"Dia pacar sewaan kamu?" David tersenyum miring mendengar ucapan papanya barusan. "Dia adik Leon dan dia sungguh kekasihku, papa masih tidak percaya? Masih ingin menjodohkanku dengan wanita itu? Apa aku barang yang bisa papa tukarkan hanya untuk sebuah bisnis?""David!" Sentak Smith, tangannya mengepal menahan amarah. David diam menatap lekat ke arah papanya. "Aku hanya akan menikah dengan perempuan yang aku cintai dan papa tidak akan pernah bisa menghalangi itu. Aku datang hanya untuk merayakan ulang tahun mama tidak untuk mencari masalah dengan Papa." David lantas pergi meninggalkan papanya. Percuma, keduanya bertemu dan saling bicara pun tidak akan memberikan jalan kedamaian. Yang ada keduanya kembali berseteru, perbedaan pemikiran antara David dan Smith membuat hubungan keduanya tidak pernah akur. David tersenyum melihat Liona yang tengah berbincang dengan mamanya. "Sayang, udah malam ayo kita pulang. Ma, David harus pulang sekarang!" Isabel nampak tak senang mendengarnya, ia
Tatapan mata Leon menajam, matanya terus memperhatikan setiap pergerakan Marshanda yang tengah membuatkan sarapan untuk mereka semua. Abel sendiri yang baru datang langsung menuju dapur untuk membantu Marshanda memasak. Namun, baru masuk ke dalam dapur Abel langsung mual-mual. Hoek hoekIa berlari ke arah westafel memuntahkan isi perutnya. Leon yang melihat itu tentu saja panik, segera menghampiri istrinya yang tengah mual-mual itu. Leon memijit tengkuk Abel pelan, pagi tadi Abel masih baik-baik saja bahkan saat turun barusan. Namun, setelah masuk ke dalam dapur ia langsung mual. "Are you okay, Baby?" Abel menggelengkan kepalanya pelan ia menyenderkan kepalanya pada dada Leon saat tubuhnya mulai terasa lemas. Wajah Abel bahkan seketika pucat. "Kenapa, By? Kamu jangan buat aku takut, ada yang sakit? Mau ke rumah sakit sekarang?" Abel menggeleng. Bi Ami pun langsung mendekat menghampiri Abel yang tubuhnya sudah terlihat lemas. "Non, apa Anda baik-baik saja?" tanya Bi Ami sembari men
Leon langsung berlari masuk ke kamar, ia melihat Abel yang tengah menangis merasa bersalah. Leon mendekat ke arahnya mengusap kepala Abel lembut. "Sayang, maafin aku. Udah ya jangan nangis lagi, maaf!" ucap Leon. Ia menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya memberikan kecupan singkat di dahi Abel. Tangan Leon meranmbat ke arah perut istrinya memberikan usapan lembut di sana. "Apa benar kamu sudah ada di dalam perut mama, Sayang?" ucap Leon dalam hati. Melihat suasana hati Abel yang tengah memburuk, Leon jadi ragu untuk mengatakannya sekarang. "Bibi buatin kamu bubur sama teh hangat, kamu sarapan dulu ya aku suapin?" Abel mengangguk. Ia melepaskan pelukan Leon menyandarkan kepalanya pada dasbor ranjang. "Emang kamu nggak jadi ke kantor?" Leon menggeleng, meniup bubur yang masih panas tersebut. "Dengan kondisi kamu yang kayak gini, aku nggak mungkin ninggalin kamu. Setelah ini kita periksa aja ya, aku takut kalau kamu kenapa-napa, By." Abel menolaknya dengan cepat. "Kamu kenapa sih ng
Seluruh anggota keluarga tengah menunggu kepulangan Abel dan benar saja begitu suara mobil Leon terdengar mereka langsung menyambutnya. Terlebih Kakek Abi yang begitu antusias, tentu saja dia sudah menginginkan cicit dari lama. Leon dan Abel turun wajah keduanya pun terlihat sumringah. "Abel hamil, Kek!" ucap Leon langasung memeluk tubuh kakeknya erat. Ia terlihat sangat bahagia begitupun dengan Kakek Abi. "Syukurlah, impian Kakek akhirnya terwujud juga. Selamat ya, Sayang!" Kakek Abi mengusap kepala Abel lembut, Marshanda yang melihatnya pun ikut tersenyum hangat. Ia begitu bahagia mendengar kabar barusan, terlebih saat Leon terlihat sangat menyayangi Abel. Liona memeluk tubuh Abel erat, tak lama kemudian ia berjongkok tepat di hadapan perut Abel mengusapnya pelan. "Hai, baby gemes kenalin Aunty Liona yang paling cetar membahana!" ucapnya membuat semua orang tertawa. "Udah berapa bulan?" tanya Liona. "Baru empat minggu," ucap Leon. Liona tertawa kecil ia menghampiri saudara kem
Naila tersenyum tipis menatap foto kenangan dirinya demgan Leon. Dulu Leon sangat mencintainya dan sampai detik ini pun, ia percaya Leon masih tetap mencintai dirinya. Slide selanjutnya menunjukkan foto pernikahan Leon dari ekspresi pengantin terlihat sangat jelas jika mereka menikah karena paksaan. "Honey, mungkin kamu bisa membohongi semua orang tapi tidak denganku. Mana mungkin aku percaya jika kamu mencintai wanita itu?" kekeh Naila. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, alis yang tebal, bulu mata yang lentik, hidung yang mancung, dan bibirnya yang seksi. Ia bahkan jauh lebih unggul dari istri Leon. Wajahnya saja terlihat sangat kampungan, Naila sangat yakin jika dapat membuang wanita itu dari hidup Leon. "Leon, aku tidak akan membiarkan orang lain mengambil milikku, termasuk istrimu itu." Naila menekan nomor ponsel Leon, ia tersenyum miring. Naila dengan sengaja mengirimkan foto mesra mereka di masa lalu. Sayang, aku kangen! Naila sumringah saat pesan itu langsung berwarna
"Kamu seriusan, By?" teriak Leon dari luar, ia bahkan tidak memunculkan wajahnya tak ingin membuat Abel mual kembali. "Iya, untuk sementara waktu kamu nggak usah pulang dulu! Aku mual banget tiap kali lihat wajah kamu, Leon. Lihat foto kamu aja aku mual!" teriak Abel dari dalam. Wajah Leon nampak kesal mendengarnya, ia jadi heran mengapa anaknya sendiri terlihat sangat membenci dirinya. "Aku nggak mau, By. Masa aku pisah sama kamu," ucap Leon sedikit merenggek. "Kalau kamu nggak mau aku aja yang pindah!" tekan Abel, seperti biasa. Leon menghela napas panjang. "Oke, aku pindah ke rumah David. Awas aja kalau kamu sampai kangen!" Leon lantas pergi dengan kekesalan dalam hatinya. Sedangkan di dalam rumah Abel mengusap perutnya pelan. "Kamu juga kenapa sih, Sayang? Kok lihat wajah papa langsung mual!" tanya Abel pada bayi dalam kandungannya. Ia pun merasa heran, sepertinya bayinya menaruh dendam kepada suaminya. Mendengar suara mobil Leon yang sudah keluar dari gerbang. Abel segera
"Kakak ipar!" Liona segera berlari mendekati Abel yang tengah makan berdua dengan seorang pria. Kedua matanya menajam. "Siapa nih cowok?" cetusnya. Abel tersenyum tipis. "Kak Aldi, kenalin ini Liona saudara kembarnya Leon. Liona ini Kak Aldi teman aku dari kecil!" ucap Abel. Aldi mengulurkan tangannya, tetapi Liona hanya menatapnya saja tanpa berniat menerima uluran tangan itu. Setelah Leon mengirimkan foto mantan kekasih Abel dan itu adalah wajah pria di hadapannya saat ini. Liona sudah memasang wajah penuh permusuhan ke arah Aldi. "Dia mirip sama Leon ya, galak!" ucap Aldi membuat Abel terkekeh. "Kamu kenapa kayak gitu sama Kak Aldi? Pasti Leon udah racuni kamu yang enggak-enggak ya, dia yang suruh kamu ke sini?" tanya Abel. Liona mengangguk. "Mulai sekarang aku bakalan ikut kakak ipar ke kampus, terutama menjaga mata-mata keranjang kayak dia!" ucapnya sembari melirik ke arah Aldi. Abel menggeleng tak habis pikir, ia memang masih berhubungan baik dengan Aldi. Sebagai sahabat,
Leon langsung pulang begitu mendengar pertengkaran antara kakeknya dan saudara kembarnya. Ia menggunakan masker dan juga kaca mata hitam, masih mementingkan Abel. Leon tidak ingin membuat Abel mual-mual kembali. "By, Liona di mana?" tanya Leon, begitu sampai dan melihat Abel tengah duduk di ruang tamu. Abel menunduk ia tak menatap ke arah Leon, takut saat melihat wajahnya langsung mual. "Ada di kamar, kamu temuin dia sana!" ucap Abel. Leon menghela napas panjang. "Aku pakai masker sama kaca mata, By. Kamu nggak usah takut mual lihat wajah aku," ucap Leon melas ia lantas pergi menemui Liona di kamar. Leon yakin Liona pasti tengah marah kepadanya, dia tentu saja kecewa setelah mendengar kebenaran tentang mamanya. Leon mengetuk pintu Liona lalu ia masuk ke dalam. Melihat gadis itu berbaring di ranjang dan tengah menangis. Leon mendekat duduk di tepi ranjang mengusap kepala Liona lembut. "Nangis aja, puas-puasin nangisnya. Nangis sampai rasa sakit itu hilang," ucap Leon. Liona bangk
"N-naila!" Tak hanya Abel Leon pun terkejut saat melihatnya, sejak kapan wanita itu di bebaskan dari penjara. Naila tersenyum tipis, ia menunduk menyapa Abel dan juga Leon. "Lama tidak berjumpa, Abel, Leon!" ucap Naila. Lalu tak lama seorang pria yang tengah menggendong bocah perempuan mendekat ke arah Naila. "Sayang, kamu kenapa aja sih Divia nyariin kamu dari tadi."Perhatian mereka kini teralih pada sosok pria yang baru saja datang. Tak kalah terkejutnya saat melihat jika pria itu ternyata Andara. Andara pun nampak terkejut saat melihat Leon dan Abel. Secepat mungkin ia mengubah raut terkejutnya dengan senyuman tipis. "Lama tidak berjumpa dengan kalian!" Abel tersenyum canggung ia menganggukkan kepalanya pelan. Berbeda dengan Leon yang menatap datar ke arah dua orang tersebut. "Kalian bersama?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Andara mengangguk. "Gue sama Naila baru aja menikah satu bulan yang lalu setelah dia terbebas dari penjara." jelas Andara. Abel mengernyit saat me
Seharian ini Leon masih ngambek perihal kejadian semalam. Ia yang sudah diterbangkan di jatuhkan begitu saja, Leon bahkan tak mengindahkan ucapan Abel yang meminta maaf. Tak hanya di tinggalkan begitu saja, Abel bahkan justru ikut ketiduran setelah menidurkan Sagara membuat Leon benar-benar tak ada kesempatan. Abel menghembuskan napas panjang, melihat wajah kusut suaminya. Sepertinya semalam Leon tidak tidur, terbukti matanya pagi ini terlihat memerah wajahnya pun terlihat kelelahan. Abel mendekati suaminya meletakkan kopi buatannya untuk Leon. Abel memeluk tubuh Leon dari belakang, menumpukan kepalanya di bahu suaminya. "Sayang, maafin aku. Semalam aku ketiduran, aku janji akan ganti dengan malam ini!" bujuk Abel. Tapi Leon tetap saja diam, ia bahkan fokus dengan ponselnya tak perduli dengan istrinya yang nempel-nempel ke tubuhnya. Padahal jika biasanya, Leon akan sangat bahagia saat Abel bersikap seperti ini kepadanya. Namun, kali ini urusannya beda! Semalam Leon benar-benar tersi
Malam ini Leon tengah sibuk dengan pekerjaannya, setelah menyempatkan untuk pulang lebih awal. Setelah selesai makan malam di luar dengan istri dan anaknya. Leon langsung mengurung dirinya di ruang kerja. Sedangkan Abel tengah menidurkan Sagara, seperti biasanya. Setelah membuatkan susu untuk putranya, Abel harus membacakan dongeng agara Sagara tertidur. Abel tersenyum tipis saat melihat wajah tampan putranya yang tak jauh beda dengan wajah Leon. Keduanya bagai pinang dibelah dua. "Sayang, rasanya baru kemarin mama ngelahirin kamu tapi sekarang kamu udah besar. Rasanya mama nggak rela kalau kamu cepat dewasa," kekeh Abel. Sagara menggemaskan, selalu ada saja tingkahnya yang membuat Abel tertawa. Abel sangat menyayangi putra semata wayangnya. Abel jadi memikirkan ucapan suaminya tadi pagi, mungkin Sagara sudah saatnya memiliki adik. Abel mengecup dahi putranya cukup lama mengusap kepalanya lembut. Menarik selimut sampai batas lehernya, dengan perlahan Abel kelaur dari kamar putrany
5 tahun kemudianKini Sagara sudah berumur enam tahun dan hari ini hari pertama dia akan mulai masuk ke sekolah barunya. "Mama!" teriakan melengking itu berasal dari seorang anak kecil tampan yang kini sudah duduk di meja makan. Wajahnya terlihat cemberut, melihat papanya yang tengah memeluk mamanya saat ini. Entah mengapa Sagara selalu saja membuat Leon jengkel. Ya, contohnya seperti ini. "Kenapa, Sayang?" Abel tersenyum gemas melihat bibir putranya yang maju beberapa senti. Abel meletakkan susu milik Sagara. "Papa jangan peluk-peluk mama Sagara!" teriak Sagara kesal, lebih kesal lagi saat Leon justru mengejeknya dengan mencium pipi Abel berulang kali. Abel selalu saja dibuat pusing dengan tingkah dua orang ini, anak dan juga suaminya. "Mama kamu istri papa juga, kamu nggak berhak larahf-larang papa buat cium mama." ucap Leon tak mau kalah. Sagara turun dari kursi makannya ia berlari memeluk tubuh Abel erat. "Mama gendong!" dengernya. Abel menghela napas panjang. Membawa tubuh
Sudah hampir setengah jam Leon menunggu Abel yang masih merias diri. Pada akhirnya ia berdecak kesal. "Sayang, kamu ngapain aja sih? Dari tadi nggak keluar-keluar!" kesal Leon. Ia yang memang memiliki kesabaran setipis tisu, Leon paling bengi jika disuruh menunggu. Ia mudah bosan, meskipun kini ada Sagara yang bersamanya. Tetap saja Tuan Muda satu ini merasa jengkel karena Abel tidak kunjung keluar. "Iya sabar dong, Mas. Namanya juga perempuan wajar dong kalau dandanya lama! Aku udah selesai, ayo kita berangkat." Abel keluar dari kamar mereka, wajahnya terlihat berkali-kali lipat lebih cantik. Leon bahkan hampir tidak mengenali istrinya sangking cantiknya Abel saat ini. Gaun hitam yang ia kenalan semakin menambah kesan anggun dalam dirinya. Polesan make up natural yang mampu membuat Abel sekelas dengan artis papan atas. Leon tidak berbohong, istrinya benar-benar sangat cantik. "Yang mau nikah kakak kamu atau kamu sih," cetus Leon. Abel memang cantik justru karena itu Leon tidak me
"Leon, Abel!" Kedua insan itu pun berbalik menatap sosok yang memanggil mereka. Abel tersenyum berbeda dengan Leon yang memutar bola matanya malas. Daniel berlari menghampiri mereka, ia telihat sangat senang saat melihat Sagara dj gendongan Abel. "Kebetulan banget kita ketemu di sini, oh ya gue sekalian aja deh kasih di sini." Daniel memberikan sebuah undangan yang di terima oleh Abel. "Wih, udah mau nikah aja nih kamu. Cepet ya dapatnya Kemarin-kemarin bilangnya masih jomblo dan mau nungguin aku janda!" kekeh Abel. Leon langsung mendelik kesal. "Apaan sih kamu, By!" kesal Leon. Abel tertawa geli begitupun dengan Daniel, pria tengil itu menyengol lengan Leon pelan. "Senyum kek, gue temen lo bukan musuh lo! Gue nggak akan rebut bini lo lagian gue udah punya pacar juga. Jangan lupa datang ke nikahan gue besok." Leon dan Abel sama-sama terkejut mendengarnya. "Lah, besok acaranya?" Daniel mengangguk lalu tak lama seorang gadis mendekat ke arah mereka dan merangkul lengan Daniel mesra
Tak terasa hari berganti minggu dengan begitu cepat, kini usia Baby Sagara sudah satu tahun. Abel semakin aktif mengajak ngobrol putranya, acara Sagar bisa sedikit-sedikit mulai berbicara. Sagara terhitung kurang aktif, dia lebih banyak diam ketimbang bermain seperti bayi pada umumnya. "Sagara, mama pulang!" Abel yang baru selesai belanja bulanan dengan Leon langsung berlari ke arah putranya yang saat ini tengah bermain dengan David. Sagara pun begitu melihat keberadaan Abel, dia seakan ingin segera berlari menemui mamanya. "Mammma," Kedua bola mata Abel membulat ia langsung menjauhkan tubuh putranya darinya menatap lekat ke arah Sagara. "Coba ngomong sekali lagi, Sayang? Ah, Sayang Sagara sudah bisa memanggilku mama!" teriak Abel kesenangan, sampai orang di rumah tersebut langsung berlari ke arahnya. Sungguh itu adalah kata pertama yang Sagara ucapkan. Leon segera mendekat ke arah istri dan anaknya. "Seriusan, By?" tanya Leon. Abel menganggukkan kepalanya mengecup pipi putranya
Leon mimijit pelipisnya yang terasa pusing, setelah hmpir setengah hari ia menghabiskan waktu bergelut dengan pekerjaan kantor. Kini sudah menujukkan pukul satu siang, sudah waktunya ia untuk makan siang. Leon bahkan merasa sangat malas untuk beranjak dari tempatnya berdiri. Pintu yang terbuka tiba-tiba membuat Leon merasa kesal, tanpa menatap ke sang pelaku suara Leon cukup mengintimidasi. "Berani sekali kau masuk ke ruangan saya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu!" kesal Leon. "Oh, maaf aku lupa. Aku ke sini cuma mau bawain kamu makan siang, kalau kamu nggak suka yaudah aku pulang aja!" Leon langsung mengangkat wajahnya saat mendengar suara yang tak asing itu. "Sayang, kamu yang datang. Aku pikir siapa, sini!" ucap Leon sembari menjentikkan tangannya agar Abel mendekat. Wajah Abel terlihat masam karena Leon baru saja memarahi dirinya. "Maafin aku, kalau tahu itu kamu aku nggak akan semarah itu." Leon memeluk tubuh Abel erat, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya. Leo
ig: nabilaputrii74****Tin Tong Pagi sekali sudah ada yang bertamu di rumah Leon, Abel yang tengah membantu bibi di dapur melenggang keluar untuk membukakannya. "Nona, biarkan saya saja yang membukanya," ucap Bi Darti menghentikan pergerakan Abel. "Tidak apa biar saya saja, Bi. Bibi lanjut memasak saja!" ucap Abel ia keluar melihat dari layar monitor siapa tamu yang datang sepagi ini. Dahi Abel berkerut saat melihat seorang pria dengan setelan casual dan juga kaca mata hitam yang ia kenakan. Wajahnya asing, Abel belum pernah melihatnya. "Apakah dia teman Mas Leon?" pikir Abel. Abel pun membuka pintu rumahnya membuat pria itu tersenyum menurunkan kaca matanya guna melihat wajah Abel lebih jelas. "Wow, cantik sekali!" ucapnya. Dahi Abel berkerut, ia memincingkan matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah. "Maaf, masnya cari siapa ya?" tanya Abel. Namun, pria itu hanya diam dan justru melamun sembari memperhatikan dirinya. Abel pun mengibaskan tangannya di depan wajah pria it