Laureta nyengir, ia jadi mulai sebal melihat Clara. “Begitu ya. Jadi, itu memang bukan kado ulang tahun kan ya.”“Bukan, Bu. Ulang tahun saya sudah lewat. Waktu ulang tahun saya, beliau memberi saya hadiah tiket berlibur ke Jepang.”“Wah! Ke Jepang ya. Hebat sekali,” ucap Laureta yang merasa kalah telak dari sekretaris Kian yang cantik dan serba bisa ini.“Iya, Bu. Sayang sekali ya, Ibu Laureta belum pernah pergi ke luar negeri,” ucap Clara dengan wajah simpati yang sungguh tidak perlu.“Hmmm,” gumam Laureta. Ia jadi merasa terhina karena tidak pernah pergi ke luar negeri, kalah dari sekretarisnya Kian.“Jepang itu sangat indah sekali. Saya selalu bercita-cita untuk pergi ke Jepang dan kemudian Pak Kian mengabulkan keinginan saya itu. Ah, Pak Kian memang orang yang sangat perhatian dan baik hati. Saya merasa beruntung bisa melayani beliau selama ini,” ucap Clara dengan sungguh-sungguh.“Begitu ya.”“Iya, Bu. Saya akan melakukan apa saja untuk Pak Kian asalkan beliau senang.”Laureta m
“Kian, aku ingin bertemu denganmu hari ini,” ucap Helga di teleponSebenarnya, Kian tidak ingin mengangkat telepon itu tapi layar ponselnya malah tidak sengaja tertekan oleh jarinya.“Aku tidak bisa bertemu denganmu lagi,” jawab Kian.“Kenapa? Apa semua karena kejadian waktu itu?” tanya Helga dengan nada suara yang meninggi.Kian mendesah sambil memijat tulang hidungnya. “Ya. Aku tidak mau bersama denganmu lagi.”“Setelah informasi yang aku berikan padamu, kamu lalu menjauh begitu saja. Kamu mencampakkanku? Aku bisa datang padamu kapan saja aku mau. Kenapa pula aku harus minta izin padamu? Aku akan datang ke kantormu sekarang juga!”“Tidak, Helga! Ayolah! Aku tidak mau bertemu denganmu lagi!” bentak Kian.“Aku tidak peduli! Kamu sudah membuatku sakit hati dengan meninggalkanku begitu saja waktu itu! Setidaknya kamu menghargai apa yang sudah aku berikan padamu! Seharusnya aku tidak perlu memberitahumu apa-apa tentang Laureta.”“Kamu memang tidak perlu memberitahuku waktu itu,” ucap Kia
Kian sungguh tak menyangka jika Laureta akan memintanya untuk memecat Clara.“Ya, memecat seseorang itu tidak semudah itu, Sayang. Aku harus mengetahui dulu alasannya. Kalau kamu tidak mau cerita, aku juga tidak akan pernah memecatnya. Clara itu adalah orang kepercayaanku. Dia melakukan banyak sekali tugas yang aku rasa, tidak ada karyawan lain yang mampu melakukannya seorang diri selain dia.”“Nah itulah,” ucap Laureta dengan wajah putus asa. “Percuma mengatakannya padamu karena kamu pasti akan sangat membelanya.”“Apa dia berkata kasar padamu?”“Ya!”Kian melebarkan matanya. “Oh ya? Lalu? Apa dia mengatakan sesuatu yang tidak sopan?”“Ya! Sangat sangat tidak sopan!”Kian menghela napas. “Ya sudah. Aku akan memanggilnya sekarang ke ruangan supaya kalian bisa meluruskannya berdua. Bagaimana?”“Apanya lagi yang harus diluruskan? Dia itu orang yang jahat! Kamu pecat saja dia!”Kian sudah bangkit berdiri dan hendak membuka pintu, tapi Laureta menahan tangannya.“Tunggu dulu!” seru Lauret
Helga melenggang memasuki ruangan itu dengan langkahnya yang anggun. Rambutnya tergerai indah dengan ikal di bagian bawahnya. Kian menelan ludahnya, sungguh tak sanggup harus berkata apa lagi.Ia hanya bisa terdiam sambil menatap Laureta yang kemudian berdiri dan mencium pipi kiri kanan dengan Helga. Kian terperangah hingga ia pikir mulutnya bisa masuk serangga sekalipun.“Apa kabar, Kak Helga?” sapa Laureta ramah. Mereka tampak seperti yang sudah berteman lama sekali.“Aku baik sekali. Bagaimana denganmu, Laureta?”“Aku juga baik. Ah ya, kenalkan ini Kian, suamiku,” kata Laureta.Helga terkekeh. “Mana mungkin aku tidak mengenalnya. Dia itu kakaknya Marisa kan.”Ia tersenyum sambil mengulurkan tangannya pada Kian. Terpaksa Kian bersalaman dengan Helga. Sungguh sandiwara yang luar biasa, pikir Kian. Ia tak menyangka jika Helga akan menyapa Laureta dan menganggapnya seperti teman baik.&ld
Laureta sempat melirik Kian sebentar, seolah meminta bantuannya untuk menjawab perkataan Helga. Kian pun bingung harus berkata apa. Semua itu tergantung Laureta. Jika ia langsung melarang Laureta untuk menjadi PT-nya Helga, mungkin ia akan mendapat banyak serangan kata-kata yang ujung-ujungnya harus ia lawan. Laureta menghela napas. “Jadi begini, Kak. Aku rasa tujuan utamaku sekarang bukan untuk mencari uang.” “Benarkah?” “Ya, tentu saja. Aku kan sudah mempunyai suami yang sangat baik dan mencukupi segala kebutuhanku. Jadi, aku mohon maaf karena tidak bisa menjadi PT-nya Kak Helga.” Helga menyipitkan matanya, seperti yang memandang sinis pada Laureta. Beruntung Laureta tidak melihatnya karena ia sedang sibuk memotong ikan salmonnya dengan pisau dan garpu. Kian menunggu hingga Helga berani menghina Laureta atau apa pun itu, maka Kian akan segera bertindak. “Kalau memang bukan karena itu, lantas kenapa kamu tidak mau menjadi PT-ku?” tanya Helga dengan emosi yang sepertinya tertahan.
Kian mendecak kesal sambil memalingkan wajahnya. Ia sudah muak dengan segala permainan Helga. Harus bagaimana lagi caranya supaya Helga mau meninggalkannya dengan tenang?“Kenapa, Kian? Kamu takut jika aku memberitahunya? Kamu juga tahu kan kalau dia itu mantannya Erwin. Apa kalian sudah membahas tentang hal itu? Belum? Kenapa? Kamu tidak percaya padaku? Tanyakan saja langsung padanya.”“Diam kamu!” bentak Kian.Helga terlalu banyak bertanya. Kepala Kian jadi pusing. Ia benar-benar harus menyingkirkan Helga.Helga menghela napas. Senyum liciknya masih tersungging di bibirnya. “Aku hanya ingin berteman dengannya, melakukan serangkaian girl’s night bersamanya. Marisa bilang, kamu ingin supaya Laureta bisa memiliki teman sosialita. Dia bisa berteman denganku.”“Helga, aku benar-benar ingin kamu menyingkir dari hidupku!” seru Kian. “Kenapa kamu bersikeras ingin tetap terus menggangguku? Apa untungnya bagimu? Aku sudah tidak mencintaimu lagi!”Helga mendekati Kian dan kemudian berbicara le
Hari itu, Laureta mengenakan blouse pendek berwarna hijau muda dan bawahan berupa celana kulot lebar yang membuatnya tampak seperti mengenakan rok. Blouse lengan pendeknya membuat lekuk otot di tangannya terlihat jelas.Kian sangat menyukai penampilan Laureta hari ini. Tidak salah jika ia mempercayakan Clara untuk membelikan Laureta pakaian yang bagus-bagus.Bagaimana bisa Laureta memintanya untuk memecat Clara? Kian tidak akan pernah melepaskan sekretarisnya itu.Sepertinya hari ini terlalu banyak hal yang membuat kepalanya menjadi pusing. Pagi hari ia sambut dengan pertengkarannya dengan Erwin. Lalu Laureta datang ke kantor sambil marah-marah pada Clara. Lanjut makan siang dan Helga datang sebagai pengacau.Sisa sore ini, Kian hanya ingin menikmatinya berdua saja dengan Laureta sambil menikmati pertunjukkan putri duyung. Namun, sayangnya Kian harus meeting dengan Ibu Janeta pada pukul dua siang.Kian dan Laureta baru saja turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke The Prince dengan
The Prince adalah restoran yang juga merupakan tempat wisata yang sangat besar di kota Bandung. Mimpi apa Laureta bisa menikah dengan putra sang pemilik tempat ini? Laureta tersenyum-senyum sambil memandangi aquarium yang sebelumnya tidak pernah ia nikmati.Waktu pertama kali ia datang ke tempat ini, ia dijemput paksa oleh Pak Karsa. Kian menyuruhnya mengenakan gaun hijau yang tak sengaja ia coba di rumah. Ia hanya iseng saja, tapi malah justru Kian menyuruhnya memakai gaun itu.Kian marah besar karena Laureta tidak mengindahkan keinginannya. Entah apa yang ada di pikiran Kian. Laureta tidak paham saat itu. Ia hanya ingin tampil sesantai mungkin, tapi Kian ingin semua orang melihat jika istrinya adalah wanita yang keren.Laureta tidak merasa seperti itu. Ia hanyalah wanita biasa yang tidak suka mengenakan riasan macam itu. Sampai sekarang, Laureta tidak pernah lagi mengenakan gaun hijau itu karena gaunnya terlalu seksi. Mungkin malam ini, ia akan mengenakannya h
Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan
Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku
Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq
“Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para
Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber
Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h
Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t
Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki
Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian