Mama Arriel beralih pada Ale. Membelai perut Ale yang besar. “Kamu yang sabar. Alca memang masih tak acuh padamu, tetapi Mama yakin dia akan peduli nanti padamu.” Mama Arrie