Tatapan mata Leon menajam, matanya terus memperhatikan setiap pergerakan Marshanda yang tengah membuatkan sarapan untuk mereka semua. Abel sendiri yang baru datang langsung menuju dapur untuk membantu Marshanda memasak. Namun, baru masuk ke dalam dapur Abel langsung mual-mual. Hoek hoekIa berlari ke arah westafel memuntahkan isi perutnya. Leon yang melihat itu tentu saja panik, segera menghampiri istrinya yang tengah mual-mual itu. Leon memijit tengkuk Abel pelan, pagi tadi Abel masih baik-baik saja bahkan saat turun barusan. Namun, setelah masuk ke dalam dapur ia langsung mual. "Are you okay, Baby?" Abel menggelengkan kepalanya pelan ia menyenderkan kepalanya pada dada Leon saat tubuhnya mulai terasa lemas. Wajah Abel bahkan seketika pucat. "Kenapa, By? Kamu jangan buat aku takut, ada yang sakit? Mau ke rumah sakit sekarang?" Abel menggeleng. Bi Ami pun langsung mendekat menghampiri Abel yang tubuhnya sudah terlihat lemas. "Non, apa Anda baik-baik saja?" tanya Bi Ami sembari men
Leon langsung berlari masuk ke kamar, ia melihat Abel yang tengah menangis merasa bersalah. Leon mendekat ke arahnya mengusap kepala Abel lembut. "Sayang, maafin aku. Udah ya jangan nangis lagi, maaf!" ucap Leon. Ia menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya memberikan kecupan singkat di dahi Abel. Tangan Leon meranmbat ke arah perut istrinya memberikan usapan lembut di sana. "Apa benar kamu sudah ada di dalam perut mama, Sayang?" ucap Leon dalam hati. Melihat suasana hati Abel yang tengah memburuk, Leon jadi ragu untuk mengatakannya sekarang. "Bibi buatin kamu bubur sama teh hangat, kamu sarapan dulu ya aku suapin?" Abel mengangguk. Ia melepaskan pelukan Leon menyandarkan kepalanya pada dasbor ranjang. "Emang kamu nggak jadi ke kantor?" Leon menggeleng, meniup bubur yang masih panas tersebut. "Dengan kondisi kamu yang kayak gini, aku nggak mungkin ninggalin kamu. Setelah ini kita periksa aja ya, aku takut kalau kamu kenapa-napa, By." Abel menolaknya dengan cepat. "Kamu kenapa sih ng
Seluruh anggota keluarga tengah menunggu kepulangan Abel dan benar saja begitu suara mobil Leon terdengar mereka langsung menyambutnya. Terlebih Kakek Abi yang begitu antusias, tentu saja dia sudah menginginkan cicit dari lama. Leon dan Abel turun wajah keduanya pun terlihat sumringah. "Abel hamil, Kek!" ucap Leon langasung memeluk tubuh kakeknya erat. Ia terlihat sangat bahagia begitupun dengan Kakek Abi. "Syukurlah, impian Kakek akhirnya terwujud juga. Selamat ya, Sayang!" Kakek Abi mengusap kepala Abel lembut, Marshanda yang melihatnya pun ikut tersenyum hangat. Ia begitu bahagia mendengar kabar barusan, terlebih saat Leon terlihat sangat menyayangi Abel. Liona memeluk tubuh Abel erat, tak lama kemudian ia berjongkok tepat di hadapan perut Abel mengusapnya pelan. "Hai, baby gemes kenalin Aunty Liona yang paling cetar membahana!" ucapnya membuat semua orang tertawa. "Udah berapa bulan?" tanya Liona. "Baru empat minggu," ucap Leon. Liona tertawa kecil ia menghampiri saudara kem
Naila tersenyum tipis menatap foto kenangan dirinya demgan Leon. Dulu Leon sangat mencintainya dan sampai detik ini pun, ia percaya Leon masih tetap mencintai dirinya. Slide selanjutnya menunjukkan foto pernikahan Leon dari ekspresi pengantin terlihat sangat jelas jika mereka menikah karena paksaan. "Honey, mungkin kamu bisa membohongi semua orang tapi tidak denganku. Mana mungkin aku percaya jika kamu mencintai wanita itu?" kekeh Naila. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, alis yang tebal, bulu mata yang lentik, hidung yang mancung, dan bibirnya yang seksi. Ia bahkan jauh lebih unggul dari istri Leon. Wajahnya saja terlihat sangat kampungan, Naila sangat yakin jika dapat membuang wanita itu dari hidup Leon. "Leon, aku tidak akan membiarkan orang lain mengambil milikku, termasuk istrimu itu." Naila menekan nomor ponsel Leon, ia tersenyum miring. Naila dengan sengaja mengirimkan foto mesra mereka di masa lalu. Sayang, aku kangen! Naila sumringah saat pesan itu langsung berwarna
"Kamu seriusan, By?" teriak Leon dari luar, ia bahkan tidak memunculkan wajahnya tak ingin membuat Abel mual kembali. "Iya, untuk sementara waktu kamu nggak usah pulang dulu! Aku mual banget tiap kali lihat wajah kamu, Leon. Lihat foto kamu aja aku mual!" teriak Abel dari dalam. Wajah Leon nampak kesal mendengarnya, ia jadi heran mengapa anaknya sendiri terlihat sangat membenci dirinya. "Aku nggak mau, By. Masa aku pisah sama kamu," ucap Leon sedikit merenggek. "Kalau kamu nggak mau aku aja yang pindah!" tekan Abel, seperti biasa. Leon menghela napas panjang. "Oke, aku pindah ke rumah David. Awas aja kalau kamu sampai kangen!" Leon lantas pergi dengan kekesalan dalam hatinya. Sedangkan di dalam rumah Abel mengusap perutnya pelan. "Kamu juga kenapa sih, Sayang? Kok lihat wajah papa langsung mual!" tanya Abel pada bayi dalam kandungannya. Ia pun merasa heran, sepertinya bayinya menaruh dendam kepada suaminya. Mendengar suara mobil Leon yang sudah keluar dari gerbang. Abel segera
"Kakak ipar!" Liona segera berlari mendekati Abel yang tengah makan berdua dengan seorang pria. Kedua matanya menajam. "Siapa nih cowok?" cetusnya. Abel tersenyum tipis. "Kak Aldi, kenalin ini Liona saudara kembarnya Leon. Liona ini Kak Aldi teman aku dari kecil!" ucap Abel. Aldi mengulurkan tangannya, tetapi Liona hanya menatapnya saja tanpa berniat menerima uluran tangan itu. Setelah Leon mengirimkan foto mantan kekasih Abel dan itu adalah wajah pria di hadapannya saat ini. Liona sudah memasang wajah penuh permusuhan ke arah Aldi. "Dia mirip sama Leon ya, galak!" ucap Aldi membuat Abel terkekeh. "Kamu kenapa kayak gitu sama Kak Aldi? Pasti Leon udah racuni kamu yang enggak-enggak ya, dia yang suruh kamu ke sini?" tanya Abel. Liona mengangguk. "Mulai sekarang aku bakalan ikut kakak ipar ke kampus, terutama menjaga mata-mata keranjang kayak dia!" ucapnya sembari melirik ke arah Aldi. Abel menggeleng tak habis pikir, ia memang masih berhubungan baik dengan Aldi. Sebagai sahabat,
Leon langsung pulang begitu mendengar pertengkaran antara kakeknya dan saudara kembarnya. Ia menggunakan masker dan juga kaca mata hitam, masih mementingkan Abel. Leon tidak ingin membuat Abel mual-mual kembali. "By, Liona di mana?" tanya Leon, begitu sampai dan melihat Abel tengah duduk di ruang tamu. Abel menunduk ia tak menatap ke arah Leon, takut saat melihat wajahnya langsung mual. "Ada di kamar, kamu temuin dia sana!" ucap Abel. Leon menghela napas panjang. "Aku pakai masker sama kaca mata, By. Kamu nggak usah takut mual lihat wajah aku," ucap Leon melas ia lantas pergi menemui Liona di kamar. Leon yakin Liona pasti tengah marah kepadanya, dia tentu saja kecewa setelah mendengar kebenaran tentang mamanya. Leon mengetuk pintu Liona lalu ia masuk ke dalam. Melihat gadis itu berbaring di ranjang dan tengah menangis. Leon mendekat duduk di tepi ranjang mengusap kepala Liona lembut. "Nangis aja, puas-puasin nangisnya. Nangis sampai rasa sakit itu hilang," ucap Leon. Liona bangk
Leon bernapas lega saat David berhasil menemukan keberadaan Liona. Leon tahu jika Liona membutuhkan waktu sendiri. Terlebih setelah kejadian barusan, Leon sangat paham jika Liona butuh waktu untuk menerima semuanya. Leon tidak pernah bermaksud untuk menyembunyikan semua itu dari Liona. Leon sendiri masih mencari tahu apa yang membuat mamanya pergi meninggalkan mereka. Ia merasa semua itu ada hubungannya dengan kecelakaan yang menimpa papa mereka. "Bawa Liona pulang, jangan terlalu larut!" ucap Leon pada panggilan ia langsung memutusnya begitu saja. Leon kembali berkutat dengan laptopnya ia tengah mencari keberadaan mamanya. Kakeknya sendiri tidak memberitahukan kepadanya kemana mamanya pergi. Leon benar-benar harus mencari tahu semuanya sendiri. "Singapura?" Leon telah menemukan titik keberadaan mamanya. Namun, yang dia herankan apa yang mamanya lakukan di negara asing tersebut Leon merasa tidak ada sanak saudara di sana. Leon kembali menghubungi anak buahnya, kebetulan ia memilik