Hari itu, Laureta mengenakan blouse pendek berwarna hijau muda dan bawahan berupa celana kulot lebar yang membuatnya tampak seperti mengenakan rok. Blouse lengan pendeknya membuat lekuk otot di tangannya terlihat jelas.Kian sangat menyukai penampilan Laureta hari ini. Tidak salah jika ia mempercayakan Clara untuk membelikan Laureta pakaian yang bagus-bagus.Bagaimana bisa Laureta memintanya untuk memecat Clara? Kian tidak akan pernah melepaskan sekretarisnya itu.Sepertinya hari ini terlalu banyak hal yang membuat kepalanya menjadi pusing. Pagi hari ia sambut dengan pertengkarannya dengan Erwin. Lalu Laureta datang ke kantor sambil marah-marah pada Clara. Lanjut makan siang dan Helga datang sebagai pengacau.Sisa sore ini, Kian hanya ingin menikmatinya berdua saja dengan Laureta sambil menikmati pertunjukkan putri duyung. Namun, sayangnya Kian harus meeting dengan Ibu Janeta pada pukul dua siang.Kian dan Laureta baru saja turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke The Prince dengan
The Prince adalah restoran yang juga merupakan tempat wisata yang sangat besar di kota Bandung. Mimpi apa Laureta bisa menikah dengan putra sang pemilik tempat ini? Laureta tersenyum-senyum sambil memandangi aquarium yang sebelumnya tidak pernah ia nikmati.Waktu pertama kali ia datang ke tempat ini, ia dijemput paksa oleh Pak Karsa. Kian menyuruhnya mengenakan gaun hijau yang tak sengaja ia coba di rumah. Ia hanya iseng saja, tapi malah justru Kian menyuruhnya memakai gaun itu.Kian marah besar karena Laureta tidak mengindahkan keinginannya. Entah apa yang ada di pikiran Kian. Laureta tidak paham saat itu. Ia hanya ingin tampil sesantai mungkin, tapi Kian ingin semua orang melihat jika istrinya adalah wanita yang keren.Laureta tidak merasa seperti itu. Ia hanyalah wanita biasa yang tidak suka mengenakan riasan macam itu. Sampai sekarang, Laureta tidak pernah lagi mengenakan gaun hijau itu karena gaunnya terlalu seksi. Mungkin malam ini, ia akan mengenakannya h
“Sama halnya denganku! Aku juga hanya ingin hidup tanpa ada gangguan darimu, tapi kamu terus menerus menggangguku.”“Ya sudahlah. Kita tidak usah bertengkar lagi. Aku memang pria yang berengsek, kamu puas?”Laureta mengedikkan bahunya sambil membuang wajah. “Kamu tidak akan pernah menyesali perbuatanmu.”Erwin mencondongkan wajahnya ke arah Laureta. “Aku sudah pernah meminta maaf padamu, Ta. Apa kamu lupa? Aku sudah pernah memohon-mohon padamu untuk kembali, tapi kamu tidak mau menerimaku lagi.”Seketika jantung Laureta berdebar-debar. Wajah Erwin terasa begitu dekat, hanya berjarak sedikit sekali dari wajahnya. Ia bisa merasakan nafas Erwin menyapu wajahnya.“Kamu sadar kalau ini tidak hanya sekedar tempat umum,” ujar Laureta pelan. “Aku tidak ingin orang lain, karyawan Kian melihat kita berbicara sedekat ini. Aku tidak suka.”Erwin mendengus samibl tersenyum. “Kamu khawatir omku akan marah padamu? Memangnya dia benar-benar mencintaimu? Kamu terlalu percaya diri.”“Aku tidak memintam
Erwin mengangkat alisnya. “Oh ya? Dia memang hebat, tapi dia juga adalah pria yang menyebalkan. Sudahlah, tidak usah membahas lagi tentang Om Kian. Aku ingin mengajakmu untuk jalan-jalan di sekitar sini.”Erwin mengulurkan tangannya, tapi Laureta ragu-ragu dan tidak berani menerima tangannya.“Ah ya, aku hampir lupa kalau kamu bukan pacarku lagi.”Sebagai sikap sopannya, ia melipat tangannya di dada supaya Erwin tidak perlu mengulurkan lagi tangannya.“Kenapa kamu tidak mengajak Reksi ke sini?” tanya Laureta.Erwin diam saja, tidak segera menjawab perkataan Laureta. Mereka berjalan berdua dengan santai sambil menikmati udara yang mulai terasa agak sejuk karena di sana terdapat banyak sekali pepohonan.“Aku tidak tahu apa yang aku lakukan,” ucap Erwin. “Terlalu banyak penyesalan yang aku rasakan.”Laureta baru menyadari jika seharusnya ia tidak menanyakan tentang Reksi. Perasaannya pada Reksi pasti tidak tulus, ia cukup yakin akan hal itu. Sungguh Reksi yang malang. Andai sahabatnya ad
Sepertinya putaran jam tangan Kian bergerak terlalu lambat. Waktu sepertinya sengaja mengejeknya. Rasanya ia sudah meeting selama berjam-jam, tapi ternyata waktu baru saja menunjukkan pukul tiga sore.Kian sungguh tak sabar ingin bertemu dengan Laureta untuk menonton pertunjukkan putri duyung. Masih ada waktu dua jam lagi hingga pekerjaannya selesai.Usai bertemu dengan Janeta, Kian pun lanjut meeting bersama para staff-nya. Kian membuat semuanya jadi lebih cepat.Usai rapat, Clara menghampiri Kian. “Pak, apa Bapak sedang buru-buru? Sepertinya meeting kali ini terasa lebih cepat dari biasanya.”Kian mengangkat alisnya lalu ia tersenyum. “Ya, Clara. Aku ingin segera bertemu dengan Laura. Kami akan menonton pertunjukkan putri duyung. Apa kamu mau ikut menonton juga, Clara?”Clara tersenyum sambil mengangguk. “Tidak apa-apa, Pak. Nanti saya hanya akan mengganggu Bapak jika ikut menonton.”“Tentu saja tidak. Aku kan menonton pertunjukkan itu di tempat umu, bersama pengunjung yang lain. Co
Kian terkejut bukan main. Ia melepaskan punggung Clara hingga sekretarisnya itu terjatuh ke lantai.“Auuww!” teriak Clara sambil mengernyit, mengusap pinggulnya.“Apa yang baru saja kamu lakukan?!” bentak Kian.Clara susah payah membalikkan badannya, berlutut, lalu berdiri. Ia tampak kesakitan, wajahnya kemerahan, dan matanya berair.“Maaf, Pak,” ucapnya dengan suara tercekat.Kian merasa sepertinya ada yang tidak beres dengan Clara. “Apa kamu baik-baik saja, Clara?”“Punggung saya sakit sekali, Pak,” ucapnya sambil memejamkan mata.Kian mendecak kesal. “Aku harus membawamu ke rumah sakit.”Tanpa banyak bicara lagi, Kian pun menelepon karyawannya dan meminta tolong untuk membantu memapah Clara menuju ke mobil. Kian yang menyetir mobilnya.Tidak jauh dari The Prince terdapat rumah sakit. Salah satu karyawannya, Ardi ikut ke rumah sakit. Ia menolong memapah Clara dan membawanya masuk ke IGD. Clara masih terus meringis, wajahnya menjadi pucat dan dahinya berkeringat.Tak berapa lama kemu
Ketika rasa kesal dan menyesal menjadi satu, maka rasanya hati pun menjadi tidak tenang. Kian mencoba untuk menenangkan dirinya begitu mendengar jika Erwin yang menemani Laureta menonton pertunjukkan putri duyung.“Kamu tampak seperti yang kesal padaku,” ujar Laureta.Kian membuka matanya dan menatap Laureta yang seperti hendak menangis. “Tentu saja aku kesal!”“Aku yang seharusnya marah padamu!” seru Laureta. “Kamu sudah berjanji akan menonton pertunjukkan putri duyung denganku! Kamu bilang kamu selesai bekerja jam lima. Mana? Aku menunggumu cukup lama. Aku berdiri terus di dekat pintu masuk, tapi kamu tidak muncul juga! Di mana kamu tadi? Kamu tidak bilang di mana ruangan meeting-mu. Kamu benar-benar meeting atau tidak pun aku tidak tahu!”“Aku benar-benar meeting, Laura!” timpal Kian yang tidak ingin dituduh sembarangan.“Lalu kenapa lama sekali meeting-nya?” Setetes air mata meluncur di pipi Laureta.“Aku bukannya sengaja berlama-lama ….”“Kamu membuatku membiarkan Erwin yang mene
Perasaan Kian jauh lebih lega begitu mereka berciuman. Terlebih, Laureta telah menyatakan cintanya. Ia langsung merasa hatinya berbunga-bunga.Malam itu, mereka makan malam seafood seperti yang Kian janjikan. Tidak perlu menunggu lama, masakan itu langsung datang dengan cepat.“Omong-omong, tempat apa ini sebenarnya?” tanya Laureta sambil mengunyah makanan.“Aku membangun tempat ini khusus untuk ruang pribadi. Misalkan ada keluarga yang ingin merayakan pesta, bisa di sini. Aku melengkapi ruangan ini dengan televisi dan ada juga sound system untuk karaoke. Kamu mau menyanyi, Laura?”Laureta terkekeh. “Tidak. Aku tidak bisa menyanyi.”“Oh ya? Aku pikir suaramu pasti bagus kalau menyanyi.”“Ah jangan! Lebih baik simpan saja itu mic-nya. Jika aku bernyanyi, aku hanya akan merusak suasana.” Laureta terkekeh. “Aku lebih suka menari daripada menyanyi.”Kian tersenyum penuh arti. “Selama ini, aku hanya tahu kamu sebagai seorang instruktur senam, tapi tidak pernah sekalipun melihatmu memimpin