Kian sungguh tak menyangka jika Laureta akan memintanya untuk memecat Clara.“Ya, memecat seseorang itu tidak semudah itu, Sayang. Aku harus mengetahui dulu alasannya. Kalau kamu tidak mau cerita, aku juga tidak akan pernah memecatnya. Clara itu adalah orang kepercayaanku. Dia melakukan banyak sekali tugas yang aku rasa, tidak ada karyawan lain yang mampu melakukannya seorang diri selain dia.”“Nah itulah,” ucap Laureta dengan wajah putus asa. “Percuma mengatakannya padamu karena kamu pasti akan sangat membelanya.”“Apa dia berkata kasar padamu?”“Ya!”Kian melebarkan matanya. “Oh ya? Lalu? Apa dia mengatakan sesuatu yang tidak sopan?”“Ya! Sangat sangat tidak sopan!”Kian menghela napas. “Ya sudah. Aku akan memanggilnya sekarang ke ruangan supaya kalian bisa meluruskannya berdua. Bagaimana?”“Apanya lagi yang harus diluruskan? Dia itu orang yang jahat! Kamu pecat saja dia!”Kian sudah bangkit berdiri dan hendak membuka pintu, tapi Laureta menahan tangannya.“Tunggu dulu!” seru Lauret
Helga melenggang memasuki ruangan itu dengan langkahnya yang anggun. Rambutnya tergerai indah dengan ikal di bagian bawahnya. Kian menelan ludahnya, sungguh tak sanggup harus berkata apa lagi.Ia hanya bisa terdiam sambil menatap Laureta yang kemudian berdiri dan mencium pipi kiri kanan dengan Helga. Kian terperangah hingga ia pikir mulutnya bisa masuk serangga sekalipun.“Apa kabar, Kak Helga?” sapa Laureta ramah. Mereka tampak seperti yang sudah berteman lama sekali.“Aku baik sekali. Bagaimana denganmu, Laureta?”“Aku juga baik. Ah ya, kenalkan ini Kian, suamiku,” kata Laureta.Helga terkekeh. “Mana mungkin aku tidak mengenalnya. Dia itu kakaknya Marisa kan.”Ia tersenyum sambil mengulurkan tangannya pada Kian. Terpaksa Kian bersalaman dengan Helga. Sungguh sandiwara yang luar biasa, pikir Kian. Ia tak menyangka jika Helga akan menyapa Laureta dan menganggapnya seperti teman baik.&ld
Laureta sempat melirik Kian sebentar, seolah meminta bantuannya untuk menjawab perkataan Helga. Kian pun bingung harus berkata apa. Semua itu tergantung Laureta. Jika ia langsung melarang Laureta untuk menjadi PT-nya Helga, mungkin ia akan mendapat banyak serangan kata-kata yang ujung-ujungnya harus ia lawan. Laureta menghela napas. “Jadi begini, Kak. Aku rasa tujuan utamaku sekarang bukan untuk mencari uang.” “Benarkah?” “Ya, tentu saja. Aku kan sudah mempunyai suami yang sangat baik dan mencukupi segala kebutuhanku. Jadi, aku mohon maaf karena tidak bisa menjadi PT-nya Kak Helga.” Helga menyipitkan matanya, seperti yang memandang sinis pada Laureta. Beruntung Laureta tidak melihatnya karena ia sedang sibuk memotong ikan salmonnya dengan pisau dan garpu. Kian menunggu hingga Helga berani menghina Laureta atau apa pun itu, maka Kian akan segera bertindak. “Kalau memang bukan karena itu, lantas kenapa kamu tidak mau menjadi PT-ku?” tanya Helga dengan emosi yang sepertinya tertahan.
Kian mendecak kesal sambil memalingkan wajahnya. Ia sudah muak dengan segala permainan Helga. Harus bagaimana lagi caranya supaya Helga mau meninggalkannya dengan tenang?“Kenapa, Kian? Kamu takut jika aku memberitahunya? Kamu juga tahu kan kalau dia itu mantannya Erwin. Apa kalian sudah membahas tentang hal itu? Belum? Kenapa? Kamu tidak percaya padaku? Tanyakan saja langsung padanya.”“Diam kamu!” bentak Kian.Helga terlalu banyak bertanya. Kepala Kian jadi pusing. Ia benar-benar harus menyingkirkan Helga.Helga menghela napas. Senyum liciknya masih tersungging di bibirnya. “Aku hanya ingin berteman dengannya, melakukan serangkaian girl’s night bersamanya. Marisa bilang, kamu ingin supaya Laureta bisa memiliki teman sosialita. Dia bisa berteman denganku.”“Helga, aku benar-benar ingin kamu menyingkir dari hidupku!” seru Kian. “Kenapa kamu bersikeras ingin tetap terus menggangguku? Apa untungnya bagimu? Aku sudah tidak mencintaimu lagi!”Helga mendekati Kian dan kemudian berbicara le
Hari itu, Laureta mengenakan blouse pendek berwarna hijau muda dan bawahan berupa celana kulot lebar yang membuatnya tampak seperti mengenakan rok. Blouse lengan pendeknya membuat lekuk otot di tangannya terlihat jelas.Kian sangat menyukai penampilan Laureta hari ini. Tidak salah jika ia mempercayakan Clara untuk membelikan Laureta pakaian yang bagus-bagus.Bagaimana bisa Laureta memintanya untuk memecat Clara? Kian tidak akan pernah melepaskan sekretarisnya itu.Sepertinya hari ini terlalu banyak hal yang membuat kepalanya menjadi pusing. Pagi hari ia sambut dengan pertengkarannya dengan Erwin. Lalu Laureta datang ke kantor sambil marah-marah pada Clara. Lanjut makan siang dan Helga datang sebagai pengacau.Sisa sore ini, Kian hanya ingin menikmatinya berdua saja dengan Laureta sambil menikmati pertunjukkan putri duyung. Namun, sayangnya Kian harus meeting dengan Ibu Janeta pada pukul dua siang.Kian dan Laureta baru saja turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke The Prince dengan
The Prince adalah restoran yang juga merupakan tempat wisata yang sangat besar di kota Bandung. Mimpi apa Laureta bisa menikah dengan putra sang pemilik tempat ini? Laureta tersenyum-senyum sambil memandangi aquarium yang sebelumnya tidak pernah ia nikmati.Waktu pertama kali ia datang ke tempat ini, ia dijemput paksa oleh Pak Karsa. Kian menyuruhnya mengenakan gaun hijau yang tak sengaja ia coba di rumah. Ia hanya iseng saja, tapi malah justru Kian menyuruhnya memakai gaun itu.Kian marah besar karena Laureta tidak mengindahkan keinginannya. Entah apa yang ada di pikiran Kian. Laureta tidak paham saat itu. Ia hanya ingin tampil sesantai mungkin, tapi Kian ingin semua orang melihat jika istrinya adalah wanita yang keren.Laureta tidak merasa seperti itu. Ia hanyalah wanita biasa yang tidak suka mengenakan riasan macam itu. Sampai sekarang, Laureta tidak pernah lagi mengenakan gaun hijau itu karena gaunnya terlalu seksi. Mungkin malam ini, ia akan mengenakannya h
“Sama halnya denganku! Aku juga hanya ingin hidup tanpa ada gangguan darimu, tapi kamu terus menerus menggangguku.”“Ya sudahlah. Kita tidak usah bertengkar lagi. Aku memang pria yang berengsek, kamu puas?”Laureta mengedikkan bahunya sambil membuang wajah. “Kamu tidak akan pernah menyesali perbuatanmu.”Erwin mencondongkan wajahnya ke arah Laureta. “Aku sudah pernah meminta maaf padamu, Ta. Apa kamu lupa? Aku sudah pernah memohon-mohon padamu untuk kembali, tapi kamu tidak mau menerimaku lagi.”Seketika jantung Laureta berdebar-debar. Wajah Erwin terasa begitu dekat, hanya berjarak sedikit sekali dari wajahnya. Ia bisa merasakan nafas Erwin menyapu wajahnya.“Kamu sadar kalau ini tidak hanya sekedar tempat umum,” ujar Laureta pelan. “Aku tidak ingin orang lain, karyawan Kian melihat kita berbicara sedekat ini. Aku tidak suka.”Erwin mendengus samibl tersenyum. “Kamu khawatir omku akan marah padamu? Memangnya dia benar-benar mencintaimu? Kamu terlalu percaya diri.”“Aku tidak memintam
Erwin mengangkat alisnya. “Oh ya? Dia memang hebat, tapi dia juga adalah pria yang menyebalkan. Sudahlah, tidak usah membahas lagi tentang Om Kian. Aku ingin mengajakmu untuk jalan-jalan di sekitar sini.”Erwin mengulurkan tangannya, tapi Laureta ragu-ragu dan tidak berani menerima tangannya.“Ah ya, aku hampir lupa kalau kamu bukan pacarku lagi.”Sebagai sikap sopannya, ia melipat tangannya di dada supaya Erwin tidak perlu mengulurkan lagi tangannya.“Kenapa kamu tidak mengajak Reksi ke sini?” tanya Laureta.Erwin diam saja, tidak segera menjawab perkataan Laureta. Mereka berjalan berdua dengan santai sambil menikmati udara yang mulai terasa agak sejuk karena di sana terdapat banyak sekali pepohonan.“Aku tidak tahu apa yang aku lakukan,” ucap Erwin. “Terlalu banyak penyesalan yang aku rasakan.”Laureta baru menyadari jika seharusnya ia tidak menanyakan tentang Reksi. Perasaannya pada Reksi pasti tidak tulus, ia cukup yakin akan hal itu. Sungguh Reksi yang malang. Andai sahabatnya ad