Grazella benar-benar merasakan siksaan yang teramat. Dia memilih disiksa Bibinya, dari pada mendapatkan siksaan seperti ini. Gabriel membuatnya seperti wanita murahan. Grazella sangat membenci tubuhnya sendiri.
Grazella benar benar merasa sangat kotor. Mati matian selama ini menjaga tubuhnya, agar tidak bertemu dengan pria brengsek, tapi takdir justru lebih kejam."Kevin tolong aku. Kamu kemana? Hiks ... tolong kembalilah, bawa aku pergi dari iblis ini," batinnya, teringat dengan orang yang sangat ia sayangi.VENESIA | ITALIA 01.20 PM (siang) Setelah hampir 17 jam di pesawat, akhirnya mereka sampai di Italia. Terlihat gadis itu sedang berbaring, Grazella terlihat sudah memakai dress, dan wajahnya sudah sedikit di poles. Gabriel memanggil pramugari, dan menyuruhnya membersihkan tubuh sang gadis. Gabriel berusaha membangunkan Grazella, dengan mengusap lembut wajah sang gadis. "Baby, bangunlah kita sudah sampai."Gadis itu perlahan membuka matanya, dia mencoba bangun, dan berdiri untuk melangkah."Arrghh!""Perhatikan langkahmu, El!" Gabriel mengeram kesal, melihat Grazella hampir saja terjatuh, jika tangannya tidak cekatan menarik tubuh mungil itu. Bagaimana tidak lemas? Dengan santainya gabriel terus menggempur Grazella di sana. Bahkan baru 1 jam istirahat, tubuh Grazella sudah digempur lagi dan lagi."Badanku, sakit semua." Pria itu terkekeh mendengar ucapan gadisnya ini. "Aku gendong, mau?" Grazella mengangguk pasrah, karna memang badannya sangat lemas."Terima kasih, baby. Karna kamu memberikan itu untukku, tapi aku tidak menyesal karna mengambilnya darimu!" Grazella terlihat kesal, dengan ucapan pria yang sedang memeluknya ini. "Dari yang ada di film film, aku harus pura pura patuh sama penculiknya, setelah itu kabur! Kamu memang cerdas, El!" batin gadis itu tersenyum lebar."Ekm. Namamu siapa?" Gabriel terkejut dengan pertanyaan gadis itu. Pria itu tersenyum, dan mengusap kepala Grazella yang membuat gadis itu mendongak. Grazella sedikit terkesima, melihat wajah datar, yang sudah tersenyum lebar ke arahnya."Gabriel Leonard Mattew." Grazella mengangguk. Badan pria itu terdiam, saat mendengar apa yang di ucapkan Grazella. Gabriel sangat suka, saat namanya dipanggil dengan nada lembut dan halus."Baiklah, Leon. Aku akan menurut padamu. Tapi tolong pertemukan aku dengan, Gio." Gabriel tersenyum simpul."Aku suka saat kamu memanggilku, Leon. Terus panggil aku dengan itu." Mereka segera turun dari pesawat. Mata Grazella melotot, melihat banyaknya' mobil van hitam yang berbaris di sana. Grazella juga melihat mobil Mercedes, yang terparkir cantik di parkiran pesawat itu. Gabriel membantu gadisnya untuk turun, melewati tangga pesawat. "Bentornato, signore."'Selamat datang kembali, Tuan.'Mereka, mengunakan bahasa italia."Bagaimana, keadaan markas?""Baik, Tuan!""Mereka, siapa?" Dengan berbisik Grazella bertanya."Mereka anak buahku." Gadis itu terkejut, mendengar ucapan Gabriel.Grazella kembali bersuara. "Sebanyak itu?" Gabriel menahan senyum, karena masih banyak anak buahnya di sana.Mereka segara memasuki mobil Mercedes yang sudah di siapkan anak buahnya. "Apa kau membawa yang kumau, Wil?" tanya Gabriel pada anak buahnya."Ini, Tuan." Wiliam memberikan sebuah paper bag ke tuannya, dia duduk di kursi depan. Gabriel memberikan itu pada Grazella, yang membuat gadis itu kebingungan. Dia pun mengeluarkan suaranya. "Buat apa? Aku bukan musli__""Pakai saja, El," jawab Gabriel datar. Grazella mendengus kesal, dia pun memakai cadar yang di berikan padanya. Gabriel kembali bersuara yang membuat gadis itu semakin badmood."Ingat! Jangan pernah kamu perlihatkan wajahmu pada siapa pun, saat berada di luar mansion, Mengerti?" Grazella meremas dengan kuat dress yang ia gunakan. "Kalau malu karena wajahku, kenapa dia membawaku? Dasar menyebalkan," batinnya, dengan mata sudah berkaca kaca.• • •Setelah hampir satu jam, mereka sudah sampai di sebuah mansion mewah nan megah. Grazella sedikit takut, karena mansion itu berada di tengah hutan. Gabriel dan Grazella, segera turun dari mobil, dan melangkah menuju mansion. Baru juga sampai di ruang tamu, seorang wanita paruh baya menyapa mereka."Benveito, signore."'Selamat datang, Tuan.'Bibi Margaret. Paruh baya itu menjabat menjadi kepala maid, di mansion. Di belakangnya terdapat 6 seorang gadis, yang berpakaian ala maid.Mereka berbaris menjadi dua bagian, dan membungkuk menyapa Gabriel."Di antara kalian, siapa yang bisa bahasa Indonesia?" Gabriel segera mengutarakan keinginannya."Saya, Tuan." Seorang gadis dengan wajah oriental, mengangkat tangannya. Gabriel segera menghampirinya."Mulai sekarang, kau jadi maid pribadi untuk gadisku." Gadis itu mengangguk. Gabriel kembali menggandeng Grazella, untuk naik ke lantai atas. Mereka berhenti di depan lift."Baby, aku akan ke perusahaan, kamu istirahat setela__""Tidak, Leon! Aku mau bertemu, Gio! Dimana dia!?" Gabriel mencoba menenangkan gadisnya, ia mengusap lembut wajah Grazella"Kita bertemu adik ipar, besok saja, ya?""Dasar pembohong!" Grazella mendorong tubuh Gabriel, terlihat pria itu berusaha sabar."Baby, kamu tau aku bukan orang yang penyabar, jangan selalu memancing iblisku keluar!""Persetan dengan itu, Leon! Kamu pembohong! Dasar bajingan! Di mana Adikku, brengsek!" Grazella langsung berlari."Berhenti, El!" Gabriel mengeluarkan suara emasnya. Grazella tidak menghiraukan, dan terus berlari. Para maid pun terlihat tegang, mereka sudah hafal betul tabiat Tuannya. Lebih baik mereka diam bagai patung sebelum mendapat perintah.Satu tembakan peluru, membuat gadis itu tersentak.Tubuh Grazella berhenti di tengah ruang tamu, suara tembakan itu membuatnya diam. Gabriel segera menghampiri gadis itu. "Sekali lagi kakimu melangkah, maka salah satu maid di sini akan menjadi mayat, El!" Gadis itu berbalik, dan menatap nyalang ke arah Gabriel. "Hahaha kamu pikir aku percaya!""Baiklah. Kamu! Tembak kepalamu jika gadis keras kepala ini tidak mengikuti perintahku!" Gabriel menunjuk salah satu maid, dengan menggunakan bahasa Inggris. Itu adalah bahasa wajib yang harus di kuasai seluruh anak buahnya yang bekerja di mansion. Grazella membalikan badannya, dan melihat bahwa maid itu berjalan, dan mengambil salah satu pistol yang ada pada bodyguard di sana. Hal itu membuat mata Grazella membulat sempurna."Kamu gila, hah? Untuk apa kamu menuruti ucapan, iblis ini!""Ke sini, El." Grazella masih tidak perduli, dan tetap melangkah."Tembak kepalamu, sialan!" Grazella langsung berbalik, dan menatap bengis ke arah Gabriel. "Atas hak apa kamu ...."Tubuh maid yang berada di belakangnya, sudah terbaring, dengan kepala berlumuran darah. Grazella segera berbalik, dia menutup mulutnya dengan tangan bergetar, kakinya sudah lemas tak bertenaga. "Da-dasar gila!"Gadis itu berbalik, dan menatap penuh kebencian ke arah Gabriel."Masuk ke kamarmu, sekarang!" Grazella masih mematung di sana, dia sangat takut pada pria di depannya ini.Saat melihat Gabriel melangkah, dengan cepat Grazella berlari menuju Wiliam, dia berdiri di belakang pria itu."Tolong aku! Tuanmu itu iblis, aku takut! Kumohon. Tolong aku, hiks ...."To be continued...Badan gadis dengan mata amber sudah bergetar hebat, dia berusaha meminta bantuan pada pria di sampingnya ini. Grazella meminta pria itu, membawanya pergi dari mansion terkutuk ini. Bukannya menurut, Wiliam justru menarik Grazella, dan memberikan pada Gabriel. Grazella menangis histeris, bahkan cadarnya sudah terlihat sedikit basah. Gadis itu menahan tarikan Gabriel, dan memohon kepada Wiliam, serta para maid di sana untuk menolongnya. Namun memang dasarnya semua penghuni mansion itu adalah iblis! Mereka hanya melihat, dan tidak perduli dengan Grazella. Sang gadis terlihat menggigit tangan gabriel, yang berusaha menariknya. semua orang yang melihat itu hanya melongo, bagaimana bisa gadis bercadar itu sangat berani menggigit Tuannya. Gabriel mengeraskan rahang, dan menutup matanya sekilas untuk menahan rasa sakit ditangannya. Para maid melihat dengan tatapan ngeri, karna tangan pria itu terlihat mengeluarkan cairan merah. Grazella menggigitnya dengan penuh tenaga. Gabriel menarik
Wajah Gabriel terlihat merah padam, melihat wajah gadisnya sudah bengkak, karna terlalu banyak menangis. Dia segera naik ke ranjang, dan menarik dagu Grazella agar menatapnya. "Kenapa menangis? Itu melukaiku, sayang." Suara lembut Gabriel tidak Grazella hiraukan, yang membuat pria itu langsung mengeluarkan suara emasnya. "Aku bertanya padamu, El!" Suaranya sudah naik satu oktaf. Gadis itu meringkuk mundur, badannya terlihat bergetar. "Ja-ngan mendekat! Pergi kamu, pergi!" Gadis itu melemparkan bantal, ke wajah Gabriel dengan keras. "Jaga sikapmu, baby! Kamu tidak mau kan, Adik tercintamu ...." "Jangan berani kau sentuh Adikku, sialan! Aku akan membunuhmu, brengsek! Aku sangat membencimu, Leon!" Satu tamparan melayang, di wajah Grazella dengan keras. Gadis dengan manik amber itu, menatap bengis. Pada pria di depannya itu. "Hust ... jangan gunakan mulut ini, untuk mengumpatku, sayang. Gunakanlah untuk mendesah, namaku." Gabriel menyentuh bibir Grazella, dengan seksual. "Tidak sud
Grazella terlihat keluar dari lift bersama Sheryl, dan duduk di depan Wiliam. Sementara Gabriel tidak merespon, dia masih emosi dengan gadis itu. "Nona, mau makan apa?" Sheryl terlihat mengambil piring dan mel4yani sang Nona."Salad saja, Ryl" Grazella makan dengan hati hati, karena lidahnya sangat sakit, Meskipun sudah di obati. Nyatanya Gabriel sangat perduli dengan gadisnya. Pria itu menghubungi Dokter, untuk mengobati luka di lidah Grazella."Per favore prendi un po' di latte,"'Tolong ambilkan susu,'Salah satu maid dengan sigap mengambilnya di kulkas. Suara dingin itu membuat Grazella mendongakkan wajahnya. Wajah dingin Gabriel terlihat sedikit bengkak, mungkin karena tamparan yang ia berikan. Sementara dirinya sudah membaik berkat cream yang di berikan Dokter tadi.Salah satu maid membawa susu, dan meletakan di meja."Silahkan, Tua ...."Gelas itu sudah jatuh dengan cantiknya di bawah."Apa yang kau, lakukan!" Gabriel terlihat naik pitam.Wajah pria itu sudah bak iblis, yang b
Grazella menelisik pandangan ke kanan kiri. Baru juga menyentuh botol itu, suara seseorang mengagetkan sang empu."Nona, sedang apa?""kecebong nyemplung got! Astaga Sheryl! Kamu mengagetkanku!" Maid itu menggaruk tengkuknya."A-aku mau minum," ucap Grazella sedikit gugup. Dia mengambil botol mineral, yang ada di sisi kulkas."Kenapa tidak panggil saya, Nona? Biar saya antar ke ....""Aku bisa sendiri, Ryl. Lagian kamu pasti sibuk kan?" Sheryl menghela nafas kasar.Maid itu kembali mengeluarkan suaranya. "Sebenarnya hari ini, Bibi Margaret izin pulang. Jadi para maid sedikit kelimpungan," jawab Sheryl dengan nada lemas. Wajah Grazella langsung kegirangan, dia menetralkan raut wajahnya. Para maid memang di wajibkan tinggal di mansion, mereka boleh pulang hanya saat libur saja. Grazella mulai berbicara lagi. "Ya, sudah kamu kembali bertugas saja, aku bisa sendiri, Ryl." Sheryl mengangguk, dan langsung pergi menuju dapur, untuk kembali mengerjakan tugasnya. Di rasa sepi, Grazella langs
Grazella menatap lekat maid di depannya ini. "Saya akan bantu, Nona untuk kabur dari sini. Tapi, Nona jangan beritahu siapa pun soal ini. Saya tidak mau, Nona dapat hukuman. Saya kasian kalau nasib, Nona sama dengan gadis itu," ucap sang maid dengan lembut.Grazella menatap lekat manik sang maid. "Kenapa kamu mau, membantuku?" tanya Grazella."Karena saya merasa bersalah, dengan gadis yang dulu seperti, Nona. Saya tidak mau hal itu terjadi lagi, Nona hiks ...." Gadis itu terdiam, Grazella bingung apakah dia akan menerima tawaran itu, atau menurut saja dengan iblisnya. • • •Mobil Roll Royce Boat Tail mendarat sempurna, di halaman mansion. Pria dengan kaki jenjang dan wajah dingin mempesona, dengan sedikit brewok di dagunya itu, berjalan dengan langkah tegas.Hentakan di setiap langkahnya sangatlah indah, dia duduk di bar mini untuk menunggu gadisnya turun."Tolong, ambilkan aku susu." Suaranya sedingin es cendol."Baik, Tuan." Sang maid dengan cekatan mengambil dan memberikannya pada
Gadis dengan pakaian dress cantik, sudah tersungkur di jalanan depan hotel. "Aakhh si4l! Ini apaan, sih? Kenapa bisa ada tanjakan di sini!" Gadis itu melepas hells-nya, dan berlarian tanpa alas kaki.Wajahnya meringis kesakitan, saat kaki mulusnya bersentuhan dengan aspal itu. Akhirnya satu taxi berhenti di depan Grazella, dia segera pergi dari sana. Di lain tempat wajah pria dengan rahang mengeras, sudah merah merekah. Giginya sudah saling bergelatuk, dengan urat-urat tangan sudah memutih."Apa yang kalian kerjakan, hah! Mengurus gadis kecil saja, tidak becus!""Maafkan kami, Tuan,"Satu tembakan lolos dengan cantiknya, di kepala kedua bodyguard, tersebut.Tubuh Sheryl bergetar hebat, bahkan darah dari bodyguard itu menciprat ke wajahnya."Cepat tutup seluruh akses darat, laut maupun udara, Wil! Pastikan WNI tidak di perbolehkan keluar dari Italia, malam ini!" Wiliam terlihat kurang setuju."Ta-pi, Tuan. Itu akan mengakibatkan kerugian ...,""Aku tidak perduli, Wil! Cepat cari, gadi
Tubuh Grazella terdiam, saat badannya di peluk dari belakang oleh seseorang. Dengan cepat gadis itu membalikan badannya."Le–on? Kenapa kamu, di sini?" tanya Grazella kebingungan."ini mansionku, sayang. kalo kamu lupa?" jawab Gabriel, dengan entengnya."Si4l!" Grazella yang sadar, langsung berlari menuju halaman. Seribu sayang, badannya sudah terbang mendarat di bahu kekar itu."Akkkhhh lepas, Leon! Aku tidak mau di sini lagi, lepas brengs3k, Akkh!" Dengan lihai pria itu menggendong Grazella ala karung beras, menuju kamar.Pria itu memukul p4ntat Grazella, dengan keras."Jauhkan tangan kotormu itu, si4lan! Jangan menyentuhku, Leon!" teriak Grazella memenuhi area ruangan itu.Setelah sampai, pria itu melemparkan Grazella ke ranjang dengan kasar."Dasar, bajin9an! Bisa tidak jangan kasar!" Pria itu tersenyum miring, dengan menatap lekat sang gadis. Gabriel menelisik penampilan Grazella, dari atas sampai bawah. Pria itu mengeram kesal, melihat kaki mungil Grazella lecet dan berdarah. Di
Grazella terlihat mengepalkan tangannya dengan erat. Dia menatap lekat paruh baya di hadapannya."Apa karna kejadian itu?" Kepala maid mengangguk yakin."Mulai sekarang saya, dan, Emma yang akan melayani anda, Nona." Gadis itu mencengkram erat seprei tersebut. Beberapa detik kemudian dia mengeluarkan suaranya."Aku ingin ke kamar mandi." Bibi Margaret dengan sigap membantu Nonanya. Setelah masuk, Grazella menyuruh wanita paruh baya itu untuk meninggalkannya sendiri. Gadis itu menyalakan kran dan juga shower, dia duduk di closet dengan menutup wajahnya."Hiks ... Kevin tolong aku, hiks ... kamu di mana kevin!" Grazella tidak menyangka bisa mengalami ini semua, mati matian dia menutup lekuk tubuhnya, agar tidak bertemu dengan pria brengsek. Gadis itu juga sengaja tidak merawat wajahnya agar tidak di lirik pria, tetapi nasibnya justru sangat sial. Gadis itu benar benar muak dengan Gabriel. Grazella merebahkan tubuhnya di ranjang big size tersebut, dia menarik selimut, dan ingin tertidu